Ketuvim

Bagian ketiga dan terakhir dari Tanakh
Revisi sejak 17 Februari 2019 09.21 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Penggantian teks otomatis (-sinagoga +sinagoge))

Ketuvim, atau K'thubhim dalam bahasa Alkitab Ibrani (bahasa Ibrani: כְּתוּבִים‎ "tulisan"), merupakan bagian ketiga dan terakhir dari Tanakh (Alkitab Ibrani), setelah Taurat (pengajaran) dan Nevi'im (nabi-nabi). Dalam Alkitab Ibrani yang diterjemahkan ke bahasa Inggris, bagian ini berjudul "Tulisan" atau "Hagiographa".[1]

Tulisan-tulisan yang terdapat dalam Ketuvim dipercayai berasal dari Ruach HaKodesh (Roh Kudus), tetapi dengan otoritas satu tingkatan di bawah kitab nabi-nabi[2].

Di antara Kitab Suci Ibrani, tulisan-tulisan yang termasuk dalam Ketuvim adalah 1 dan 2 Tawarikh yang membentuk satu kitab, bersama dengan Ezra dan Nehemia yang membentuk satu kesatuan "Ezra–Nehemia"[3]. (Namun, dalam kutipan menurut pasal dan ayat, digunakan ekuivalen "Kitab Nehemia", "1 Tawarikh" dan "2 Tawarikh" dalam bahasa Ibrani, karena sistem pembagian pasal diambil dari penggunaan Kristen). Secara keseluruhan, sebelas kitab termasuk di dalam Ketuvim.

Pengelompokan kitab-kitab

Kitab-kitab puisi

Dalam manuskrip masoretik (dan beberapa edisi cetak), Kitab Mazmur, Kitab Amsal dan Kitab Ayub disajikan dalam bentuk dua kolom dengan penekanan pada jalinan paralel antar ayat, yang merupakan fungsi dari puisi kitab-kitab tersebut. Bersama-sama, ketiga kitab ini dikenal dengan sebutan Sifrei Emet (akronim dari judul dalam bahasa Ibrani, איוב, משלי, תהלים yang menghasilkan Emet אמ"ת, yang dapat pula berarti "kebenaran" dalam bahasa Ibrani).

Ketiga kitab ini juga merupakan satu-satunya dalam Tanakh yang menggunakan sistem nada kantilasi yang dibentuk untuk menekankan ikatan paralel antar ayat-ayatnya. Akan tetapi, bagian awal dan bagian akhir dari Kitab Ayub ditulis dengan bentuk sistem prosa yang biasa.

Lima gulungan (Hamesh Megillot)

Lima kitab pendek yaitu Kitab Kidung Agung, Kitab Rut, Kitab Ratapan, Kitab Pengkhotbah dan Kitab Ester, bersama-sama dikenal sebagai Hamesh Megillot (Lima Gulungan). "Tulisan-tulisan" ini merupakan kumpulan kitab terakhir dan ditetapkan "berwibawa" dalam Kanon Yahudi.[4] Gulungan-gulungan ini biasanya dibaca sepanjang tahun di banyak komunitas Yahudi. Daftar di bawah ini mewakili kumpulan kitab-kitab tersebut sebagaimana urutan bacaan di sinagoge pada hari-hari perayaan keagamaan, diawali dengan Kitab Kidung Agung pada perayaan Paskah Yahudi.

Kitab-kitab lainnya

Selain ketiga kitab puisi dan kelima gulungan, kitab-kitab lainnya yang terdapat dalam kumpulan Ketuvim adalah Kitab Daniel, Kitab Ezra-Nehemia dan Tawarikh.

