Indonesia

negara di Asia Tenggara dan Oseania

Indonesia, dengan nama resmi Republik Indonesia,[a] adalah sebuah negara kepulauan di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara daratan benua Asia dan Oseania sehingga dikenal sebagai negara lintas benua, serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.

Republik Indonesia

SemboyanBhinneka Tunggal Ika (Jawa Kuno)
("Walaupun Berbeda-beda tetapi tetap satu jua")
Ideologi Nasional:
Pancasila
Lokasi  Indonesia  (hijau)

di ASEAN  (abu-abu tua)  –  [Legenda]

Lokasi Indonesia
Ibu kota
Jakarta
6°11′S 106°50′E / 6.183°S 106.833°E / -6.183; 106.833
Bahasa resmiIndonesia
Bahasa daerah
Lebih dari 700 bahasa[1]
Kelompok etnik
Sekitar 1.340 suku bangsa[2][3]
Agama
  • 87,02% Islam
  • 1,69% Hinduisme
  • 0,73% Buddhisme
  • 0,03% Konfusianisme
  • 0,04% Aliran Kepercayaan
    dan Lainnya
PemerintahanKesatuan presidensial republik konstitusional
• Presiden
Joko Widodo
Ma'ruf Amin
LegislatifMajelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Kemerdekaan 
dari Belanda
17 Agustus 1945
27 Desember 1949
Luas
 - Total
1.904.569 km2[6] (ke-14)
 - Perairan (%)
4,85
Penduduk
 - Perkiraan Q2 2023
Increase neutral 279.118.866[7]
 - Sensus Penduduk 2020
270.203.917[8] (ke-4)
143/km2 (ke-60)
PDB (KKB)2024
 - Total
Kenaikan $4,721 triliun[9] (ke-7)
Kenaikan $16.861[9] (ke-98)
PDB (nominal)2024
 - Total
Kenaikan $1,476 triliun[9] (ke-16)
Kenaikan $5.271[9] (ke-112)
Gini (2021)Steady 37,9[10]
sedang
IPM (2022)Kenaikan 0,713[11]
tinggi · ke-112
Mata uangRupiah (Rp)
(IDR)
Zona waktuberagam
(UTC+7 sampai +9)
Format tanggalDD/MM/YYYY
Lajur kemudikiri
Kode telepon+62
Kode ISO 3166ID
Ranah Internet.id
Situs web resmi
indonesia.go.id
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Indonesia merupakan negara terluas ke-14 sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah sebesar 1.904.569 km²,[12] serta negara dengan pulau terbanyak ke-6 di dunia, dengan jumlah 17.504 pulau.[13] Nama alternatif yang dipakai untuk kepulauan Indonesia disebut Nusantara.[14] Selain itu, Indonesia juga menjadi negara berpenduduk terbanyak ke-4 di dunia dengan penduduk mencapai 277.749.853 jiwa pada tahun 2022,[15] serta negara dengan penduduk beragama Islam terbanyak kedua di dunia setelah Pakistan, dengan penganut lebih dari 238.875.159 jiwa atau sekitar 86,9%.[16][17] Indonesia adalah negara multiras, multietnis, dan multikultural di dunia, seperti halnya Amerika Serikat.[18] Indonesia berbatasan dengan sejumlah negara di Asia Tenggara dan Oseania. Indonesia berbatasan di wilayah darat dengan Malaysia di Pulau Kalimantan dan Sebatik, dengan Papua Nugini di Pulau Papua, dan dengan Timor Leste di Pulau Timor. Negara yang hanya berbatasan laut dengan Indonesia adalah Singapura, Filipina, Australia, Thailand, Vietnam, Palau, dan wilayah persatuan Kepulauan Andaman dan Nikobar, India.

Indonesia adalah negara kesatuan dengan bentuk pemerintahan republik berdasarkan konstitusi yang sah, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).[19] Berdasarkan UUD 1945 pula, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Presiden dicalonkan lalu dipilih dalam pemilihan umum. Ibu kota Indonesia saat ini adalah Jakarta. Pada tanggal 18 Januari 2022, pemerintah Indonesia menetapkan Ibu Kota Nusantara yang berada di Pulau Kalimantan, yang menempati wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara, untuk menggantikan Jakarta sebagai ibu kota yang baru.[20] Hingga tahun 2022, proses peralihan ibu kota masih berlangsung.

Sejarah Indonesia banyak dipengaruhi oleh bangsa-bangsa pendatang dan penjajah. Kepulauan Indonesia menjadi wilayah perdagangan penting sejak abad ke-7, yaitu sejak berdirinya Sriwijaya, kerajaan bercorak Hinduisme-Buddhisme yang berpusat di Palembang. Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan bangsa Tionghoa, India, dan juga Arab. Agama dan kebudayaan Hinduisme-Buddhisme tumbuh, berkembang, dan berasimilasi di kepulauan Indonesia pada awal abad ke-4 hingga abad ke-13 Masehi. Setelah itu, para pedagang sufi dan Islam sunni membawa agama dan kebudayaan Islam sekitar abad ke-8 hingga abad ke-16. Pada akhir abad ke-15, bangsa-bangsa Eropa datang ke kepulauan Indonesia dan berperang untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku semasa Zaman Penjelajahan. Setelah berada di bawah kolonial Belanda, Indonesia yang saat itu bernama Hindia Belanda, memproklamasikan kemerdekaan di akhir Perang Dunia II, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945. Selanjutnya, Indonesia mendapat berbagai tantangan dan persoalan berat, mulai dari bencana alam, praktik korupsi yang masif, konflik sosial, gerakan separatisme, proses demokratisasi, dan periode pembangunan, perubahan dan perkembangan sosial–ekonomi–politik, serta modernisasi yang pesat.

Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, dan agama. Berdasarkan rumpun bangsa, Indonesia terdiri atas bangsa asli pribumi yakni Austronesia dan Melanesia di mana bangsa Austronesia yang terbesar jumlahnya dan lebih banyak mendiami Indonesia bagian barat. Dengan suku Jawa dan Sunda membentuk kelompok suku bangsa terbesar dengan persentase mencapai 57% dari seluruh penduduk Indonesia.[21] Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka Tunggal Ika" (Berbeda-beda tetapi tetap satu), bermakna keberagaman sosial-budaya yang membentuk satu kesatuan negara. Selain memiliki penduduk yang padat dan wilayah yang luas, Indonesia memiliki alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati terbesar ke-2 di dunia.

Etimologi

Kata "Indonesia" berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu Indus yang merujuk kepada Sungai Indus di India dan nesos yang berarti "pulau".[22] Jadi, kata Indonesia berarti wilayah "kepulauan India", atau kepulauan yang berada di wilayah Hindia; ini merujuk kepada persamaan antara dua bangsa tersebut (India dan Indonesia).[23] Pada tahun 1850, George Windsor Earl, seorang etnolog berkebangsaan Inggris, awalnya mengusulkan istilah Indunesia dan Malayunesia untuk penduduk "Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu".[24] Murid Earl, James Richardson Logan, menggunakan kata Indonesia sebagai sinonim dari Kepulauan India.[25][26] Namun, penulisan akademik Belanda di media Hindia Belanda tidak menggunakan kata Indonesia, tetapi istilah Kepulauan Melayu (Maleische Archipel); Hindia Timur Belanda (Nederlandsch Oost Indië), atau Hindia (Indië); Timur (de Oost); dan bahkan Insulinde (istilah ini diperkenalkan tahun 1860 dalam novel Max Havelaar (1859) yang ditulis oleh Multatuli mengenai kritik terhadap kolonialisme Belanda).[14]

Sejak tahun 1900, nama Indonesia menjadi lebih umum pada lingkungan akademik di luar Belanda, dan golongan nasionalis Indonesia menggunakannya untuk ekspresi politik.[14] Adolf Bastian dari Universitas Berlin memasyarakatkan nama ini melalui buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipels, 1884–1894. Pelajar Indonesia pertama yang menggunakannya ialah Suwardi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantara), ketika ia mendirikan kantor berita di Belanda yang bernama Indonesisch Pers Bureau pada tahun 1913.[23]

Sejarah

Periode prasejarah

 
Peta wilayah Sundaland, Sahul, dan Wallacea pada kala Pleistosen.

Kepulauan Indonesia terbentuk melalui berbagai aktivitas tektonis yang sangat kompleks sejak awal masa Senozoikum (sekitar 66 juta tahun lalu) dan mulai mencapai bentuknya yang sekarang ketika memasuki kala Pleistosen (sekitar 2,58 juta tahun lalu).[27] Pada kala tersebut, permukaan laut global saat itu rata-rata lebih rendah 130 meter daripada permukaan laut global sekarang,[28] sehingga muncul Daratan Sunda (Sundaland) yang terhubung dengan daratan utama Asia dan saat ini mencakup Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan lautan-lautan di antaranya,[29][30] serta Benua Sahul yang saat ini mencakup Pulau Papua, Australia, dan Laut Arafura.[31][32] Kedua daratan tersebut diantarai oleh Kepulauan Wallacea yang saat ini mencakup Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku.[33] Sekitar 74.000 tahun yang lalu, letusan dahsyat berskala VEI-8 terjadi pada Gunung Toba (sekarang menjadi Danau Toba). Letusan tersebut konon menjadi letusan gunung berapi terbesar yang berhasil diteliti. Perubahan iklim yang ditimbulkannya diperkirakan menjadi penyebab populasi manusia modern dunia hampir seluruhnya musnah dan pergerakan migrasi manusia sempat terhenti pada subkala Pleistosen Akhir.[34][35] Lalu pada akhir periode glasial terakhir (sekitar 12.000 tahun lalu), permukaan laut naik setinggi 60 meter hanya dalam kurun waktu lima milenium.[36] Akibatnya, daratan yang lebih rendah terendam dan membentuk perairan dangkal, sementara daratan yang lebih tinggi terpisah-pisah menjadi pulau-pulau yang lebih kecil. Pulau-pulau tersebut membentuk kepulauan Indonesia seperti sekarang ini.[37]

 
Ilustrasi "Manusia Jawa" oleh J. H. McGregor.

