Daerah Khusus Ibukota Jakarta

ibu kota Indonesia dan provinsi di Pulau Jawa, Indonesia
Revisi sejak 24 November 2009 06.59 oleh 125.160.89.98 (bicara)

Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta, Jakarta Raya) adalah ibu kota negara Indonesia, dalam etnis Tionghoa, kota ini juga dikenal dengan Ya Jia Da (雅加达). Kota ini merupakan satu-satunya di Indonesia yang memiliki status setingkat provinsi. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau Jawa. Dahulu pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa/Kalapa (sebelum 1527), Jayakarta (1527-1619), Batavia (1619-1942), dan Djakarta (1942-1972).

Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Gedung pencakar langit di Jakarta
Gedung pencakar langit di Jakarta
Motto: 
"Jaya Raya"
("Jaya dan Besar (Agung)")
Peta
Peta
Negara Indonesia
Dasar hukum pendirianUURI Nomor 29 Tahun 2007
Tanggal22 Juni 1527 (hari jadi)
Ibu kotaJakarta
Jumlah satuan pemerintahan
Daftar
  • Kabupaten: 1
  • Kota: 5
  • Kecamatan: 44
  • Kelurahan: 267
Pemerintahan
 • GubernurFauzi Bowo
Luas
 • Total740,28 km2 km2 (Formatting error: invalid input when rounding sq mi)
Populasi
 • Total8,792,000 (2.004)
Demografi
 • AgamaIslam (83%), Protestan (6,2%), Katolik (5,7%), Buddha (3,5%), Hindu (1,2%)[1]
 • BahasaBahasa Indonesia, bahasa Betawi, bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Inggris
Kode Kemendagri31 Edit nilai pada Wikidata
Kode BPS31 Edit nilai pada Wikidata
Situs webwww.jakarta.go.id

Pada tahun 2004, luasnya adalah sekitar 740 km²; dan penduduknya berjumlah 8.792.000 jiwa[2]. Jakarta bersama metropolitan Jabotabek dengan penduduk sekitar 23 juta jiwa merupakan wilayah metropolitan terbesar di Indonesia atau urutan keenam dunia. Kini wilayah Jabotabek telah terintegrasi dengan wilayah Bandung Raya, di mana megapolis Jabotabek-Bandung Raya mencakup sekitar 30 juta jiwa, yang menempatkan wilayah megapolis ini di urutan kedua dunia, setelah megapolis Tokyo.

Saat ini pintu masuk internasional Jakarta dapat melalui Bandara Soekarno-Hatta dan Pelabuhan Tanjung Priok. Sejak tahun 2004 di bawah kepemimpinan gubernur Sutiyoso, Jakarta memiliki moda transportasi terpadu, yang dikenal dengan Transjakarta. Selain istana negara, Jakarta juga merupakan kantor pusat Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia.

Geografi

Jakarta berlokasi di pesisir utara pulau Jawa, di muara sungai Ciliwung, Teluk Jakarta. Jakarta terletak di dataran rendah pada ketinggian rata-rata 8 meter d.p.l. Hal ini mengakibatkan Jakarta sering dilanda banjir. Selatan Jakarta merupakan dataran tinggi yang dikenal dengan daerah Puncak. Jakarta dialiri oleh 13 sungai yang kesemuanya bermuara ke Teluk Jakarta. Sungai yang terpenting ialah Ciliwung, yang membelah kota menjadi dua. Sebelah timur dan selatan Jakarta berbatasan dengan provinsi Jawa Barat dan disebelah barat berbatasan dengan provinsi Banten.

Kepulauan Seribu, sebuah kabupaten administratif, terletak di Teluk Jakarta. Sekitar 105 pulau terletak sejauh 45 km (28 mil) sebelah utara kota.

Iklim

Jakarta memiliki suhu udara yang panas dan kering atau beriklim tropis. Terletak di bagian barat Indonesia, Jakarta mengalami puncak musim penghujan pada bulan Januari dan februari dengan rata-rata curah hujan 350 milimeter (14 inchi)dengan suhu rata-rata 27 °C,curah hujan antara bulan januari dan awal februari sangat exterm pada saat itulah jakarta dilanda banjir setiap tahunya , dan puncak musim kemarau pada bulan Agustus dengan rata-rata curah hujan 60 milimeter (2,4 inchi) bulan september dan awal oktober adalah hari-hari yang sangat panas di jakata suhu udara dapat mencapai 40 °C .[3]. Suhu rata-rata tahunan berkisar antara 25°-38 °C (77°-100 °F).[4]

Etimologi

Nama Jakarta dianggap sebagai kependekan dari kata Jayakarta. Nama ini diberikan oleh orang-orang Demak dan Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan) setelah merebut pelabuhan Sunda Kelapa dari Kerajaan Sunda pada tanggal 22 Juni 1527. Nama ini biasanya diterjemahkan sebagai kota kemenangan atau kota kejayaan, namun sejatinya artinya ialah "kemenangan yang diraih oleh sebuah perbuatan atau usaha" dari bahasa Sansekerta jayakṛta (Dewanagari जयकृत). Nama lain atau sinonim "Jayakarta" pada awal adalah "Surakarta".[5]

Nama lain Jakarta
Batavia (nama kolonial Belanda), Betawi (ejaan lain Melayu, Indonesia), Sunda Kelapa (nama asli), Cakarta (Turki), Djakarta (ejaan lama Indonesia, Perancis, Jerman, Romania), Dzhakarta - Джакарта (Rusia), Džakarta (Serbia, Kroasia), Dżakarta (Polandia), Dzsakarta (Hungaria), Giacarta (Italia), Iacárta (Irlandia), Jacarta (Portugis), Jakaruta - ジャカルタ (Jepang), Jagatara - ジャガタラ (Jepang [arkais]), Τζακάρτα (Yunani), ჯაკარტა (Georgia), Yakarta (Spanyol), Yǎ Jìa Dá (baca: Yǎcìatá) - 雅加达 (Tionghoa)

Sejarah

Lihat pula: Sunda Kelapa, Kerajaan Sunda dan Sejarah Batavia
Berkas:Peta Batavia 1888.png
Peta Batavia (sekarang Jakarta) tahun 1888

Sunda Kelapa (397–1527)

Jakarta pertama kali dikenal sebagai salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda yang bernama Sunda Kelapa, berlokasi di muara Sungai Ciliwung. Ibukota Kerajaan Sunda yang dikenal sebagai Dayeuh Pakuan Pajajaran atau Pajajaran (sekarang Bogor) dapat ditempuh dari pelabuhan Sunda Kalapa selama dua hari perjalanan. Menurut sumber Portugis, Sunda Kalapa merupakan salah satu pelabuhan yang dimiliki Kerajaan Sunda selain pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara dan Cimanuk. Sunda Kalapa yang dalam teks ini disebut Kalapa dianggap pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang disebut dengan nama Dayo (dalam bahasa Sunda modern: dayeuh yang berarti ibu kota) dalam tempo dua hari. Kerajaan Sunda sendiri merupakan kelanjutan dari Kerajaan Tarumanagara pada abad ke-5 sehingga pelabuhan ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-5 dan diperkirakan merupakan ibukota Tarumanagara yang disebut Sundapura.