Walaupun tidak terdapat pengelompokan resmi dalam tradisi Yahudi untuk kitab-kitab ini, kitab-kitab ini tetap memiliki karakteristik yang jelas:

  • Tradisi Talmud yang menetapkan waktu penulisan yang lebih belakangan atas kelima kitab ini.
  • Dua dari kitab-kitab ini (Daniel dan Ezra) adalah satu-satunya kitab dalam Tanakh dengan bagian-bagian yang cukup besar ditulis dalam bahasa Aram.
  • Narasi kedua kitab tersebut dengan jelas menggambarkan peristiwa-peristiwa yang belakangan (contoh: pembuangan ke Babel dan pemulihan Sion)

Susunan kitab

Daftar berikut menyajikan kitab-kitab Ketuvim dengan urutan yang ada pada kebanyakan edisi cetak. Kumpulan kitab juga dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan pembedaan menurut Sifrei Emet dan Hamesh Megillot.

Kelompok I: Tiga Kitab Puisi (Sifrei Emet)

  • Tehillim (Mazmur) תהלים
  • Mishlei (Amsal) משלי
  • Iyyôbh (Ayub) איוב

Kelompok II: Lima Gulungan (Hamesh Megillot)

Kelompok III: Kitab-kitab Lainnya

Penyusunan kitab-kitab dalam Ketuvim berbeda antara manuskrip dan edisi cetaknya. Misalnya, beberapa edisi menempatkan Tawarikh di awal bagian bukan pada akhir. Susunan di atas menyajikan kitab-kitab itu menurut urutan yang paling sering ditemui dalam edisi cetak Kitab Suci Ibrani sekarang ini. Secara historis, susunan kitab-kitab ini diambil dari manuskrip yang ditulis oleh orang-orang Yahudi Ashkenazi (Jerman abad pertengahan).[butuh rujukan]

Tradisi tertulis Yahudi tidak pernah menyelesaikan urutan kitab-kitab dalam Ketuvim. Talmud Babilonia (Bava Batra 14b-15a) memberikan urutannya sebagai berikut: Rut, Mazmur, Ayub, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung, Ratapan, Daniel, Ester, Ezra, Tawarikh.[butuh rujukan]

Dalam kodeks masoretik Tiberias, termasuk Kodeks Aleppo dan Kodeks Leningrad, dan sering pula dalam manuskrip bahasa Spanyol kuno, urutannya adalah sebagai berikut: Tawarikh, Mazmur, Ayub, Rut, Kidung Agung, Pengkhotbah, Ratapan, Ester, Daniel, Ezra.[butuh rujukan]

Kanonisasi

Ketuvim merupakan bagian terakhir dari tiga bagian Tanakh yang diterima sebagai Kanon Alkitab, dikatakan bahwa orang-orang Israel menambahkan apa yang kemudian menjadi Ketuvim ke dalam sastra suci mereka segera setelah kanonisasi kitab nabi-nabi mereka. Tidak ada konsensus keilmuan mengenai kapan kanon Kitab Suci atau Alkitab Ibrani ditetapkan; beberapa akademisi berpendapat bahwa kanon tersebut ditetapkan oleh dinasti Hashmonayim,[5] sementara lainnya berpendapat bahwa tidak ada penetapan hingga abad ke-2 M atau bahkan setelahnya.[6]

Sementara Torah mungkin telah dianggap kanon oleh umat Israel pada abad ke-5 SM, dan Nabi-nabi terdahulu dan yang terkemudian dikanonisasi pada abad ke-2 SM, Michael Coogan mengatakan bahwa Ketuvim bukanlah suatu kanon tetap hingga abad ke-2 M.[4] Menurut T. Henshaw, pada tahun 132 SM, beberapa referensi menunjukkan bahwa Ketuvim sudah mulai terbentuk, walau masih belum memiliki judul resmi.[7] Jacob Neusner mengatakan sesuatu yang berbeda, ia mengemukakan bahwa gagasan tentang suatu kanon Kitab Suci tidaklah penting dalam Yudaisme Rabinik abad ke-2 atau bahkan kemudian.[6]

Melawan Apion, tulisan Yosefus pada tahun 95 Masehi, menganggap teks Kitab Suci Ibrani sebagai kanon tertutup sehingga "... tidak seorang pun yang mencoba menambahkan, atau mengurangi, atau mengganti satu suku katapun..."[8] Namun Michael Barber menegaskan bahwa kanon Yosefus "tidak identik dengan yang terdapat dalam Kitab Suci Ibrani Modern".[9] Untuk kurun waktu yang lama, sampai dengan saat ini, pengilhaman ilahi atau kewibawaan atas Kitab Ester, Kidung Agung, dan Pengkhotbah seringkali dikritik tajam.[10].