Dari kumpulan fosil manusia purba Homo erectus (atau manusia Jawa) dan Homo floresiensis ("manusia Flores") yang pernah menetap di Indonesia, kuat dugaan bahwa kepulauan Indonesia telah dihuni oleh manusia purba tersebut sekurang-kurangnya antara dua juta sampai 500.000 tahun yang lalu. Manusia purba tersebut kemudian berangsur-angsur punah seiring dengan kedatangan manusia modern (Homo sapiens) di kepulauan Indonesia.[38][39]

Gelombang migrasi manusia modern pertama kali sampai di kepulauan Indonesia melalui jalur darat sekitar 60.000 tahun yang lalu. Gelombang pertama ini menjadi nenek moyang dari bangsa Melanesia.[40][41] Kemudian sekitar 3.500–1.500 SM, bangsa Austronesia yang berasal dari Taiwan tiba melalui jalur laut dan menetap di kepulauan Indonesia. Sebagian bangsa Melanesia yang telah ada lebih dahulu terdesak ke wilayah-wilayah timur jauh, sementara sebagian lagi berasimilasi dengan pendatang tersebut.[40][42][43] Manusia yang menetap tersebut kemudian mengembangkan budaya bercocok tanam dan melaut.[44]

Periode monarki

Kerajaan Hindu-Buddha

 
Situs Percandian Batujaya yang berada di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Candi-candi yang ada di dalamnya merupakan sisa-sisa peninggalan Tarumanagara.

Kandis diduga merupakan kerajaan tertua di Nusantara (kepulauan Indonesia) yang berdiri pada abad ke-1 SM dan terletak di daerah yang saat ini menjadi wilayah Provinsi Riau, tetapi keberadaannya masih sering diperdebatkan oleh para sejarawan, karena tidak adanya bukti yang jelas atas kerajaan ini.[45] Keberadaan Salakanagara yang berdiri pada abad ke-1 Masehi di daerah sekitar Cianjur, Jawa Barat juga masih menjadi perdebatan oleh para ahli karena kurangnya bukti-bukti sejarah, meskipun kerajaan ini merupakan cikal bakal Tarumanagara.[45]

Dua kerajaan tertua Nusantara yang memiliki bukti-bukti sejarah adalah Kutai Martapura di wilayah Kalimantan Selatan saat ini dan Tarumanagara di wilayah barat Pulau Jawa, yang sama-sama berdiri pada abad ke-4 Masehi.[46] Kedua kerajaan tersebut dibuktikan memiliki corak Hindu-Buddha, sehingga dapat dipastikan bahwa Agama Hindu dan Agama Buddha telah berkembang di Nusantara sekurang-kurangnya dari abad ke-4 M.[47] Banyak kerajaan bercorak Hindu-Buddha lainnya yang kemudian terbentuk setelah itu.

 
Perkembangan wilayah kekuasaan Sriwijaya sejak berdiri hingga keruntuhannya.

Sriwijaya, yang berbentuk kedatuan dan bercorak Buddha, berdiri di Nusantara pada abad ke-7 Masehi, kemudian berkembang menjadi salah satu kemaharajaan terbesar di Nusantara, serta negara monarki dengan masa berdiri terlama di Asia Tenggara.[48] Pada masa kejayaannya, Sriwijaya melingkupi Sumatra, Malaya, Kra, Jawa, Kalimantan, Kamboja, dan Vietnam,[49] serta berkuasa dalam mengendalikan aktivitas pelayaran dan perdagangan di Selat Malaka yang merupakan jalur pelayaran penting di dunia. Banyak budaya asing yang mempengaruhi dan berasimilasi dengan budaya-budaya lokal.[50] Sejak diperintah oleh Balaputradewa pada pertengahan abad ke-9, Sriwijaya juga berada di bawah kekuasaan Wangsa Sailendra.[51] Nama Sriwijaya diperkirakan mulai meredup dan runtuh pada awal abad ke-11 dan digantikan oleh Dharmasraya, lalu oleh Pagaruyung pada abad ke-14.[52]

Medang, yang diperintah oleh Wangsa Sailendra, berdiri di wilayah Jawa Tengah saat ini pada abad ke-8.[53][54] Pada abad ke-10, pusat pemerintahannya dipindahkan ke Jawa Timur dan para penguasa setelah kepindahan tersebut dikelompokkan dalam Wangsa Isyana.[55] Pada tahun 1016, Medang runtuh akibat pemberontakan yang menewaskan raja terakhir beserta banyak kerabatnya.[56] Airlangga, menantu raja tersebut, membangun ulang kerajaan dan mendirikan negara Kahuripan pada tahun 1019,[57] yang kemudian terpecah menjadi Kadiri dan Janggala pada tahun 1042. Janggala lalu ditaklukkan oleh Kadiri pada tahun 1135. Ken Arok dari Wangsa Rajasa kemudian menaklukkan Kadiri dan mendirikan Singasari pada tahun 1222. Singasari runtuh pada tahun 1292 akibat pemberontakan yang dipimpin oleh Jayakatwang (sisa Wangsa Isyana), tetapi berhasil ditumpas setahun kemudian oleh Raden Wijaya.[54][55]

 
Perkembangan wilayah kekuasaan Majapahit sejak berdiri hingga keruntuhannya.

Raden Wijaya dari Wangsa Rajasa mendirikan Majapahit yang bercorak Syiwa-Buddha pada tahun 1293, yang kemudian berkembang menjadi kemaharajaan terbesar di Nusantara dan juga di Asia Tenggara, serta menjadi negara agraris dan jalur perdagangan dunia.[58] Majapahit mencapai masa kejayaannya pada masa kejayaannya pemerintahan Hayam Wuruk dengan patihnya, Gajah Mada (terkenal dengan sunpahnya yang bernama Sumpah Palapa),[58] dengan wilayah kekuasaan meliputi Sumatra, Malaya, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, hingga Papua.[55] Majapahit mengalami kemunduran seiring menguatnya pengaruh Islam di Nusantara, lalu akhirnya runtuh setelah ditaklukkan oleh Demak pada tahun 1527.

Masih banyak negara bercorak Hindu-Buddha lain yang pernah berdiri di Nusantara. Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha yang pernah berdiri di Kalimantan, misalnya, antara lain negara Tanjungpura, Kuripan, Nan Sarunai, Selimbau, Negara Dipa, dan Negara Daha. Kemudian, beberapa kerajaan Hindu-Buddha lainnya yang pernah ada di Jawa, misalnya Kalingga, Sunda, dan Kanjuruhan. Lalu, kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha lain yang pernah terbentuk di Sumatra, misalnya, yaitu negara Melayu, Tulang Bawang, Keritang, dan Jambu Lipo. Beberapa kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang masih bertahan hingga masuknya kolonialisme di Nusantara adalah Blambangan di Pulau Jawa bagian timur jauh,[59] serta kerajaan-kerajaan Bali bekas Gelgel, yakni Klungkung, Buleleng, Karangasem, Badung, Tabanan, Gianyar, Bangli, Mengwi, dan Jembrana.[60]

Kesultanan Islam

 
Bendera Aceh, kesultanan lampau terbesar di Sumatra.

Islam mulai dibawa masuk ke Nusantara oleh para pedagang dan para ulama berkebangsaan Arab, Persia, Gujarat, dan Tionghoa pada abad ke-7 Masehi.[61][62] Aceh menjadi pusat penyebaran agama Islam pertama di Nusantara,[63] serta menjadi lokasi negara kesultanan pertama yang pernah berdiri di Nusantara, yaitu negara Jeumpa yang berdiri pada abad ke-7 dan menguasai wilayah Kabupaten Bieruen saat ini.[64] Setelah Sriwijaya runtuh pada abad ke-11, Islam mulai menyebar ke berbagai daerah di Sumatra dan membuat beberapa kerajaan Hindu-Buddha di Sumatra beralih menjadi kesultanan Islam. Aceh (berdiri pada tahun 1496) menjadi kesultanan terbesar di Pulau Sumatra yang mencapai masa kejayaannya di bawah perintah Iskandar Muda (1607–1636).[65] Kesultanan-kesultanan lain yang pernah berdiri di Sumatra adalah Peureulak, Lamuri, Linge, Samudera Pasai, Siguntur, Melaka, Pagaruyung, Jambi, Inderapura, Siak Sri Inderapura, Pedir, Daya, Sungai Pagu, Bungo Satangkai, Asahan, Serdang, Deli, Langkat, Palembang, Lingga, Kota Pinang, Pelalawan, Aru, Barus, Padang, Tamiang, dan Sekala Brak.[66]

 
Bendera Mataram, salah satu kesultanan terbesar di Jawa.