Pada abad ke-12, pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan lada yang sibuk. Kapal-kapal asing yang berasal dari Tiongkok, Jepang, India Selatan, dan Timur Tengah sudah berlabuh di pelabuhan ini membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutra, kain, wangi-wangian, kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar dengan rempah-rempah yang menjadi komoditas dagang saat itu.

Jayakarta (1527–1619)

Orang Eropa pertama yang datang ke Jakarta adalah orang Portugis. Pada abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda meminta bantuan Portugis yang ada di Malaka untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa sebagai perlindungan dari kemungkinan serangan Cirebon yang akan memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Upaya permintaan bantuan Surawisesa kepada Portugis di Malaka tersebut diabadikan oleh orang Sunda dalam cerita pantun seloka Mundinglaya Dikusumah di mana Surawisesa diselokakan dengan nama gelarnya yaitu Mundinglaya. Namun sebelum pendirian benteng tersebut terlaksana, Cirebon yang dibantu Demak langsung menyerang pelabuhan tersebut. Orang Sunda menyebut peristiwa ini tragedi karena penyerangan tersebut membungihanguskan kota pelabuhan tersebut dan membunuh banyak rakyat Sunda disana termasuk sahbandar pelabuhan. Penetapan hari jadi Jakarta tanggal 22 Juni adalah berdasarkan tragedi penaklukan pelabuhan Sunda Kalapa oleh Fatahillah pada tahun 1527 dan mengganti nama kota tersebut menjadi Jayakarta yang berarti "kemenangan".

Batavia (1619–1942)

Orang Belanda datang ke Jayakarta sekitar akhir abad ke-16, setelah singgah di Banten pada tahun 1596. Pada 1619, VOC dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen menaklukan Jayakarta dan kemudian mengubah namanya menjadi Batavia. Selama kolonialisasi Belanda, Batavia berkembang menjadi kota yang besar dan penting. (Lihat Batavia). Untuk pembangunan kota, Belanda banyak mengimpor budak-budak sebagai pekerja. Kebanyakan dari mereka berasal dari Bali, Sulawesi, Maluku, Republik Rakyat Cina, dan pesisir Malabar, India. Mereka inilah yang kemudian membentuk komunitas yang dikenal dengan nama suku Betawi.

Pada tanggal 9 Oktober 1740, terjadi kerusuhan di Batavia dengan terbunuhnya 5.000 orang Tionghoa. Dengan terjadinya kerusuhan ini, banyak orang Tionghoa yang lari keluar kota dan melakukan perlawanan terhadap Belanda. Dengan selesainya Koningsplein (Gambir) pada tahun 1818, Batavia berkembang ke arah selatan. Tahun 1910, Belanda membangun kota taman Menteng, dan wilayah ini menjadi tempat baru bagi petinggi Belanda menggantikan Molenvliet di utara. Di awal abad ke-20, Batavia di utara, Koningspein, dan Mester Cornelis (Jatinegara) telah terintegrasi menjadi sebuah kota.

Djakarta (1942–1972)

Penjajahan oleh Jepang dimulai pada tahun 1942 dan mengganti nama Batavia menjadi Jakarta untuk menarik hati penduduk pada Perang Dunia II. Kota ini juga merupakan tempat dilangsungkannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan diduduki Belanda sampai pengakuan kedaulatan tahun 1949.

Semenjak dinyatakan sebagai ibukota, penduduk Jakarta melonjak sangat pesat akibat kebutuhan tenaga kerja kepemerintahan yang hampir semua terpusat di Jakarta. Dalam waktu 5 tahun penduduknya berlipat lebih dari dua. Berbagai kantung pemukiman kelas menengah baru kemudian berkembang, seperti Kebayoran Baru, Cempaka Putih, Rawamangun, dan Pejompongan. Pusat-pusat pemukiman juga banyak dilakukan secara mandiri oleh berbagai kementerian dan institusi milik negara lainnya, seperti Perum Perumnas.

Pada masa pemerintahan Soekarno, Jakarta melakukan pembangunan proyek besar, antara lain Gelora Bung Karno, Mesjid Istiqlal, dan Monumen Nasional. Pada masa ini pula Poros Medan Merdeka-Thamrin-Sudirman mulai dikembangkan sebagai pusat bisnis kota, menggantikan poros Medan Merdeka-Senen-Salemba-Jatinegara. Pusat pemukiman besar pertama yang dibuat oleh pihak pengembang swasta adalah Pondok Indah (oleh PT Pembangunan Jaya) pada akhir dekade 1970-an di wilayah Jakarta Selatan.

 
Banjir merupakan masalah berkepanjangan yang terus melanda Jakarta.

Laju perkembangan penduduk ini pernah dicoba ditekan oleh gubernur Ali Sadikin pada awal 1970-an dengan menyatakan Jakarta sebagai "kota tertutup" bagi pendatang. Kebijakan ini tidak bisa berjalan dan dilupakan pada masa-masa kepemimpinan gubernur selanjutnya. Hingga saat ini, Jakarta masih harus bergelut dengan masalah-masalah yang terjadi akibat kepadatan penduduk, seperti banjir, kemacetan, serta kekurangan alat transportasi umum yang memadai.

Pada Mei 1998, terjadi kerusuhan di Jakarta yang memakan korban banyak etnis Tionghoa. Gedung MPR/DPR diduduki oleh para mahasiswa yang menginginkan reformasi. Buntut kerusuhan ini adalah turunnya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan. (Lihat Kerusuhan Mei 1998).

Bahasa

Kerajaan Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura atau Sunda Kalapa, pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran kalau etnis Sunda di pelabuhan Sunda Kalapa, jauh sebelum Sumpah Pemuda, sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional. Karena perbedaan bahasa yang digunakan tersebut maka pada awal abad ke-20, Belanda menganggap orang yang tinggal di sekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan etnis Sunda dan menyebutnya sebagai etnis Betawi (kata turunan dari Batavia). Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng (yang berasal dari Cihideung dan kemudian berubah menjadi Cideung dan terakhir menjadi Cideng), dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik[6] yang saat ini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.

Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi.

Bahasa daerah juga digunakan oleh para penduduk yang berasal dari daerah lain, seperti Jawa, Sunda, Minang, Batak, Madura, Bugis, dan juga Tionghoa. Hal demikian terjadi karena Jakarta adalah tempat berbagai suku bangsa bertemu. Untuk berkomunikasi antar berbagai suku bangsa, digunakan Bahasa Indonesia.