Pada abad ke-20, banyak pakar tampaknya meyakini bahwa batasan pertimbangan Ketuvim sebagai naskah yang dikanonkan ditentukan oleh Konsili Yamnia (ca 90 M). Tetapi teori tentang Konsili Yamnia pada masa kini didiskreditkan secara luas.[11][12][13][14]

Penggunaan liturgis

Tidak ada sistem sinagogel resmi untuk membaca Ketuvim setara dengan bagian-bagian Torah dan Haftarah. Diduga pernah terdapat sebuah siklus untuk membaca Kitab Mazmur, sejajar siklus tiga tahunan pembacaan Torah, karena jumlah pasal dalam Kitab Mazmur (150) serupa dengan jumlah bagian Torah dalam siklus tersebut. Sisa-sisa tradisi ini masih terdapat di Italia. Semua liturgi Yahudi mengandung bagian-bagian salinan dari Kitab Mazmur, tetapi biasanya dinyanyikan dalam resitatif biasa atau nada ritmik, bukan dengan nada dibaca atau dilantunkan. Beberapa komunitas juga memiliki kebiasaan membaca Kitab Amsal pada minggu-minggu menjelang Pesach, dan Kitab Ayub pada tanggal 9 bulan Ab.

Kelima gulungan (megillot) dibaca pada saat perayaan-perayaan keagamaan, sebagaimana disebutkan di atas, walaupun kaum Sefardik (Yahudi Iberia dan Asia) tidak memiliki kebiasaan membaca Kitab Kidung Agung secara publik pada Paskah Yahudi atau Kitab Pengkhotbah pada hari raya Sukkot. Ada jejak-jejak kebiasaan lama dari pembacaan suatu haftarah dari Ketuvim pada sore hari Sabat, tetapi hal ini tidak bertahan pada komunitas manapun. Beberapa komunitas Reformasi yang menggunakan siklus tiga-tahunan memilih haftarot dari Ketuvim pada pagi hari Sabat, serta juga Nevi'im.

Bacaan umum ekstraliturgis

Pada beberapa tradisi Yahudi di wilayah Timur Dekat dan Timur Tengah, seluruh Ketuvim (juga kitab lainnya dari Tanakh dan Mishnah) dibaca setiap tahun pada putaran mingguan, biasanya pada Sabat sore. Sesi-sesi bacaan ini tidak dianggap sebagai kebaktian-kebaktian di sinagoge, dan seringkali mengambil tempat di pelataran sinagoge.

Kantilasi

Sumber-sumber dari abad pertengahan berbicara tentang tiga melodi kantilasi, masing-masing untuk Torah, Nevi'im dan Ketuvim. Sekarang ini, posisinya menjadi lebih rumit. Komunitas-komunitas Sefardik Oriental melestarikan sistem-sistem kantilasi untuk ketiga kitab puisi, Kitab Mazmur, Kitab Amsal dan bagian utama Kitab Ayub (biasanya menggunakan melodi berbeda untuk setiap kitab dari ketiga kitab tersebut). Sistem tersebut tidak terdapat dalam tradisi Askenazi atau Spanyol dan Portugis. Akan tetapi, Yeshiva Ashkenazi atau yang dikenal sebagai Aderet Eliyahu, atau (secara tidak resmi) Zilberman, di Kota Tua Yerusalem, menggunakan adaptasi dari melodi-kantilasi Suriah untuk ketiga kitab ini, dan ini menjadi lebih terkenal di antara masyarakat Ashkenazi lainnya juga.