Islam mulai diperkenalkan dan menyebar secara luas di kepulauan Indonesia lainnya pada abad ke-15.[67] Setelah keruntuhan Majapahit, kesultanan-kesultanan Islam Nusantara mulai berdiri dan berkembang pesat. Lumajang (berdiri pada akhir abad ke-13) diperkirakan merupakan kesultanan Islam yang paling tua meskipun belum ada bukti-bukti pendukung yang cukup.[68] Kesultanan pertama di Pulau Jawa yang dapat dibuktikan oleh para sejarawan adalah Demak dan Cirebon, yang sama-sama berdiri pada abad ke-15 dan menjadi salah satu negara terbesar di Jawa.[69][70] Mataram, yang didirikan pada tahun 1586 oleh Wangsa Mataram, juga menjadi salah satu negara berpengaruh di Jawa, sebelum akhirnya terpecah melalui Perjanjian Giyanti.[71][72] Beberapa kesultanan yang juga pernah berdiri di Jawa, yaitu Giri, Banten, Kalinyamat, Pajang, Sumedang Larang, Ngayogyakarta Hadiningrat, dan Surakarta Hadiningrat.[73]

 
Bendera Banjar, salah satu kesultanan terbesar di Kalimantan.

Beberapa kesultanan baru mulai berdiri di Kalimantan sejak abad ke-14 seiring dengan meningkatnya pengaruh Agama Islam. Beberapa kerajaan Hindu-Buddha di Kalimantan yang kemudian beralih menjadi kesultanan Islam, misalnya Selimbau, Landak, dan Tanjungpura. Brunei berhasil mencapai masa kejayaannya pada abad ke-15 setelah menguasai seluruh pesisir Kalimantan.[74] Banjar (berdiri pada tahun 1520) berkembang menjadi salah satu negara terbesar di Pulau Kalimantan setelah menguasai pesisir selatan Kalimantan,[75] sebelum akhirnya menurun pada abad ke-18 dan dihapuskan oleh pemerintah kolonial pada tahun 1905.[76] Beberapa kesultanan lain yang juga berdiri di Kalimantan adalah Sintang, Mempawah, Kubu, Bangkalaan, Sanggau, Tayan, Kusan, Paser, Kotawaringin, Pagatan, Sambas, Kutai Kertanegara ing Martapura, Berau, Sambaliung, Gunung Tabur, Pontianak, Tidung, dan Bulungan.[73]

Islam diperkirakan mulai berkembang di Sulawesi pada abad ke-16 dan beberapa kerajaan bercorak Hindu-Buddha atau berkepercayaan tradisional berubah menjadi kesultanan.[77] Kesultanan terbesar di Pulau Sulawesi adalah persekutuan negara Gowa–Tallo, yang disebut Makassar oleh para ahli, yang ketika masa kejayaannya mencakup Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, hingga Australia. Beberapa kesultanan lainnya di Sulawesi adalah Bantaeng, Banggai, Buton, Bone, Gorontalo, Bolango, Konawe, Luwu, Tolitoli, Buol, Wajo, Muna, Palu, Parigi, Soppeng, Bungku, Siang, Bolaang Mongondow, Tawaeli, Balanipa, Alitta, Banawa, dan Bolangitang.

 
Peta kekuasaan Ternate dan Tidore pada masa kejayaannya.

Dua kesultanan dengan pengaruh besar di Kepulauan Maluku adalah Ternate dan Tidore, yang berpusat di wilayah Maluku Utara saat ini.[78] Kedua kesultanan ini mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-16 berkat perdagangan rempah-rempah, tetapi kemudian mengalami kemunduran semenjak diadu domba oleh bangsa asing dan akhirnya runtuh di tangan VOC.[79] Beberapa kesultanan yang juga pernah berdiri di Kepulauan Maluku, yaitu Jailolo, Bacan, Tanah Hitu, Iha, dan Huamual.

Selain daftar di atas, terdapat beberapa kesultanan yang pernah berdiri di Nusa Tenggara, seperti Bima, Sumbawa, Adonara, Dompu, Selaparang, Sanggar, dan Lamakera. Kemudian, contoh kesultanan di Pulau Papua adalah Sekar, Patipi, Fatagar, dan Kaimana. Kesultanan-kesultanan tersebut mulai menghilang seiring dengan masuknya bangsa-bangsa asing di Nusantara, terutama Belanda yang membentuk Hindia Belanda dan membubarkan hampir seluruh monarki di wilayah kolonialnya.[80]

Kerajaan Kristen

Kekristenan umumnya dibawa oleh para misionaris Barat yang menumpang pada kapal pemerintah kolonial. Katolik awalnya dibawa ke Nusantara oleh bangsa Portugis, sebelum akhirnya sempat dilarang penyebarannya oleh Pemerintah Belanda yang menguasai Hindia Belanda. Setelah Napoleon sempat menguasai Belanda, penyebaran Katolik menjadi lebih leluasa dan misionaris Katolik Belanda melanjutkan misi di Hindia Belanda.[81] Sementara itu, Protestantisme dibawa oleh misionaris Protestan yang juga berasal dari Belanda.[82]

Beberapa kerajaan bercorak Kristen muncul sewaktu para misionaris menyebarkan Kekristenan pada rakyat dan keluarga bangsawan di beberapa wilayah.[83] Kerajaan-kerajaan Kristen yang terbentuk di Pulau Sulawesi adalah Bolaang Mongondow, Manganitu, Manado, Moro, Siau, Soya, dan Tagulandang.[84] Kemudian, beberapa negara yang menjadi kerajaan Katolik adalah Amanatun, Larantuka, dan Sikka.[85]

Periode kolonial

Upaya kolonisasi oleh Portugal

 
Peta buatan tahun 1519 yang menunjukkan pulau-pulau di Maluku Utara, yang dipasangkan dengan bendera Portugal saat itu.

Demi mencari rempah-rempah yang sulit didapatkan setelah jalur perdagangannya terputus akibat jatuhnya Konstantinopel ke tangan bangsa Turki Utsmani pada tahun 1453,[86] armada Portugis di bawah kepemimpinan Afonso de Albuquerque melakukan ekspedisi ke timur Eropa hingga sampai di negara Melaka dan memulai sejarah kolonialisme di Nusantara dengan menyerang dan menduduki negara itu.[87][88] Demak yang merasa terancam lalu mengirim armada laut ke Melaka pada tahun 1453 untuk menyerang balik armada Portugis, tetapi usahanya gagal.[88] Pada tahun 1512, Albuquerque mengirimkan armada laut yang dipimpin oleh António de Abreu dan Francisco Serrão menuju Kepulauan Maluku demi memonopoli perdagangan cengkih dan pala[89] Bayanullah (sultan Ternate saat itu) mengizinkan armada Portugis untuk membangun Benteng Kastela dan memonopoli perdagangan rempah-rempah di Ternate dengan imbalan bantuan militer, karena Ternate pada saat itu sedang bermusuhan dengan Tidore.[88]

Armada Spanyol yang melakukan ekspedisi ke barat Eropa melanjutkan ekspedisi di bawah kepemimpinan Juan Sebastián Elcano setelah kehilangan banyak pasukan di Filipina dan akhirnya tiba di Kepulauan Maluku pada tanggal 8 November 1521, tetapi kedatangannya ditentang oleh armada Portugis yang terlebih dahulu ada di sana dan menganggap Spanyol melanggar Perjanjian Tordesillas. Bangsa Spanyol bersekutu dengan Tidore untuk melawan Ternate dan Portugal.[90] Persaingan kubu Ternate–Portugal vs. Tidore–Spanyol berujung pada meletusnya perang antarkubu, yang berakhir dengan kekalahan kubu Tidore–Spanyol dan penandatanganan Perjanjian Zaragoza pada tanggal 22 April 1529, yang membuat armada Spanyol harus angkat kaki dari Maluku dan kembali ke Filipina.[91]

 
Peta kolonisasi bangsa Portugis di Nusantara.

Sementara itu, armada Portugis ingin meneruskan ambisi memperbesar koloni di Nusantara dengan cara menguasai Selat Sunda dan akhirnya mereka membuat perjanjian dengan Prabu Surawisesa (raja Sunda saat itu) pada tahun 1522, yang mengizinkan pendirian benteng di Banten dan Sunda Kelapa bagi armada Portugis dengan imbalan bantuan militer untuk menghadapi Demak dan Cirebon. Namun, kerja sama tersebut tidak pernah terlaksana, karena armada yang dikirim untuk melaksanakan perjanjian itu terseret dalam badai topan di Teluk Benggala dan beberapa pasukan yang tiba di Sunda dengan selamat diserang oleh pasukan Fatahillah yang sedang menyerbu Sunda, sehingga armada Portugis akhirnya meninggalkan Selat Sunda.[89]

Setelah kepergian Spanyol, bangsa Portugis mulai mencoba untuk memperbesar pengaruh mereka, sementara Ternate mulai menyadari bahwa Portugal sudah terlalu banyak ikut campur urusan internal negara, terutama atas suksesi takhta. Tewasnya Khairun Jamil (sultan Ternate) oleh pasukan Portugis memantik kemarahan rakyat Ternate dan memicu Perang Ternate–Portugal. Ternate dan sekutunya berhasil memenangkan perang dan mengusir sebagian besar pasukan Portugis yang lari menuju Nusa Tenggara.[91] Pengaruh bangsa Portugis di Nusantara semakin berkurang setelah bangsa Belanda mulai masuk ke Nusantara dan akhirnya hanya tersisa di wilayah Pulau Timor bagian timur menurut Perjanjian Lisboa.[92]

Monopoli VOC di Nusantara

 
Lambang VOC, suatu serikat dagang Belanda yang memonopoli perdagangan rempah di Nusantara.