Selain itu, muncul juga bahasa gaul yang tumbuh di kalangan anak muda dengan kata-kata yang terkadang dicampur dengan bahasa asing. Beberapa contoh penggunaan bahasa ini adalah Please dong ah!, Cape deh!, dan So what gitu loh!.

Bahasa Inggris merupakan bahasa asing yang paling banyak digunakan, terutama untuk kepentingan diplomatik, pendidikan, dan bisnis. Bahasa Mandarin juga menjadi bahasa asing yang banyak digunakan, terutama di kalangan pebisnis Tionghoa.

Budaya

Budaya Jakarta merupakan budaya mestizo, atau sebuah campuran budaya dari beragam etnis. Sejak zaman Belanda, Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang menarik pendatang dari seluruh Nusantara. Suku-suku yang mendiami Jakarta antara lain, Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Jakarta juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya Arab, Tiongkok, India, dan Portugal.

Suku Betawi sebagai penduduk asli Jakarta agak tersingkirkan oleh penduduk pendatang. Mereka keluar dari Jakarta dan pindah ke wilayah-wilayah yang ada di provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten. Budaya Betawi pun tersingkirkan oleh budaya lain baik dari Indonesia maupun budaya barat. Untuk melestarikan budaya Betawi, didirikanlah cagar budaya di Situ Babakan.

Musik

Musik tradisional maupun modern di Jakarta menggambarkan perpaduan antarbudaya dan etnis. Pengaruh dari luar Indonesia berasal dari Belanda, Republik Rakyat Cina, Portugis, Arab dan India.

Untuk musik tradisional di Jakarta, seperti tanjidor dan gambang kromong, terdapat pengaruh baik etnis Sunda seperti penggunaan rebab dan terompet tradisional. Ada pula pengaruh asing seperti halnya Trombone dan Gitar dari Eropa dan beberapa irama musik tradisional Tionghoa.

Tari

Seni tari di Jakarta merupakan perpaduan antara unsur-unsur budaya masyarakat yang ada di dalamnya. Pada awalnya, seni tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan Tionghoa seperti tariannya yang memiliki corak tari Jaipong dengan kostum penari khas pemain Opera Beijing. Namun Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling dinamis. Selain seni tari lama juga muncul seni tari dengan gaya dan koreografi yang dinamis.

Cerita rakyat

Cerita rakyat yang berkembang di Jakarta selain cerita rakyat yang sudah dikenal seperti Si Pitung juga dikenal cerita rakyat lain seperti serial Jagoan Tulen yang mengisahkan jawara-jawara Betawi baik dalam perjuangan maupun kehidupannya yang dikenal "keras". Selain mengisahkan jawara atau pendekar dunia persilatan, juga dikenal cerita Nyai Dasima yang menggambarkan kehidupan zaman kolonial.

Senjata tradisional

Senjata khas Jakarta adalah golok yang bersarungkan terbuat dari kayu.

Lain-lain

Selain budaya musik, tari-tarian dan cerita rakyat, masyarakat Betawi juga mengenal seni lenong, topeng betawi dan kesenian Si Janthuk yang kini sudah dianggap langka.

Kependudukan

Tahun Jumlah penduduk
1870 65.000
1875 99.100
1880 102.900
1883 97.000
1886 100.500
1890 105.100
1895 114.600
1901 115.900
1905 138.600
1918 234.700
1920 253.800
1925 290.400
1928 311.000
Tahun/Tanggal Jumlah penduduk
1930 435.184
1940 533.000
1945 600.000
1950 1.733.600
1959 2.814.000
31 Oktober 1961 2.906.533
24 September 1971 4.546.492
31 Oktober 1980 6.503.449
31 Oktober 1990 8.259.639
30 Juni 2000 8.384.853
1 Januari 2005 8.540.306
1 Januari 2006 7.512.323
Juni 2007 7.552.444*

*data Juni 2007 berasal dari Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta

Jumlah penduduk di Jakarta sekitar 7.512.323 (2006) namun pada siang hari, angka tersebut akan bertambah seiring datangnya para pekerja dari kota satelit seperti Bekasi, Tangerang, Bogor, dan Depok. Kota/kabupaten yang paling padat penduduknya adalah Jakarta Timur dengan 2.131.341 penduduk, sementara Kepulauan Seribu adalah kabupaten dengan paling sedikit penduduk, yaitu 19.545 jiwa.

Agama

Berkas:Grafik demografi agama di Jakarta.png
Grafik pembagian relatif kaum beragama di Jakarta pada tahun 2005

Agama yang dianut oleh penduduk DKI Jakarta beragam.

Menurut data pemerintah DKI pada tahun 2005, komposisi penganut agama di kota ini adalah sebagai berikut:[7]

Jumlah umat Buddha terlihat agak besar mungkin karena umat Konghucu juga ikut tercakup di dalamnya. Menurut data Robert Cribb[8] pada tahun 1980 jumlah penganut agama ini secara relatif adalah sebagai berikut:

  • Islam 84,4%
  • Protestan 6,3%
  • Katolik 2,9%
  • Hindu dan Buddha 5,7%
  • Tidak beragama 0,3%

Masih menurut Cribb, pada tahun 1971 penganut agama Kong Hu Cu secara relatif adalah 1,7%. Sensus penduduk Indonesia tidak mencatat agama yang dianut selain keenam agama yang diakui pemerintah.

Berbagai tempat peribadatan agama-agama dunia dapat dijumpai di Jakarta. Masjid dan musala, sebagai rumah ibadah umat Islam, tersebar di seluruh penjuru kota, bahkan sangat mungkin di setiap kelurahan. Masjid terbesar adalah masjid nasional, Masjid Istiqlal, yang terletak di Lapangan Banteng. Di seberangnya terletak Gereja Katedral Jakarta. Masih dalam lingkungan di dekatnya terdapat bangunan Gereja Imanuel bagi umat Kristen Protestan.

Sejumlah masjid penting lain adalah Masjid Agung Al-Azhar di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Masjid At Tin di Jakarta Timur, dan Masjid Sunda Kelapa di Menteng, Jakarta Pusat.

Di Jakarta terdapat pula pura di Rawamangun dengan nama Pura Adhitya Jaya, sebagai pura pusat bagi bagi umat Hindu Dharma yang bermukim di Jakarta dan sekitarnya. Bagi umat Buddha terdapat Vihara Dhammacakka Jaya di [[Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara|Sunter, Vihara Theravada Buddha Sasana di Kelapa Gading, dan Vihara Silaparamitha di Cipinang Jaya. Sedangkan bagi penganut Konghucu Kelenteng Jin Tek Yin. Jakarta juga memiliki satu sinagoga yang digunakan oleh pekerja asing Yahudi.[butuh rujukan]

Pemerintahan

Dasar hukum bagi DKI Jakarta adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2007, tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. UU ini menggantikan UU Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta serta UU Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta yang keduanya tidak berlaku lagi.