Di semua komunitas terdapat melodi-melodi kantilasi yang khusus untuk Kitab Ratapan dan Kitab Ester, dan di beberapa komunitas untuk Kitab Kidung Agung. Selain itu, melodi untuk Kitab Rut dianggap sebagai melodi "utama" untuk kitab-kitab dalam kumpulan Ketuvim yang tidak memiliki melodi tersebut. Bagian-bagian "prosa" pada bagian awal dan akhir Kitab Ayub, seperti yang dibaca pada Tisha B'Av, dapat dibaca dengan nada sesuai Kitab Rut atau yang menyerupai nada untuk Kitab Kidung Agung.

Targum untuk Ketuvim

Targumim barat terdapat untuk Siffrei Emet, untuk Kelima Megillot dan untuk Kitab Tawarikh, yakni pada semua kitab Ketuvim selain Kitab Daniel dan Kitab Ezra (yang mengandung cukup banyak bagian dalam bahasa Aramaik). Ada beberapa targumim pelengkap untuk Kitab Ester.

Namun, tidak terdapat targum timur (Babilonia) "yang resmi" untuk Ketuvim, yang setara dengan Targum Onkelos untuk Torah dan Targum Jonathan untuk Nevi'im. Kenyataannya, Talmud Babilonia secara eksplisit mencatat tidak adanya Targum untuk Ketuvim, dengan menjelaskan bahwa Jonathan ben Uzziel dihalangi oleh Tuhan dalam menyelesaikan terjemahannya atas Kitab Suci. Sebuah penjelasan yang lebih prosaik mungkin adalah tidak adanya pembacaan formal Ketuvim di sinagoge, sehingga sistem terjemahan baris per baris yang resmi tidak diperlukan.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ (Inggris) Eric M. Meyers, "The Challenge of Hellenism for Early Judaism and Christianity", The Biblical Archaeologist, Vol. 55, No. 2 (Jun., 1992), pp. 84–91. The American Schools of Oriental Research.
  2. ^ (Inggris) Neusner, Jacob, The Talmud Law, Theology, Narrative: A Sourcebook. University Press of America, 2005
  3. ^ (Inggris) The Harper Collins Study Bible NRSV
  4. ^ a b (Inggris) Coogan, Michael. A Brief Introduction to the Old Testament: The Hebrew Bible in Its Context. Oxford University Press, 2009, h. 5
  5. ^ (Inggris) Philip R. Davies in The Canon Debate, page 50: "With many other scholars, I conclude that the fixing of a canonical list was almost certainly the achievement of the Hasmonean dynasty."
  6. ^ a b (Inggris) McDonald & Sanders, The Canon Debate, 2002, page 5, cited are Neusner's Judaism and Christianity in the Age of Constantine, pages 128–145, and Midrash in Context: Exegesis in Formative Judaism, pages 1–22.
  7. ^ (Inggris) Henshaw, T. The Writings: The third division of the Old Testament canon. George Allen & Unwin Ltd., 1963, pp. 16–17
  8. ^ (Inggris) Lightfoot, Neil R. How We Got the Bible, ed. ke-3, direvisi dan diperluas. Baker Book House Company. 2003, h. 154–155.
  9. ^ (Inggris) Barber, Michael (2006-03-04). "Loose Canons: The Development of the Old Testament (Part 1)". 
  10. ^ (Inggris) Henshaw, T. "The Writings: The third division of the Old Testament canon". George Allen & Unwin Ltd., 1963, h. 17
  11. ^ (Inggris) W. M. Christie, The Jamnia Period in Jewish History (PDF), Biblical Studies.org.uk 
  12. ^ (Inggris) Jack P. Lewis (April 1964), "What Do We Mean by Jabneh?", Journal of Bible and Religion, 32, No. 2, Oxford University Press, hlm. 125-132 
  13. ^ (Inggris) Anchor Bible Dictionary Vol. III, pp. 634–7 (New York 1992).
  14. ^ (Inggris) McDonald & Sanders, editors, The Canon Debate, 2002, chapter 9: Jamnia Revisited by Jack P. Lewis.

Pranala luar