Berbekal rute pelayaran armada Portugis sebelumnya, armada kapal Belanda di bawah kepemimpinan Cornelis de Houtman memulai ekspedisi pertamanya untuk mencari rempah-rempah di Timur, hingga akhirnya sampai di Banten pada tanggal 27 Juni 1596, serta berhasil menyusuri pesisir utara Jawa hingga ke Bali dalam kurun waktu setahun. Tabiat buruk Houtman dan anak buahnya membuat mereka sering berseteru dengan penduduk lokal di sepanjang perjalanan, meskipun mereka akhirnya sukses membawa serta peti-peti berisi rempah dalam jumlah banyak kembali Belanda.[93] Pada tahun 1598–1600, para pedangang Belanda membentuk rombongan ekspedisi yang dipimpin oleh Jacob Corneliszoon van Neck agar dapat mengulang kesuksesan tersebut. Mereka berusaha menarik hati para penduduk dan penguasa lokal untuk tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan armada Portugis dan rombongan Houtman. Setelah itu, berbagai kapal milik para pedagang Belanda lainnya menyusul untuk memperoleh dan menguasai rempah-rempah di Nusantara.[93]

 
Peta Asia Tenggara yang dibuat sekitar tahun 1674–1745 oleh Kâtip Çelebi, seorang ahli geografi Turki Utsmani.

Dewan Negara Belanda membentuk suatu serikat dagang pada tanggal 20 Maret 1602bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) untuk mengurangi persaingan di antara para pedagang rempah Belanda. Dalam piagam "oktroi" (octrooi), VOC diperbolehkan untuk memiliki angkatan perang sendiri, mencetak mata uang sendiri, serta memonopoli perdagangan dan menekan penguasa-penguasa lokal di kawasan Nusantara.[94] Pada tahun 1603, VOC mulai membangun pos-pos perdagangan di Banten, Ambon, Jayakarta, dan lain-lain. Sejak tahun 1604, VOC bersaing ketat dengan armada Perusahaan Hindia Timur Britania (EIC) yang juga tiba di Nusantara demi tujuan yang sama.[95] Pada tanggal 19 Desember 1610, Pieter Both ditunjuk sebagai gubernur jenderal pertama di Nusantara, yang kemudian menetapkan Ambon sebagai pusat pemerintahan.[94] Pada tanggal 30 Mei 1619, Jan Pieterszoon Coen (gubernur jenderal yang baru) memerintahkan armada kapal VOC untuk menyerang Jayapura dan Banten, serta mendirikan Batavia yang kelak menjadi pusat pemerintahan. Pada tahun 1620, VOC dan EIC membuat perjanjian perdagangan rempah-rempah, tetapi hubungan tersebut putus sejak armada Inggris berangsur-angsur meninggalkan wilayah Nusantara setelah terjadinya Pembantaian Amboina terhadap beberapa orang Inggris pada tahun 1623.[96] Istilah "Hindia Belanda" (Nederlandsch-Indië) mulai digunakan di dalam dokumen resmi VOC sejak awal tahun 1620-an.[97] VOC menjadi badan usaha swasta yang sangat sukses selama abad ke-17 dan bahkan menjadi perusahaan terkaya di dunia pada tahun 1669. VOC lihai dalam melakukan politik adu domba antarkerajaan kecil dan memaksa para penguasa lokal untuk menandatangani perjanjian damai (misalnya Perjanjian Painan). VOC saat itu menguasai Pulau Jawa, Painan, Makassar, Manado, Pulau Seram, dan Pulau Buru.[98]

 
Pembagian Mataram setelah Perjanjian Giyanti (1755) dan Salatiga (1757).

Pasukan Mataram pernah merencanakan penyerbuan ke markas VOC di Batavia sebanyak dua kali pada tahun 1628 dan 1629, tetapi akhirnya gagal karena kekurangan perbekalan.[99] Sebagai gantinya, VOC beberapa kali mencampuri urusan kerajaan di Mataram berkali-kali, seperti membantu dalam perang takhta melawan pasukan Amangkurat III pada tahun 1704–1708, membantu dalam perang takhta melawan kerabat raja yang memberontak pada tahun 1719–1723, serta ikut campur dalam rangkaian konflik antaranggota keluarga kerajaan Mataram pada tahun 1749–1757. Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755) dan Perjanjian Salatiga (17 Maret 1757) yang ditandatangani bersama pihak VOC membuat negara Mataram terpecah menjadi beberapa negara baru, yaitu Mangkunagaran, Yogyakarta, dan Surakarta.[100]

Mulai tahun 1730, kejayaan VOC mulai merosot akibat korupsi di tubuh VOC, ketidaksiapan dalam memenuhi permintaan pasar yang berubah, serta pergolakan yang terus-menerus terjadi di Eropa dan di Nusantara.[101] Pergolakan di Nusantara, misalnya, yaitu pembantaian orang-orang Tionghoa di Batavia pada tahun 1740 yang dikenal dengan peristiwa Geger Pacinan, yang kemudian memicu Perang Jawa (1741–1743) dan Perang Kuning (1750).[102] Lalu pada tahun 1771–1772, Perang Bayu pecah di Blambangan dan memakan korban jiwa yang sangat besar dari penduduk lokal dan pasukan VOC.[103] Setelah perang melawan Inggris (1780-1784) berakhir, VOC mengalami krisis finansial yang sangat buruk yang membuatnya hampir tidak dapat beroperasi. VOC diambil alih oleh Bataaf (penerus Belanda) sejak tanggal 1 Maret 1796 untuk mengatasi krisis tersebut, tetapi akhirnya gagal. Pada tanggal 31 Desember 1799, VOC resmi berhenti beroperasi, sementara aset-asetnya (termasuk koloni VOC) diambil oleh Pemerintah Bataaf,[104] sebelum akhirnya jatuh ke tangan Prancis enam tahun kemudian.

Koloni Belanda dalam kendali Prancis

 
Potret Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels.

Napoleon Bonaparte yang menguasai Prancis pada saat itu membubarkan Bataaf (negara pengekor dari Prancis) dan mendirikan negara boneka Hollandia pada bulan Maret 1806, lalu menunjuk Louis (adiknya) sebagai raja pada tanggal 5 Juni. Louis mengirimkan Herman Willem Daendels berkebangsaan Belanda sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan tiba di Batavia pada tanggal 5 Januari 1808.[105][106] Daendels kemudian menerapkan aturan yang sangat keras dan kebijakan bertangan besi di Hindia Belanda sebagai persiapan menghadapi ancaman Britania Raya. Daendels membangun banyak fasilitas dan benteng pertahanan, seperti Jalan Raya Pos AnyarPanarukan yang memakan banyak korban dari pekerja Heerendiensten,[107] Benteng Lodewijk di Surabaya, dan Paleis van Daendels (sekarang Gedung AA Maramis) di Batavia. Daendels juga keras terhadap para penguasa lokal dan keluarganya, serta menjadi penyebab jatuhnya negara Banten.[108] Gaya kepemimpinan tersebut tentu saja menimbulkan kesengsaraan pada penduduk lokal, sehingga pemberontakan yang dipimpin oleh Ronggo Prawirodirjo III akhirnya pecah di Pulau Jawa pada tanggal 20 November – 17 Desember 1810, tetapi cepat diredam oleh pasukan Hindia Belanda dan Keraton Yogyakarta.[109] Daendels turun dari jabatannya pada tanggal 15 Mei 1811. Tidak lama kemudian, Britania Raya menyerbu Pulau Jawa dan mengambil alih Hindia Belanda.[110]

Kolonisasi singkat Britania Raya

Armada gabungan Britania Raya dan EIC berangkat menuju Hindia Belanda pada tahun 1809 untuk merebut wilayah tersebut dari Prancis dan aknirnya berhasil menguasai Kepulauan Maluku setahun setelahnya.[111] Pada bulan Agustus 1811, armada Britania mulai menyerbu Pulau Jawa dan menduduki satu per satu pos milik Prancis dan Belanda di Jawa, hingga pasukan Jan Willem Janssens (Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu) yang lari dari Batavia akhirnya takluk di Salatiga. Pada tanggal 18 September, pihak Belanda menyerahkan kekuasaan atas Hindia Belanda secara resmi kepada armada Britania melalui Perjanjian Tuntang.[112][113]

 
Sir Thomas Stamford Bingley Raffles, tokoh sentral kolonialisme Britania Raya di Hindia Belanda.