Jakarta berstatus setingkat provinsi dan dipimpin oleh seorang gubernur. Berbeda dengan provinsi lainnya, Jakarta hanya memiliki pembagian di bawahnya berupa kota administratif dan kabupaten administratif, yang berarti tidak memiliki perwakilan rakyat tersendiri. Dengan demikian, DKI Jakarta hanya memiliki DPRD Provinsi dan tidak memiliki DPRD Kabupaten/Kota.

Pembagian administratif

Berkas:Peta Jakarta.gif
Peta DKI Jakarta tanpa Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu

DKI Jakarta memiliki status khusus sebagai Daerah Khusus Ibukota. DKI Jakarta ini dibagi kepada lima kota dan satu kabupaten, yaitu:

No. Kabupaten/kota administrasi[9] Pusat pemerintahan Bupati/wali kota administrasi Luas wilayah
(km²)[10]
Jumlah penduduk (2020)[11] Kecamatan Kelurahan Lambang
 
Peta lokasi
1 Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Pulau Pramuka Junaedi 10,18 27.749 2 6
 
 
2 Kota Administrasi Jakarta Barat Kembangan Uus Kuswanto 124,44 2.434.511 8 56
 
 
3 Kota Administrasi Jakarta Pusat Menteng Dhany Sukma 52,38 1.056.896 8 44
 
 
4 Kota Administrasi Jakarta Selatan Kebayoran Baru Munjirin 154,32 2.226.812 10 65
 
 
5 Kota Administrasi Jakarta Timur Cakung Muhammad Anwar 182,70 3.037.139 10 65
 
 
6 Kota Administrasi Jakarta Utara Koja Ali Maulana Hakim 139,99 1.778.981 6 31
 
 


Gubernur

Daftar gubernur yang pernah memerintah DKI Jakarta

  Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta  
Nomor urut Gubernur Potret Partai Awal Akhir Masa jabatan Periode Wakil Ref.
4   Sumarno Sosroatmodjo
(1911–1991)
  Independen 4 Februari 1960 26 Agustus 1964 4 tahun, 204 hari I
(1960)
Henk Ngantung
1960–1964
[12]
5 Henk Ngantung
(1927–1991)
  Independen 26 Agustus 1964 15 Juli 1965 323 hari [13]
6 Sumarno Sosroatmodjo (1911–1991)   Independen 15 Juli 1965 18 Maret 1966 246 hari II
(1965)
[14]
Basuki Rachmat
(Penjabat)
(1921–1969)
  ABRIAngkatan Darat 18 Maret 1966 28 April 1966 41 hari [15]
7 Ali Sadikin
(1926–2008)
  Golkar 28 April 1966 14 Februari 1972 5 tahun, 292 hari III
(1966)
[16]
14 Februari 1972 11 Juli 1977 5 tahun, 147 hari IV
(1972)
[17]
Tjokropranolo
(Penjabat)
(1924–1998)
  Golkar 11 Juli 1977 29 September 1977 80 hari Transisi
[18]
8 Tjokropranolo 29 September 1977 29 September 1982 5 tahun, 0 hari V
(1977)
[19][20]
[21][22]
9 Suprapto
(1924–2009)
  Golkar 29 September 1982 6 Oktober 1987 5 tahun, 7 hari VI
(1982)
[23][24]
10 Wiyogo Atmodarminto
(1922–2012)
  Golkar 6 Oktober 1987 6 Oktober 1992 5 tahun, 0 hari VII
(1987)
[25][26]
11 Surjadi Sudirdja
(1939–2021)
  Golkar 6 Oktober 1992 6 Oktober 1997 5 tahun, 0 hari VIII
(1992)
[27][28]
[29]
12 Sutiyoso
(lahir 1944)
  Independen 6 Oktober 1997 6 Oktober 2002 5 tahun, 0 hari IX
(1997)
[30][31]
[32]
7 Oktober 2002 7 Oktober 2007 5 tahun, 0 hari X
(2002)
Fauzi Bowo
2002–2007
[33][34]
[35][36]
13 Fauzi Bowo
(lahir 1948)
  Demokrat 7 Oktober 2007 7 Oktober 2012 5 tahun, 0 hari XI
(2007)
Prijanto
2007–2012
[37][38]
[39]
Fadjar Panjaitan
(Pelaksana Tugas)
(lahir 1955)
  Nonpartisipan 8 Oktober 2012 15 Oktober 2012 7 hari Transisi Tidak ada [40][41]
14 Joko Widodo
(lahir 1961)
  PDI-P 15 Oktober 2012 16 Oktober 2014 2 tahun, 1 hari XII
(2012)
Basuki Tjahaja Purnama
2012–2014
[42][43]
[44]
Basuki Tjahaja Purnama
(Pelaksana Tugas)
(lahir 1966)
  Gerindra 16 Oktober 2014 19 November 2014 34 hari Lowong [45]
15 Basuki Tjahaja Purnama Independen 19 November 2014 9 Mei 2017 2 tahun, 171 hari Djarot Saiful Hidayat
2014–2017
[46][47]
[48]
Djarot Saiful Hidayat
(Pelaksana Tugas)
(lahir 1962)
  PDI-P 9 Mei 2017 15 Juni 2017 37 hari Lowong [49]
16 Djarot Saiful Hidayat 15 Juni 2017 15 Oktober 2017 122 hari [50][51]
Saefullah
(Pelaksana Harian)
(1964–2020)
  Nonpartisipan 15 Oktober 2017 16 Oktober 2017 1 hari Transisi Tidak ada [52]
17 Anies Baswedan
(lahir 1969)
  Independen 16 Oktober 2017 16 Oktober 2022 5 tahun, 0 hari XIII
(2017)
[53][54]
[55][56]
[57]
Heru Budi Hartono
(Penjabat)
(lahir 1965)
  Nonpartisipan 17 Oktober 2022 17 Oktober 2023 1 tahun, 0 hari Transisi Tidak ada [58][59]
[60][61]
17 Oktober 2023 18 Oktober 2024 1 tahun, 1 hari
Teguh Setyabudi
(Penjabat)
(lahir 1967)
  Nonpartisipan 18 Oktober 2024 Petahana 23 hari


Perwakilan

DKI Jakarta memiliki 21 perwakilan di DPR (dari tiga daerah pemilihan) dan empat orang untuk DPD. Keempat anggota DPD untuk periode 2009-2014 adalah H. Dani Anwar, Drs.H. A.M. Fatwa, H. Djan Faridz, dan Pardi.[62]

Berdasarkan hasil Pemilu Legislatif 2009, DPRD Jakarta (total 94 kursi) tersusun dari[63]

Partai Kursi %
Partai Demokrat 32 34
PKS 18 19
PDI-P 11 12
Partai Golkar 7 7
PPP 7 7
Gerindra 6 6
Partai Hanura 4 4
PDS 4 4
PAN 4 4
PKB 1 1

Mayoritas dari anggota ini adalah wajah baru (70/94, sekitar 74%), dengan proporsi anggota perempuan 27/94 (meningkat dari periode sebelumnya, 11/56).[64]

Pendidikan

Pendidikan di DKI Jakarta tersedia dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Kualitas dari pendidikan pun juga sangat bervariasi dari gedung mewah ber-AC sampai yang gedungnya sudah akan rubuh khususnya di tingkat SD dan SMP.

Belakangan ini mulai muncul berbagai sekolah dengan kurikulum yang diserap dari negara lain seperti Singapura dan Australia. Sekolah lain dengan kurikulum Indonesia pun juga muncul dengan metode pengajaran yang berbeda.

DKI Jakarta juga menjadi lokasi berbagai universitas terkemuka seperti:

Transportasi

Dalam kota

 
Jalur Bus Transjakarta (Busway)
Berkas:Map.jpg
Peta transportasi kota Jakarta

Di DKI Jakarta, tersedia jaringan jalan raya dan jalan tol yang melayani seluruh kota, namun perkembangan jumlah mobil dengan jumlah jalan sangatlah timpang (5-10% dengan 4-5%).

Menurut data dari Dinas Perhubungan DKI, tercatat 46 kawasan dengan 100 titik simpang rawan macet di Jakarta. Definisi rawan macet adalah arus tidak stabil, kecepatan rendah serta antrean panjang. Selain oleh warga Jakarta, kemacetan juga diperparah oleh para pelaju dari kota-kota di sekitar Jakarta seperti Depok, Bekasi, Tangerang, dan Bogor yang bekerja di Jakarta. Untuk di dalam kota, kemacetan dapat dilihat di Jalan Sudirman, Jalan Thamrin, Jalan Rasuna Said, dan Jalan Gatot Subroto terutama pada jam-jam pulang kantor.

Pemda DKI telah menghadirkan layanan transportasi umum yang dikenal sebagai TransJakarta menggunakan bus dan halte yang berada di jalur khusus. Koridor Busway yang ada di Jakarta adalah sebagai berikut.

Untuk mendukung laju mobilitas penduduk, Jakarta membangun sejumlah jalan tol yaitu Tol Dalam Kota, Tol Lingkar Luar, Tol Bandara, serta ruas tol Jakarta-Cikampek-Bandung, Jakarta-Bogor-Ciawi, dan Jakarta-Merak, yang menghubungkan Jakarta dengan kota-kota di sekitarnya. Selain itu, juga sedang dibangun ruas tol dalam kota yang menghubungkan Bekasi Utara-Cawang-Kampung Melayu. Pemerintah juga berencana membangun Tol Lingkar Luar tahap kedua yang melingkar dari Bandara Soekarno Hatta-Tangerang-Serpong-Cinere-Cimanggis-Cibitung-Tanjung Priok.

Pemda juga sedang membangun dua jalur monorel yairu Green Line dan Blue Line, namun pembangunan monorel ini tidak berjalan lancar dan sering terhenti akibat berbagai masalah yang masih dihadapi konsorsium pembangunnya, PT Jakarta Monorail. Proyek ini diberi nama Monorel Jakarta. Pemerintah Daerah DKI Jakarta juga tengah mempersiapkan pembangunan kereta bawah tanah (subway) yang dananya diperoleh dari pinjaman lunak negara Jepang. Pembangunan sarana transportasi bawah tanah ini akan dilaksanakan mulai tahun 2008. Untuk lintasan kereta api, pemerintah sedang menyiapkan double-double track pada jalur lintasan kereta api Manggarai-Cikarang. Selain itu juga, saat ini sedang direncanakan untuk membangun jalur kereta api dari Manggarai menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng. Semua pembangunan jalur kereta api ini diperkirakan akan selesai pada tahun 2010.

Luar kota

Untuk ke kota-kota di Pulau Jawa, bisa dicapai dari Jakarta dengan jaringan jalan dan beberapa ruas jalan tol. Jalan tol terbaru adalah Jalan Tol Cipularang yang mempersingkat waktu tempuh Jakarta-Bandung menjadi sekitar 1,5 jam. Selain itu juga tersedia layanan kereta api yang berangkat dari enam stasiun pemberangkatan di Jakarta. Untuk ke pulau Sumatera, tersedia ruas jalan tol Jakarta-Merak yang kemudian dilanjutkan dengan layanan penyeberangan dari Pelabuhan Merak ke Bakauheni. Untuk ke luar pulau dan luar negeri, Jakarta memiliki satu pelabuhan laut di Tanjung Priok dan dua bandar udara. Bandara yang terdapat di Jakarta adalah:

Kondisi dan sumber daya alam

Pada tahun 2004, untuk kesekian kalinya, Kota Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan meraih penghargaan Bangun Praja kategori "Kota Terbersih dan Terindah di Indonesia" (dulu disebut "Adipura"). Salah satu faktor penentu keberhasilan kedua kota tersebut adalah keberadaan kawasan Menteng (Jakpus) dan Kebayoran Baru (Jaksel) yang asri dan bersih.

Dahulu kota Jakarta adalah kota yang asri karena banyak ditumbuhi berbagai pepohonan. Sejumlah nama kawasan di DKI Jakarta menunjukkan bahwa di daerah tersebut dulunya banyak pepohonan atau tumbuhan dengan nama bersangkutan, antara lain:

Namun demikian, penebangan pohon kota memusnahkan pohon sebagai identitas karakter lanskap kawasan yang memakai nama-nama pohon tersebut.

Pariwisata

Lihat pula: Museum-museum di Jakarta

DKI Jakarta juga memiliki berbagai objek pariwisata seperti:

Olah Raga

Sejak masa Presiden Soekarno hingga saat ini, Jakarta sering menjadi tempat penyelenggaraan event-event olah raga berskala internasional, di antaranya pernah menjadi tuan rumah Asian Games di tahun 1962, Piala Asia di tahun 2007 dan beberapa kali menjadi tuan rumah Pesta Olah Raga bangsa-bangsa Asia Tenggara atau yang lebih dikenal dengan Sea Games. Mayoritas masyarakat Jakarta gemar berolah raga. Sepak bola merupakan cabang permainan yang banyak diminati masyarakat, di samping bulu tangkis, bola voli, dan bola basket. Jakarta memiliki beberapa klub sepak bola profesional. Diantaranya Persija Jakarta Pusat dan Persitara Jakarta Utara, yang saat ini ikut berlaga di kompetisi Liga Super Indonesia.