Thomas Stamford Raffles ditunjuk sebagai Letnan Gubernur Jawa oleh pihak Britania Raya.[114] Raffles merombak aturan Belanda yang memberatkan penduduk lokal, seperti Heerendiensten dan perbudakan, tetapi sebagai gantinya menerapkan sistem land tenure (pajak sewa tanah yang dibayarkan oleh penduduk lokal kepada pemerintah kolonial sebagai "tuan tanah") serta menaikkan pajak perorangan. Raffles membentuk pemerintahan yang lebih terpusat dengan tetap mempertahankan para pegawai negeri asal Belanda di tubuh pemerintahannya. Raffles juga berusaha bernegosiasi dengan para penguasa lokal sembari mengurangi hak-hak khusus mereka, serta melancarkan operasi militer kepada penguasa yang membangkang, seperti dalam peristiwa Geger Sepehi di Keraton Yogyakarta.[115][116] Raffles dikenal sebagai peminat sejarah, budaya, dan masyarakat Jawa yang berhasil menyingkap banyak situs kuno yang telah terkubur dan dilupakan pada saat itu, seperti Candi Prambanan (Sleman dan Klaten), Candi Borobudur (Magelang), dan situs-situs Trowulan,[117][118] yang kemudian ditulisnya dalam buku berjudul The History of Java yang terbit pada tahun 1817.[119][120] Selama pemerintahannya, Gunung Tambora di Pulau Sumbawa meletus dengan dahsyat mulai pada tanggal 5 April 1815 dan mencapai puncak erupsi pada tanggal 10–11 April dengan perkiraan skala VEI-7, kemudian berangsur-angsur mereda hingga tanggal 17 April.[121][122] Erupsi ini menyebabkan 71 ribu korban jiwa,[121] serta mungkin menjadi penyebab tahun tanpa musim panas (1816) yang memakan korban belasan ribu jiwa.[123]

Belanda yang keluar dari Kekaisaran Prancis menyetujui suatu perjanjian bersama pihak Britania pada tahun 1814, yang membuat Britania Raya harus mengembalikan koloni milik Belanda sebelum tahun 1803. Perjanjian itu berlaku efektif pada tahun 1815 dan diikuti oleh penurunan jabatan Raffles setahun setelahnya. Koloni di Nusantara sejak tahun 1803 tetap milik Britania Raya, termasuk Bencoolen (Bengkulu), sehingga Raffles dikirim kembali ke Nusantara sebagai Letnan Gubernur Bencoolen pada tahun 1818 dan melakukan eksplorasi ke wilayah Sumatra, Semenanjung Malaya, dan Pulau Ujong (Singapura), meskipun ia dan pasukannya sering kali berseteru dengan pasukan Belanda yang juga ingin memperluas koloninya.[124]

Perluasan wilayah Hindia Belanda

 
Johannes van den Bosch, pencetus Cultuurstelsel. Lukisan oleh Raden Saleh.

Pada tanggal 28 Agustus 1814, Belanda membentuk angkatan militer Hindia Belanda yang bernama Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL).[125] Setelah lepas dari pengaruh Prancis, Belanda mulai mengklaim koloninya kembali satu per satu dan akhirnya berhasil mengambil alih koloni milik Belanda seperti sedia kala pada tahun 1816. Komisariat Jenderal Hindia Belanda yang dibentuk untuk menata ulang pemerintahan Hindia Belanda kemudian membentuk suatu regeringsreglement (peraturan pemerintah) yang mengatur struktur pemerintahan selama beberapa dekade ke depan serta menyiratkan pandangan politik Pax Nederlandica, yaitu cita-cita Belanda untuk mengolonisasi seluruh Nusantara dan melemahkan kekuasaan penguasa lokal.[126][127] Demi mewujudkan cita-cita tersebut, pemerintah kolonial mulai mengerahkan KNIL ke seluruh kawasan Nusantara demi memperluas wilayah kolonial Hindia Belanda. Pada tahun 1830, Johannes van den Bosch (Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu) mengakali pengeluaran berlebih yang ditimbulkan oleh ekspedisi KNIL dengan mengeluarkan aturan Cultuurstelsel, yang memaksa pribumi (inlander) menyediakan 20% tanah pertanian untuk tanaman komoditas ekspor Belanda atau bekerja di tanah pertanian milik pemerintah selama 60 hari per tahun.[128] Kebijakan ini terbukti menyelamatkan kas milik pemerintah kolonial, tetapi membuat penduduk lokal semakin sengsara, yang ditambah dengan munculnya bencana kelaparan hebat dan wabah penyakit pada tahun 1840-an.[129]

 
Pemisahan wilayah Kesultanan Johor yang menjadi titik awal pembagian wilayah Nusantara menjadi wilayah kolonial Malaya Britania Raya dan Hindia Belanda.

Ekspansi Belanda mendapat perlawanan baik dengan pihak luar, yaitu dengan armada Britania yang juga sedang mengklaim koloni di Nusantara pada saat itu, maupun pihak dalam, yaitu para penduduk setempat yang mendiami wilayah Nusantara.[130]

Belanda dan Britania Raya menandatangani perjanjian di London pada tanggal 17 Maret 1824, yang membuat Belanda menyerahkan seluruh koloni di Semenanjung Malaka, Singapura, dan Anak Benua India kepada Britania Raya, sementara Britania Raya menyerahkan koloni di Pulau Sumatra, Riau-Lingga (sekarang Kepulauan Riau), dan Banka-Biliton (sekarang Kepulauan Bangka Belitung) kepada Belanda.[126] Perjanjian tersebut secara praktis membagi wilayah Nusantara menjadi Malaya Britania Raya (sekarang Malaysia dan Singapura) dan Hindia Belanda (sekarang Indonesia).[126] Perjanjian Siak, yang menyetujui pengintegrasian wilayah Siak Sri Inderapura ke dalam Hindia Belanda, disepakati oleh pihak Belanda dan Britania pada tanggal 8 September 1870.[131] Pada tanggal 2 November 1871, Perjanjian Siak diganti dengan Perjanjian Sumatra yang menambahkan seluruh Pulau Sumatra, termasuk Aceh, ke dalam wilayah Hindia Belanda.[132][133]

Pemberontakan oleh rakyat Maluku di bawah komando Pattimura pecah pada bulan Mei 1817 dan berakhir dengan penangkapan dan penjatuhan hukuman gantung terhadap Pattimura dan beberapa tokoh pejuang lainnya.[134]

Pasukan KNIL melakukan penyerangan untuk menguasai Palembang pada tahun 1819 dan dikalahkan oleh yang pasukan pimpinan Mahmud Badaruddin II (Sultan Palembang saat itu), lalu kembali melakukan penyerangan tiba-tiba ke Palembang dua tahun kemudian dan akhirnya berhasil melumpuhkan negara tersebut dan mengasingkan Badaruddin dan keluarganya ke Ternate.[135] Lalu, Hindia Belanda mengirimkan tentara KNIL untuk menaklukkan sisa-sisa pengikut negara bekas Palembang pada tahun 1851–1859.[136] Pada tahun 1864–1868, pasukan KNIL menaklukkan suku Basemah yang meneror Palembang dan Benkoelen (Bengkulu).[137]

 
Lukisan pertempuran Perang Padri.

Pada tahun 1821, pemerintah kolonial membantu kaum Adat (pendukung tradisi murni Minangkabau) dalam Perang Padri melawan kaum Padri (pendukung syariat Islam) yang terjadi sejak tahun 1803 di Pagaruyung, tetapi akhirnya kalah karena kekurangan pasukan dan menyepakati gencatan senjata dengan kaum Padri pada tahun 1825.[130][138] Belanda kembali melanjutkan Perang Padri pada tahun 1831, awalnya melawan kaum Padri tetapi kemudian juga melawan kaum Adat yang membelot,[139] hingga akhirnya berhasil memenangkan perang pada tanggal 28 Desember 1838 dengan merebut benteng-benteng kaum Padri dan meruntuhkan negara Pagaruyung.[140] Pada tahun 1841, penduduk Batipuh dan akhirnya beberapa daerah di Pesisir Barat Sumatra melakukan pemberontakan, tetapi berhasil diredam oleh tentara KNIL.[141]

Pada tahun 1823, pemberontakan di Kalimantan bagian barat terjadi karena selisih paham antara pemerintah kolonial dengan orang-orang Tionghoa, tetapi akhirnya berhasil diredam oleh KNIL.[142] Pasukan KNIL kembali menaklukkan pemberontakan orang-orang Tionghoa di Kalimantan yang menolak membayar pajak dan melawan pemerintah kolonial pada tahun 1850–1854.[136]

Pada tahun 1824, Bone membatalkan kerja sama dengan Belanda, sehingga pasukan KNIL dikerahkan untuk menduduki Sulawesi, tetapi kemudian kalah karena kekurangan pasukan, meskipun pemerintah kolonial lalu mengirim pasukan besar beserta artileri pada tahun 1925 untuk melakukan serangan balasan kepada keluarga sultan Bone,[143] hingga akhirnya berhasil menundukkan Bone pada tahun 1838.[144] Pasukan KNIL kembali dikerahkan pada tahun 1859 untuk menumpas pemberontakan Bone.[136]

 
Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro, oleh Raden Saleh.