Tempat-tempat olah raga di Jakarta antara lain:

Media

Media cetak

Televisi

Radio

Jakarta memiliki puluhan stasiun radio yaitu :

Pusat perbelanjaan

Lihat pula: Daftar pusat perbelanjaan di Jakarta
 
Salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta

Sejak awal tahun 1990, Pemerintah DKI Jakarta gencar membangun pusat-pusat perbelanjaan modern, atau biasa yang dikenal dengan mal dan plaza. Saat ini Jakarta merupakan salah satu kota di Asia yang banyak memiliki pusat perbelanjaan. Beberapa pusat perbelanjaan modern di Jakarta memiliki luas yang cukup besar (lebih dari 100.000 m2), diantaranya ialah Grand Indonesia, Mal Taman Anggrek, Plaza Senayan, Plaza Indonesia, Mal Kelapa Gading, Plaza Semanggi, Mal Artha Gading, dan Pacific Place. Di pusat-pusat perbelanjaan tersebut hadir berbagai waralaba internasional seperti Starbucks, Sogo Department Store, jaringan restoran siap saji McDonalds. Selain itu, perusahaan-perusahaan waralaba nasional juga memenuhi ruang pusat-pusat perbelanjaan tersebut, seperti Es Teler 77, J.Co, dan Bakmie Gajah Mada. Disamping pusat-pusat perbelanjaan mewah, Jakarta juga memiliki banyak pasar-pasar tradisional dan pusat perdagangan grosir, antara lain ITC Mangga Dua, ITC Cempaka Mas, dan Pasar Tanah Abang yang menjadi pusat grosir tekstil terbesar di Asia Tenggara. Selain itu, terdapat pula hypermarket yang menjadi tren belanja kalangan menengah di Jakarta, antara lain Carrefour, Hypermart, Giant, Ranch Market, dan Makro. Untuk lingkup lingkungan, juga tersedia pusat belanja kebutuhan sehari-hari dengan harga yang terjangkau seperti Indomaret dan Alfamart.

Wisata Belanja

Dalam rangka menciptakan Jakarta sebagai kota tujuan wisata belanja, pemerintah mengadakan program "Enjoy Jakarta". Program ini salah satunya diadakan di pusat-pusat perbelanjaan yang terdapat di Jakarta. Untuk mewujudkan Jakarta sebagai tujuan wisata belanja yang unggul, pemerintah saat ini sedang mengembangkan poros Casablanca-Satrio sebagai poros wisata belanja. Di poros ini, selain sudah ada pusat perbelanjaan Mal Ambassador dan ITC Kuningan, nantinya juga hadir pusat perbelanjaan Ciputra World, Kuningan City, dan Kota Casablanca.

Permasalahan

Permasalahan sosial

Sebagaimana umumnya kota megapolitan, kota yang berpenduduk diatas 10 juta, Jakarta memiliki masalah stress, kriminalitas, dan kemiskinan. Penyimpangan peruntukan lahan dan privatisasi lahan telah menghabiskan persediaan taman kota sehingga menambah tingkat stress warga Jakarta. Kemacetan lalu lintas, menurunnya interaksi sosial karena gaya hidup individualistik juga menjadi penyebab stress. Tata ruang kota yang tidak partisipatif dan tidak humanis menyisakan ruang-ruang sisa yang mengundang tindak laku kriminal. Penggusuran kampung miskin dan penggusuran lahan usaha informal oleh pemerintah DKI adalah penyebab aktif kemiskinan di DKI.

Jumlah pendatang di Jakarta (2002-2005)

Tahun Eksodus Influks Perbedaan
2002 2.643.273 2.874.801 231.528
2003 2.816.384 3.021.214 204.830
2004 2.213.812 2.404.168 190.356
2005 ? 200.000-250.000*

Catatan: * perkiraan
Sumber: Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta

Banjir

Pembangunan tanpa kendali di wilayah hilir, penyimpangan peruntukan lahan kota, dan penurunan tanah akibat eksploitasi air oleh industri menyebabkan turunnya kapasitas penyaluran air sistim sungai di Jakarta sehingga kini Jakarta kerap dilanda banjir besar.

Untuk memperbaiki keadaan, Jakarta membangun dua banjir kanal, yaitu Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat. Banjir Kanal Timur mengalihkan air dari Ciliwung ke arah timur, melalui daerah Pondok Bambu, Pondok Kopi, Cakung, sampai Cilincing. Sedangkan Banjir Kanal Barat yang telah dibangun sejak zaman kolonial Belanda, mengaliri air melalui Karet, Tanahabang, sampai Angke. Selain itu Jakarta juga memiliki dua drainase, yaitu Cakung Drain dan Cengkareng Drain.

Makanan

Jakarta merupakan kota internasional yang banyak menyajikan makanan khas dari seluruh dunia. Di wilayah-wilayah yang banyak didiami oleh para ekspatriat asing, seperti di daerah Menteng, Kemang, Pondok Indah, dan daerah pusat bisnis Jakarta, tidak sulit untuk menjumpai makanan-makanan khas asal Eropa, China, Jepang dan Korea. Makanan-makanan ini biasanya dijual dalam restoran-restoran mewah. Di Jakarta, dan sepeti kota-kota besar lainnya di Indonesia, Rumah Makan Padang yang paling banyak dijumpai, hampir di seluruh tempat di Jakarta, kita dengan mudah akan menemukan rumah makan yang manyajikan masakan asal Minang ini. Jakarta juga memiliki makanan khasnya, yang paling terkenal adalah Kerak Telor dan Soto Betawi.

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ Sesuai data resmi Dinas Kependudukan Jakarta tahun 2005)
  2. ^ Menurut Dinas Kependudukan Provinsi DKI Jakarta jumlah resmi sesuai data-data kelurahan adalah 7.512.323 jiwa pada bulan Januari 2006
  3. ^ Turner, Peter (1997). Java (edisi ke-1st edition). Melbourne: Lonely Planet Publications. hlm. p. 37. ISBN 0-86442-314-4. 
  4. ^ "Jakarta: When to Go". Lonely Planet. Lonely Planet Publications. 2008. Diakses tanggal 2008-10-06. 
  5. ^ Sesuai Gonda (1951:348) yang mengutip Hoessein Djajadiningrat.
  6. ^ Three Old Sundanese Poems. KITLV Press. 2007. 
  7. ^ Data pemerintahan tidak ikut menghitung data kependudukan kecamatan Pesanggrahan dan Cilandak di Jakarta Selatan. Kedua kecamatan ini penduduknya adalah 300.000 jiwa atau sekitar 4 % penduduk Jakarta. Data ini tidak mencatat para penganut agama Kong Hu Cu
  8. ^ Data Robert Cribb, Historical Atlas of Indonesia (2000:47-51)
  9. ^ "Buku XI Provinsi DKI Jakarta" (PDF). Kemendagri. 18 Agustus 2015. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-07-12. Diakses tanggal 23 Februari 2018. 
  10. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama :0
  11. ^ "Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi DKI Jakarta, 2015". BPS Provinsi DKI Jakarta. 24 Januari 2017. Diakses tanggal 22 Februari 2018. 
  12. ^ Chrisfanni, Stella (17 April 2012). DED, ed. "Soemarno Sosroatmodjo, Gubernur yang Merangkap Mendagri". Okezone.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-06-07. Diakses tanggal 19 Maret 2017. 
  13. ^ Bima Wicandra, Obed (2017-12-13). Henk Ngantung: Saya Bukan Gubernurnya PKI. Deepublish. ISBN 978-602-453-563-6. Diakses tanggal 2023-05-05. 
  14. ^ Refleksi pers kepala daerah Jakarta, 1945–2012. Badan Kerjasama Kesenian Indonesia. 2012. ISBN 9786027838031. 
  15. ^ Notosusanto, Nugroho; Poesponegoro, Marwati Djoened (1984). Sejarah Nasional Indonesia. VI. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. hlm. 414–415. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-20. Diakses tanggal 2023-01-20. 
  16. ^ "Bila Golkar Menang". DataTempo.co. Djakarta. 1971-05-29. Diakses tanggal 2023-05-05. 
  17. ^ Sadikin, Ali (1977). Gita Jaya: Catatan H. Ali Sadikin, Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1966-1977. Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Diakses tanggal 2023-05-05. 
  18. ^ Yayasan Idayu (11 Juli 1977). "Serah terima Jabatan [gambar] : upacara serah terima jabatan Gubernur DKI Jaya Letjend Marinir H. Ali Sadikin kepada Letjend Nolly Tjokropranolo tanggal 11 Juli 1977 di gedung DPRD DKI Jakarta". Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-02-12. Diakses tanggal 15 Desember 2019. 
  19. ^ "Petunjuk Presiden Dalam Membangun Jakarta: Utamakan Kepentingan Rakyat Banyak". Suara Karya. 30 Januari 1979. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-07. Diakses tanggal 4 November 2017. 
  20. ^ Tjokropranolo. 1992. Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman pemimpin pendobrak terakhir penjajahan di Indonesia. PT Surya Persindo. ISBN 979-8329-00-7
  21. ^ Restu Gunawan, Gagalnya Sistem Kanal: Pengendalian Banjir Jakarta dari Masa ke Masa, 2010:106
  22. ^ "Tjokropranolo dan Ismail Hasan". DataTempo.co. 1993. Diakses tanggal 2023-05-05. 
  23. ^ Yayasan Idayu (29 September 1982). "Tanggal 29 Sept 1982 [gambar] : upacara serah terima jabatan Gubernur DKI dari Tjoropranolo kepada pengganti R. Soeprapto disaksikan Menteri dalam Negeri Amir Machmud di balai Sidang DKI". Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Diakses tanggal 15 Desember 2019. 
  24. ^ "Pelantikan Dewan Pembina Daerah Golkar DKI Jakarta, R. Soeprapto oleh Ketua Dewan Pembina Golkar M. Panggabean di Balaikota, 13 September 1984 [gambar]". Perpusatakaan Nasional Republik Indonesia. 1984-09-13. Diakses tanggal 2023-05-05. 
  25. ^ Yayasan Idayu (6 Oktober 1987). "Mendagri Soepardjo Roestam hari selasa (6 Oktober 1987) di ruang sidang DPRD DKI Jaya melantik Wiyogo Atmodarminto menjadi Gubernur DKI Jaya periode 1987-1992 menggantikan R. Soeprapto, tampak Wiyogo ketika menandatangani naskah pelantikan disaksikan Mendagri". Perpusnas. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-01-28. Diakses tanggal 15 Desember 2019. 
  26. ^ "Wahono, Wiyogo Atmodarminto, dan Istri Masing-masing". DataTempo.co. 1989. Diakses tanggal 2023-05-05. 
  27. ^ Legislatif Jaya. 11. Humas DPRD DKI Jakarta. 1989. hlm. 3. Diakses tanggal 2023-05-05. 
  28. ^ Soedirdja, Surjadi (1997). Kiat-Kiat Membangun Kota Jakarta, 1992-1997: Pemikiran, Ucapan, dan Obsesi Surjadi Soedirdja Selama Memimpin Daerah Khusus Ibukota Jakarta. CintaIbukota, bekerja sama Diklatprop DKI Jakarta. Diakses tanggal 2023-05-05. 
  29. ^ "Surjadi Soedirdja". DataTempo.co. 1996-10-18. Diakses tanggal 2023-05-05. 
  30. ^ "Tidak Ada Rivalitas Sutiyoso dengan Para Wakilnya". Tempo.co. 2003-08-27. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-09-08. Diakses tanggal 2020-05-13. 
  31. ^ "Alasan Sutiyoso Pilih Didampingi 4 Wagub Saat Pimpin DKI". Merdeka.com. 2019-09-19. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-12. Diakses tanggal 2020-05-13. 
  32. ^ "Ini Cerita Sutiyoso Pindah Haluan Dari Tentara Menjadi Gubernur". Kompas.com. 2020-02-04. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-04-22. Diakses tanggal 2020-05-13. 
  33. ^ Adityo, FX Dimas (11 September 2002). "Sutiyoso Kembali Terpilih Sebagai Gubernur DKI Jakarta". Tempo.co. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-03-19. Diakses tanggal 18 Maret 2017. 
  34. ^ PIN (12 September 2002). "Sutiyoso Kembali Menjabat Gubernur DKI". Liputan6.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-03-19. Diakses tanggal 18 Maret 2017. 
  35. ^ ANS (8 Oktober 2002). "Pelantikan Sutiyoso Berjalan Lancar". Liputan6.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-03-19. Diakses tanggal 18 Maret 2017. 