Akibat pembangunan jalan yang melintasi makam leluhur Diponegoro di Tegalrejo dan juga penindasan terhadap rakyat, Diponegoro besera beberapa bangsawan memimpin rakyat Jawa untuk memberontak melawan Belanda dan Yogyakarta sejak tahun 1825,[145] meskipun akhirnya pasukan KNIL berhasil menumpas pasukan Jawa dan membuat Diponegoro menyerah pada tanggal 28 Maret 1830 dan diasingkan ke Manado, lalu ke Makassar.[145] Pertempuran antara KNIL dan para penduduk Bali telah berlangsung beberapa kali melalui perang tahun 1846 di Buleleng, perang tahun 1848 di Buleleng, perang tahun 1849 di Bali utara,[146] pemberontakan tahun 1858 di Buleleng,[147] serta perang dengan orang-orang Sasak pada tahun 1894 di Bali dan Lombok.[148]

 
Potret foto Teuku Umar, salah satu pahlawan nasional Indonesia.

Belanda melakukan penyerangan ke Aceh pada tahun 1831,[149][150] kemudian melakukan serangkaian penyerangan panjang demi perluasan wilayah selama tahun 1873–1914 di tanah Aceh melawan berbagai pasukan rakyat Aceh yang dipimpin oleh beberapa tokoh pejuang, seperti Mahmud Syah, Muhammad Daud Syah, Teuku Umar, Cut Nyak Dhien, dan Teungku Chik di Tiro.[151][152]

Penduduk Banjar juga secara terpisah melakukan perlawanan terhadap pasukan KNIL pada tahun 1859–1862 di bawah pimpinan Hidayatullah II, lalu digantikan oleh Antasari.[153]

Antara tahun 1855–1864, Belanda melancarkan beberapa penyerbuan ke Pulau Nias untuk menaklukkan daerah tersebut.[136]

Tentara KNIL yang dikerahkan untuk menaklukkan tanah Batak mendapat perlawanan dari rakyat Batak di bawah komando Sisingamangaraja XII pada tahun 1878–1907.[154]

Pada tahun 1883, dimulai dengan Puncak Perbuwatan yang mulai mengeluarkan asap pada tanggal 20 Mei, Gunung Krakatau meletus dengan dahsyat selama berbulan-bulan hingga mencapai puncaknya pada tanggal 27 Agustus dan baru dinyatakan selesai pada bulan Oktober.[155] Letusan ini menyebabkan bencana hujan abu vulkanik, gempa bumi, tsunami, dan suara bising yang dahsyat, serta mengakibatkan rusaknya vegetasi di sekitar Selat Sunda dan jatuhnya korban jiwa akibat bencana yang berjumlah sekitar 36 ribu jiwa, serta diperkirakan menjadi penyebab musim dingin vulkanis global dalam kurun waktu empat tahun.[156][157]

Pada tahun 1885, penduduk Jambi melakukan pemberontakan terhadap Belanda, tetapi berhasil diredam tidak lama kemudian oleh armada kapal KNIL.[158]

Pada tahun 1888, para petani Banten yang sengsara akibat bencana dan wabah penyakit memberontak dengan melakukan kerusuhan, tetapi dengan cepat diredam oleh pasukan KNIL dalam waktu beberapa hari.

 
Peta ekspansi wilayah kolonial Hindia Belanda.

Memasuki abad ke-20, Belanda berhasil melakukan ekspedisi untuk menguasai wilayah di daerah Kerinci (September 1903) serta menduduki dan membubarkan negara Gowa dan Bone (1905).[159]

Pada bulan September 1906, Belanda mengirimkan armada KNIL untuk menduduki kerajaan-kerajaan Bali yang masih bertahan dari pengaruh Belanda.[160] Raja dan para pemangku kerajaan Badung dan Tabanan yang kalah perang melakukan puputan,[161] sementara Dewa Agung Jambe II dari Klungkung awalnya menyerahkan diri dan bersedia menyetujui perjanjian dengan Belanda, tetapi kemudian melakukan pemberontakan bersama pasukannya pada bulan April 1908 yang lalu berhasil ditundukkan oleh armada KNIL.[160][162]

Pada tanggal 15 Juni 1908, pemberontakan di Pesisir Barat Sumatra dimulai oleh penduduk Kamang dan kemudian meluas ke daerah-daerah sekitar akibat penerapan belasting (pajak) yang menyengsarakan, tetapi akhirnya berhasil diredam dalam waktu sehari oleh korps marsose KNIL.[163]

Pada tahun 1920-an, wilayah barat Pulau Papua dimasukkan ke dalam koloni Belanda dan sejak saat itu Hindia Belanda mencakup seluruh wilayah yang saat ini menjadi negara Republik Indonesia.[164]

Pergerakan nasional bangsa Indonesia

 
Lukisan Belanda yang menggambarkan Hindia Belanda sebagai "permata Belanda yang paling berharga". (1916)

Dipelopori oleh Conrad Theodore van Deventer, seorang ahli hukum Belanda yang menuliskan esai pada tahun 1899 mengenai utang budi Belanda kepada penduduk pribumi Hindia Belanda, dan Pieter Brooshooft, seorang jurnalis yang menuliskan tentang ketidakadilan yang terjadi di tanah Hindia Belanda, maka pada tanggal 17 September 1901, Wilhelmina, Ratu Belanda pada saat itu, mengumumkan kebijakan politik yang sangat kontras dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Belanda sebelumnya, yaitu Politik Etis.[165] Kebijakan ini pada dasarnya membayar utang budi kepada para pribumi di Hindia Belanda dengan menjalankan program Trias van Deventer, yang sejalan dengan ide-ide yang dikemukakan oleh Deventer, yaitu perbaikan dan pengembangan sistem irigasi, pelaksanaan program transmigrasi dari Pulau Jawa yang semakin padat, serta pembukaan sekolah-sekolah demi meningkatkan taraf pendidikan para pribumi.[166] Sementara program transmigrasi dan irigasi akhirnya terbukti tidak berjalan secara optimal, meskipun program edukasi (pendidikan) tersebut hanya menguntungkan kaum priayi (elite pribumi),[165] kebijakan tersebut telah memberikan sumbangsih terhadap kemunculan gerakan-gerakan nasionalis di tanah Hindia Belanda.

Pada tahun 1907, Wahidin Soedirohoesodo, seorang alumnus dari School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) di Batavia, mengunjungi almamaternya itu dan menggagaskan kepada para pelajar di sana suatu organisasi yang mampu mendukung biaya pendidikan kedokteran bagi orang-orang pribumi yang berprestasi tetapi tidak mampu secara finansial. Usul ini menarik perhatian beberapa pelajar di sana, sehingga Soetomo dan Soeradji Tirtonegoro mengumpulkan Mohammad Soelaiman, Gondo Soewarno, Goenawan Mangoenkoesoemo, Raden Angka Prodjosoedirdjo, Mohammad Saleh, Raden Mas Goembrek, dan Soewarno untuk mewujudkan organisasi usulan Wahidin tersebut. Organisasi yang mereka namakan Boedi Oetomo (EYD: "Budi Utomo") ini terbentuk pada tanggal 20 Mei 1908, yang saat ini dirayakan sebagai Hari Kebangkitan Nasional Indonesia. Dalam waktu 5 bulan, organisasi ini berhasil menerima 1.200 anggota, dan mereka berfokus pada masalah sosial, pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan seputar masyarakat Pulau Jawa, Madura, dan Bali.[167] Dalam perjalanan waktu, organisasi ini mengalami berbagai kesulitan karena pencapaian organisasi yang dinilai lamban dan jangkauan organisasi yang tidak terlalu luas. Organisasi ini juga berusaha untuk tidak menyentuh ranah politik, meskipun dalam perkembangannya, organisasi ini diikuti oleh cukup banyak tokoh-tokoh politik.[168] Pada akhirnya, Boedi Oetomo bergabung dengan beberapa kelompok-kelompok kedaerahan lain dan membentuk Partij Indonesia Raja (EYD: "Partai Indonesia Raya").[169]

Sarekat Dagang Islam berdiri pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh Samanhudi,[170] atau menurut versi lain oleh Tirto Adhi Soerjo pada tanggal 27 Maret 1909.[171] Meskipun tanggal pendirian sarekat ini tidak begitu jelas, organisasi tersebut diketahui telah beroperasi secara penuh sejak kantor cabang Batavia (sekarang Jakarta) dan Buitenzorg (sekarang Bogor) mulai terbentuk sejak tanggal 5 April 1909.[171] Awalnya, serikat ini didirikan sebagai wadah bagi pedagang-pedagang Muslim agar dapat bersaing dengan para pedagang Tionghoa, yang pada saat itu memiliki status sosial dan privilese yang lebih tinggi.[172] Oemar Said Tjokroaminoto, seorang nasionalis yang bergabung dengan serikat ini dan kemudian ditunjuk menjadi ketua, mengubah nama serikat ini menjadi Sarekat Islam pada tahun 1912, dengan tujuan agar organisasi ini tidak hanya berkecimpung di ranah perdagangan tetapi juga di ranah-ranah lain, seperti keagamaan.

 
Potret Tiga Serangkai ketika di pengasingan (1914): Ernest Douwes Dekker (duduk), Tjipto Mangoenkoesoemo (berdiri, kanan), dan Soewardi Soerjaningrat (berdiri, kiri).