  36. ^ Adityo, Dimas (7 Oktober 2002). "Sutiyoso: Wewenang dan Tugas Deputi Gubernur Harus Jelas". Tempo.co. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-03-19. Diakses tanggal 18 Maret 2017. 
  37. ^ "KPU Tetapkan Fauzi Bowo-Prianto Pemenang Pilkada DKI 2007". Antara News. Jakarta. 16 Agustus 2007. Diakses tanggal 5 Mei 2023. 
  38. ^ "Fauzi Bowo Resmi Dilantik". Liputan6.com. Jakarta. 7 Oktober 2007. Diakses tanggal 5 Mei 2023. 
  39. ^ "Usai Sertijab, Foke Terbang ke Berlin". BeritaSatu.com. 15 Oktober 2012. Diakses tanggal 5 Mei 2023. 
  40. ^ "Pelantikan Jokowi diundur, Menteri Dalam Negeri Tunjuk Sekretaris Daerah DKI Jakarta". Merdeka.com. 8 Oktober 2014. Diakses tanggal 8 Oktober 2014. [pranala nonaktif permanen]
  41. ^ Priliawito, Eko (2012-10-08). "Plh Gubernur DKI Mulai Jalankan Tugas Sementara Jokowi". Viva. Diakses tanggal 2023-05-05. 
  42. ^ "Jokowi named as Jakarta`s new governor today". Antara News (dalam bahasa Inggris). Jakarta. 29 Septber 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-05-10. Diakses tanggal 5 Mei 2023. 
  43. ^ Afrido Simanjuntak, Rico (15 Oktober 2012). "Jokowi-Ahok resmi pimpin Jakarta baru". SindoNews.com. Diakses tanggal 5 Mei 2023. 
  44. ^ Purnamasari, Deti Mega (16 Oktober 2014). PAB, ed. "Hari ini Jokowi Sudah bukan Gubernur DKI Jakarta Lagi". Suara Pembaruan. Beritasatu.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-01-16. Diakses tanggal 16 Oktober 2014. 
  45. ^ Yudhistira, Angkasa (16 Oktober 2014). PUT, ed. "SBY Keluarkan Keppres, Ahok Resmi Plt Gubernur DKI". Okezone.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-10-19. Diakses tanggal 16 Oktober 2014. 
  46. ^ "Ahok Sah Menjadi Gubernur DKI Jakarta". BBC Indonesia. 19 November 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-01-04. Diakses tanggal 12 Mei 2017. 
  47. ^ Rudi, Alsadad (11 Februari 2017). Damanik, Caroline; Damanik, ed. "Ahok Resmi Aktif Kembali Jadi Gubernur DKI". Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-02-13. Diakses tanggal 13 Februari 2017. 
  48. ^ Hilal, Fauzan (9 Mei 2017). "Ahok Diberhentikan dari Jabatan Gubernur". Medcom.id. Jakarta. Diakses tanggal 5 Mei 2023. 
  49. ^ Khoer, Miftahul (9 Mei 2017). "Resmi, Djarot Plt Gubernur DKI Jakarta". Medcom.id. Jakarta. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-10-29. Diakses tanggal 5 Mei 2023. 
  50. ^ "Presiden Jokowi Lantik Djarot Saiful Hidayat sebagai Gubernur DKI Jakarta". Sekretariat Negara Republik Indonesia. 15 Mei 2017. Diakses tanggal 5 Mei 2023. 
  51. ^ "Senasib dengan Anies, Djarot Ceritakan Sulitnya Jabat Gubernur Tanpa Wagub". Kompas.com. Jakarta. 10 Agustus 2019. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-06-23. Diakses tanggal 22 Juni 2020. 
  52. ^ Merta Surya Putra, Putu (12 Oktober 2017). "Kemendagri Tunjuk Sekda Saefullah Jadi Plh Gubernur DKI". Liputan6.com. Jakarta. Diakses tanggal 5 Mei 2023. 
  53. ^ Pribadi, Andy (16 Oktober 2014). Andy Pribadi, ed. "KPU DKI Resmi Tetapkan Anies-Sandi Gubernur dan Wakil Gubernur Terpilih". Tribunnews.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-10-11. Diakses tanggal 16 Oktober 2014. 
  54. ^ "Dilantik Presiden Jokowi, Anies-Sandi Resmi Pimpin DKI Jakarta 2017-2022". Sekretariat Presiden Republik Indonesia. 16 Oktober 2017. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-05. Diakses tanggal 5 Mei 2023. 
  55. ^ Lewar, John (17 Oktober 2017). "Djarot Piknik, Anies Sertijab dengan Saefullah". Media Indonesia. Diakses tanggal 5 Mei 2023. 
  56. ^ Aliya Azzahra, Tiara (13 September 2022). "DPRD DKI Resmi Umumkan Pemberhentian Anies Sebagai Gubernur". Detik.com. Jakarta. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-05. Diakses tanggal 5 Mei 2023. 
  57. ^ Garda Bhwana, Petir, ed. (17 Oktober 2022). "Jokowi Honorably Dismisses Anies Baswedan as Jakarta Governor". Tempo.co (dalam bahasa Inggris). Jakarta. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-22. Diakses tanggal 5 Mei 2023. 
  58. ^ "Usai Sertijab, Anies: Terima Kasih Pak Mendagri". Okezone.com. Jakarta. 17 Oktober 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-26. Diakses tanggal 5 Mei 2023. 
  59. ^ "Jokowi Pilih Heru Budi Hartono Jadi Pj Gubernur Pengganti Anies". JPNN.com. Jakarta. 7 Oktober 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-19. Diakses tanggal 5 Mei 2023. 
  60. ^ Huda, Larissa, ed. (7 Oktober 2022). "Heru Budi Hartono Ditetapkan Menjadi Pj Gubernur DKI Jakarta". Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-07. Diakses tanggal 7 Oktober 2022. 
  61. ^ "Sah, Heru Budi Hartono Dilantik Jadi Pj Gubernur DKI Jakarta". Okezone.com. Jakarta. 17 Oktober 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-28. Diakses tanggal 5 Mei 2023. 
  62. ^ Hasil Peroleh Suara DPD DKI Jakarta
  63. ^ Jakarta wraps up vote recapitulation, Democratic Party leads. The Jakarta Post. Edisi 2 Mei 2009 daring. Diakses 2 Mei 2009.
  64. ^ 74 Persen Anggota DPRD DKI Wajah Baru. Kompas daring. 4-5-2009.

Pranala luar

Galeri gambar

  Kota Provinsi Populasi     Kota Provinsi Populasi
1 Jakarta Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11.135.191  
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
7 Makassar Sulawesi Selatan 1.477.861
2 Surabaya Jawa Timur 3.017.382 8 Batam Kepulauan Riau 1.294.548
3 Bandung Jawa Barat 2.579.837 9 Pekanbaru Riau 1.138.530
4 Medan Sumatera Utara 2.539.829 10 Bandar Lampung Lampung 1.073.451
5 Palembang Sumatera Selatan 1.781.672 11 Padang Sumatera Barat 939.851
6 Semarang Jawa Tengah 1.699.585 12 Malang Jawa Timur 885.271
Sumber: Data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (per 30 Juni 2024). Catatan: Tidak termasuk kota satelit.

Templat:Ibukota negara di asia tenggara

6°11′S 106°50′E / 6.183°S 106.833°E / -6.183; 106.833