Sementara itu, Ernest Douwes Dekker, seorang Indo yang vokal dalam mengkritik pemerintah kolonial, mencanangkan pembentukan suatu organisasi yang memperjuangkan kemerdekaan dan hak-hak kaum Indo dan pribumi melalui jalur politik. Ia kemudian mengajak tokoh Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat, yang tertarik dengan visi dan pandangan Dekker, untuk bersama-sama mewujudkan idenya tersebut. Dalam rapat-rapat umum (vergadering) yang dimulai sejak tanggal 15 September 1912 sebagai persiapan pembentukan partai, pidato Dekker untuk menarik massa tersebut berhasil menarik perhatian ribuan orang dari berbagai kalangan dan daerah. Sebagian besar dari mereka merupakan orang-orang yang tidak memenuhi syarat keanggotaan serta tidak cocok dengan visi dan misi dari organisasi lain seperti Boedi Oetomo dan Sarekat Islam.[173] Akhirnya pada tanggal 25 Desember 1912, partai tersebut didirikan oleh Dekker, Tjipto, dan Soewardi, yang saat ini dikenal sebagai Tiga Serangkai, beserta tokoh-tokoh pribumi dan Indo lainnya, dengan nama Indische Partij (Partai Hindia). Belum sempat partai ini berkembang, keabsahan dan status badan hukum atas partai ini ditolak sepenuhnya oleh pemerintah Hindia Belanda, meskipun para pengurus partai telah beberapa kali mengajukan peninjauan ulang atas penolakan tersebut kepada pemerintah. Oleh karena itu, partai ini secara otomatis menjadi organisasi ilegal, sehingga pimpinan partai dengan berat hati membubarkan partai ini pada tanggal 31 Maret 1913.[174]

Setelah Indische Partij bubar pun, beberapa tokoh pejuang, seperti Tiga Serangkai, masih terus menyuarakan kritik terhadap pemerintah secara vokal melalui media cetak seperti De Expres. Pada tanggal 12 Juli 1913, De Expres memuat rancangan pembentukan Comite Boemi Poetera (EYD: "Komite Bumiputra") yang menyuarakan pencabutan Regeringsreglement 1854 Pasal 111 tentang pembatasan hak berorganisasi bagi pribumi, yang menjadi penyebab organisasi Indische Partij ditolak.[175] Keesokan harinya, koran yang sama memuat sebuah tulisan Ki Hadjar Dewantara yang berjudul Als Ik een Nederlander was ("Seandainya aku seorang Belanda"). Tulisan ini tentu saja menggemparkan para pejabat Belanda yang mulai khawatir akan gerak-gerik Tiga Serangkai yang dinilai mampu menciptakan pemberontakan. Tidak cukup sampai situ, Tjipto kemudian menulis artikel berjudul Kracht en Vrees ("Kekuatan dan Ketakutan") yang diterbitkan pada tanggal 27 Juli, sementara Soewardi menuliskan artikel baru yang kali ini berjudul Een voor allen en allen voor een ("Satu untuk semua dan semua untuk satu") dan diterbitkan dua hari setelah artikel Tjipto tersebut. Kedua artikel tersebut pada intinya mengkritik dan mengolok-olok pemerintah kolonial yang menyengsarakan penduduk setempat. Akibat tulisan tersebut, Tjipto dan Soewardi ditangkap dengan dakwaan mengganggu keamanan dan ketertiban umum di Hindia Belanda.[176] Penangkapan tersebut membuat Dekker, yang merupakan rekan seperjuangan mereka, menuliskan kritik terhadap penangkapan kedua tokoh tersebut dan dukungan atas mereka dalam artikel berjudul Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat ("Pahlawan Kita: Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat") yang diterbitkan pada 5 Agustus. Akibat artikel tersebut dan fakta bahwa ia adalah rekan seperjuangan mereka, Dekker juga ikut ditangkap oleh pasukan Belanda.[177] Pada tanggal 18 Agustus, pemerintah kolonial mengeluarkan putusan bahwa Tiga Serangkai akan diasingkan ke negara Belanda.[178]

Pada tanggal 23 Mei 1914, Henk Sneevliet, seorang komunis, membentuk suatu serikat pekerja yang bernama Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV; harfiah: "Perhimpunan Demokrat Sosial Hindia"), yang didukung oleh Partai Buruh Demokrat Sosial Belanda (SDAP), dengan tujuan menyebarkan paham-paham komunisme, khususnya marxisme, untuk membangkitkan semangat menentang pemerintah kolonial.[179] Tetapi pada tahun 1917, ISDV memisahkan diri dari SDAP. Tidak lama kemudian, ISDV yang awalnya didominasi oleh orang-orang Belanda mulai haluan, sehingga kelompok ini didominasi oleh kaum pribumi. Pada bulan Mei 1920, ISDV berganti nama menjadi Persarekatan Kommunist India (EYD: "Perserikatan Komunis Hindia") dan semakin melebarkan sayap mereka.[180] Organisasi ini mengganti namanya kembali pada tahun 1924, kali ini menjadi Partij Kommunist Indonesia (EYD: "Partai Komunis Indonesia"; PKI).[180]

 
Potret R. M. H. Oemar Said Tjokroaminoto, tokoh sentral pada awal-awal pendirian Sarekat Islam.

Lama-kelamaan, Sarekat Islam akhirnya tetap melebarkan sayapnya hingga masuk ke ranah politik. Di saat yang sama, paham-paham komunisme mulai masuk melalui tokoh-tokoh muda mereka, yaitu melalui anggota-anggota yang tertarik dengan visi dan pandangan Sneevliet dari ISDV, seperti Semaoen, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin. Organisasi ini kemudian terpecah menjadi dua kubu, yaitu "SI Merah" yang berhaluan komunisme (sayap kiri) dan "SI Putih" yang menentang paham tersebut (sayap kanan).[181] Pada bulan Oktober 1921, para petinggi Sarekat Islam menyatakan bahwa anggota SI tidak boleh memiliki keanggotaan rangkap dengan organisasi lain, sehingga anggota-anggota dari Partij Kommunist Indonesia, Mohammadijah (EYD: "Muhammadiyah"), Persatoean Islam (EYD: "Persatuan Islam"), dan organisasi-organisasi lainnya dikeluarkan dari Sarekat Islam karena menolak melepaskan keanggotaan rangkap tersebut. Tokoh-tokoh PKH (turunan ISDV), seperti Semaoen dan Darsono terpaksa angkat kaki dari Sarekat Islam.[182] Pada tahun 1923, nama organisasi ini diubah menjadi Partai Sarekat Islam, mengukuhkan posisi organisasi ini sebagai partai politik. Pada tahun 1929, namanya diubah kembali menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia untuk memperjelas tujuan memperjuangkan kemerdekaan nasional sebagai tujuan partai.[183]

Awalnya dibentuk pada tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia) oleh Soetan Kasajangan Soripada dan Noto Soeroto sebagai wadah pemersatu para pelajar Hindia di perantauan Belanda, sejak tokoh Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat dari Tiga Serangkai masuk menjadi anggota perkumpulan ini pada tahun 1913, Indische Vereeniging juga mulai digunakan sebagai forum untuk bertukar pendapat dalam ranah politik.[184] Pada bulan September 1922, perkumpulan ini secara resmi mengganti namanya menjadi Indonesische Vereeniging, menjadikan perkumpulan ini sebagai organisasi pertama yang resmi menggunakan nama "Indonesia". Indonesische Vereeniging secara resmi berkecimpung dalam ranah politik dengan tujuan mempropagandakan kemerdekaan Hindia Belanda. Pada tahun 1925, perkumpulan ini berganti nama menjadi Perhimpoenan Indonesia (EYD: "Perhimpunan Indonesia"), yaitu menggunakan terjemahan bahasa Melayu ejaan van Ophuijsen dari nama sebelumnya sebagai nama resmi organisasi tersebut.[185]

 
Mohammad Jamin, tokoh pengusul bahasa Melayu (bahasa Indonesia) sebagai bahasa persatuan.

Selain organisasi-organisasi pergerakan nasional tersebut, beberapa gerakan kepemudaan juga muncul untuk menampung kebutuhan berorganisasi para pemuda dari kelompok etnik atau identitas tertentu di Hindia Belanda, seperti Jong Bataksbond (Persatuan Batak Muda), Jong Sumatranenbond (Persatuan Orang Sumatra Muda), Jong Java (Jawa Muda), Sekar Roekoen (EYD: "Sekar Rukun"), Jong Islamietenbond (Persatuan Muslim Muda), Jong Ambon (Ambon Muda), Jong Minahasa (Minahasa Muda), Jong Celebes (Sulawesi Muda), Pemoeda Kaoem Betawi (EYD: "Pemuda Kaum Betawi"), dan Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia (EYD: "Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia").[186] Meskipun demikian, banyaknya kelompok-kelompok yang bersifat kedaerahan melahirkan gagasan bahwa kelompok-kelompok tersebut harus berkumpul dan mendiskusikan kerja sama di antara kelompok-kelompok tersebut, yang sebenarnya memiliki cita-cita kebebasan yang sama. Pada tanggal 30 April hingga 2 Mei 1926, gerakan-gerakan kepemudaan (minus Pemoeda Kaoem Betawi dan Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia, karena kedua organisasi tersebut belum terbentuk saat itu) mengadakan suatu kongres para pemuda, yang saat ini disebut Kongres Pemuda I, yang dipimpin oleh Mohammad Tabrani di Vrijmetselaarsloge ("Loji Tarekat Mason Bebas", saat ini menjadi Gedung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional). Rapat pertama yang diadakan pada tanggal 30 April membahas tentang pentingnya kerja sama dan persatuan antarperhimpunan kepemudaan dan berbagai cara melepaskan diri dari penjajah. Kemudian rapat kedua pada tanggal 1 Mei membahas tentang pentingnya peran perempuan dalam perjuangan mencapai kebebasan dan kemerdekaan. Lalu rapat ketiga pada hari terakhir membahas tentang bahasa persatuan dan agama.[187][188] Pada pertemuan hari terakhir itulah, Mohammad Jamin dari Jong Sumatranenbond mengemukakan usulnya untuk menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, meskipun kemudian dikritik oleh Tabrani yang menginginkan agar bahasa persatuan disebut bahasa Indonesia.[189] Di akhir pertemuan, mereka sepakat bahwa seluruh rakyat dan gerakan perjuangan Hindia Belanda perlu menanamkan semangat kemerdekaan dan persatuan sebagai cita-cita bersama.[187] Dalam kongres ini, istilah "Indonesia" mulai diperkenalkan untuk menggantikan identitas Hindia Belanda.

 
Rapat pleno Partij Kommunist Indonesia (PKI) pada bulan Mei 1925 di Batavia.

Partij Kommunist Indonesia (PKI) mengadakan rapat pleno pada bulan Mei 1925 untuk merundingkan rencana pemberontakan demi menggulingkan pemerintahan kolonial.[180] Dibuka dengan mogok kerja yang dilakukan oleh pekerja kereta api, pemberontakan tersebut dimulai pada tanggal 12 November 1926 di Labuan dengan menyerang para pegawai pemerintah di kediaman masing-masing. Penyerangan tokoh-tokoh pejabat tersebut kemudian meluas ke wilayah-wilayah Keresidenan Banten, Batavia, Priangan, Kediri, Banyumas, Pekalongan, dan Kedu. Mulai keesokan hari hingga tanggal 8 Desember, pasukan militer KNIL mulai diturunkan untuk menangkap para pemberontak yang beraksi di Jawa, terutama di daerah Banten yang menjadi tempat pecahnya pemberontakan yang paling sengit.[190] Sementara di Pulau Sumatra, pemberontakan dilakukan oleh para anggota PKI mulai pada malam hari tanggal 31 Desember 1926 di Silungkang, kemudian menyebar ke wilayah-wilayah Minangkabau lainnya di Keresidenan Pesisir Barat Sumatra. Pada Hari Tahun Baru keesokan harinya, pasukan militer mulai dikerahkan untuk menangkap pemberontak PKI di Minangkabau. Pemberontakan PKI di Jawa dan Sumatra akhirnya benar-benar dapat dipadamkan pada tanggal 28 Februari 1927.[190][191] Akibat pemberontakan tersebut, PKI ditetapkan sebagai organisasi terlarang di Hindia Belanda oleh pemerintah kolonial, sehingga kegiatan operasional PKI harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh para anggotanya.

 
Mohammad Hatta, tokoh pemimpin Perhimpunan Indonesia, yang kelak menjadi Wakil Presiden Indonesia pertama.

Kembali ke Kerajaan Belanda, pada tahun 1926, Mohammad Hatta diangkat sebagai Ketua Perhimpoenan Indonesia dan sejak dalam kepemimpinannya, organisasi ini semakin gencar menyuarakan dukungan terhadap pergerakan nasional dan mengutuk penindasan pihak pemerintah kolonial di Hindia Belanda.[192] Pada Desember 1926, Semaoen menemui Hatta untuk menawarkan kerja sama pergerakan nasional. Namun, Hatta tidak dapat menyetujui paham komunisme, sehingga kerja sama batal, meskipun pembatalan tersebut mendapat pertentangan dari anggota-anggota yang telah terpapar paham komunisme dalam Perhimpoenan Indonesia.[193] Pada tanggal 23 September 1927, Hatta beserta tiga anggota organisasi lainnya ditangkap dan diadili karena diduga terlibat dalam pemberontakan PKI yang terjadi di Jawa dan Sumatra. Selama di dalam sel tahanan, Hatta menyusun suatu pidato pembelaan diri yang kemudian ia bacakan di depan hakim sidang pledoi pada tanggal 9 Maret 1928. Pidato tersebut kemudian menjadi terkenal dan diberi nama Indonesië Vrij ("Indonesia Merdeka").[194] Setelah ditahan selama beberapa bulan, Hatta dan ketiga orang lainnya yang ditangkap tersebut akhirnya dibebaskan dari tuduhan pada tanggal 22 Maret karena kurangnya bukti.[195] Pada tahun 1931, Hatta mundur dari jabatan sebagai ketua agar di dapat lebih berfokus pada pendidikannya, tetapi Hatta tetap berkomitmen akan membantu urusan internal organisasi. Namun, keputusan tersebut membuka kesempatan bagi para komunis yang menjadi anggota organisasi untuk menguasai Perhimpoenan Indonesia. Tidak lama kemudian, Hatta bersama beberapa tokoh berpaham nasionalisme lainnya dikeluarkan dari organisasi dan Perhimpoenan Indonesia akhirnya menjadi sebuah "organisasi boneka" di bawah Partai Komunis Belanda.[195]

 
Technische Hoogeschool te Bandoeng, tempat Soekarno mengenyam pendidikan tinggi jurusan teknik sipil pada tahun 1921–1926. Sekolah tinggi ini menjadi lokasi berdirinya Institut Teknologi Bandung (ITB) modern.

Terinspirasi oleh Indonesische Studieclub (Kelompok Studi Indonesia) yang dibentuk oleh Soetomo sewaktu menjadi pengajar di Nederlandsch-Indische Artsen School ("Sekolah Dokter Hindia Belanda", sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga) di Surabaya pada tahun 1924,[196] Soekarno, yang pada saat itu tengah mengenyam pendidikan tinggi di Technische Hoogeschool te Bandoeng ("Sekolah Tinggi Teknik di Bandung", sekarang Institut Teknologi Bandung), mendirikan suatu kelompok yang terdiri dari mahasiswa sekolah teknik tersebut pada bulan November 1925, yang diberi nama Algemeene Studieclub (Kelompok Studi Umum). Pada tanggal 4 Juli 1927, Soekarno bersama Tjipto Mangoenkoesoemo, Sartono, dan Iskaq Tjokrohadisoerjo, mendirikan Persarekatan National Indonesia (EYD: "Perserikatan Nasional Indonesia"), sementara Algemeene Studieclub dilebur oleh Soekarno ke dalam organisasi ini. Pada bulan Mei 1928, organisasi ini mengganti namanya menjadi Partij National Indonesia (EYD: "Partai Nasional Indonesia"; PNI) sekaligus memaklumkan tujuan partai, yaitu memperjuangkan kebebasan ekonomi dan kemerdekaan politik atas wilayah Hindia Belanda tidak melalui kerja sama dengan rezim kolonial Belanda.[197] Pertumbuhan anggota PNI yang signifikan membuat pemerintah kolonial merasa terancam, sehingga pada bulan Desember 1929, Soekarno dan beberapa petinggi partai ditangkap dan diadili dengan tuduhan mengganggu ketertiban umum dan persekongkolan untuk menggulingkan pemerintah kolonial. Dalam suatu sidang pledoi pada tanggal 18 Agustus 1930 di Landraad Bandung (sekarang Gedung Indonesia Menggugat), Soekarno memberikan pembelaan dirinya di hadapan hadirin sidang dalam bentuk sebuah pidato, yang saat ini dikenal dengan nama Indonesia Menggugat.[198][199]

 
Museum Sumpah Pemuda, yang dahulu bernama Indonesische Clubhuis, merupakan lokasi rapat terakhir Kongres Pemuda II sekaligus menjadi tempat lahirnya Sumpah Pemuda.

Setelah mengadakan kongres tahun 1926, gerakan-gerakan kepemudaan tersebut kembali merencanakan kongres lanjutan sejak bulan Agustus 1928. Mereka bersepakat bahwa kongres tersebut, yang saat ini disebut Kongres Pemuda II, akan diadakan pada tanggal 27–28 Oktober 1928 di tiga gedung berbeda di Batavia, serta akan diketuai oleh Soegondo Djojopoespito. Para perwakilan yang mengikuti kongres ini bukan saja berasal dari perhimpunan-perhimpunan kepemudaan, tetapi juga dari kelompok-kelompok berbasis nasionalisme dan agama serta kelompok-kelompok belajar dari tempat pengajaran tertentu.[200] Rapat pertama berlangsung pada tanggal 27 Oktober pukul 19.30–23.30 waktu setempat di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (Persatuan Anak Muda Katolik),[b] serta membahas mengenai gagasan wadah nasional dan cara mempererat hubungan antarkelompok demi persatuan dan kesatuan nasional. Dalam rapat ini, Moehammad Jamin kembali mempromosikan bahasa Melayu (dalam bentuk "bahasa Indonesia") sebagai bahasa persatuan.[200] Rapat kedua berlangsung pada keesokan harinya pukul 8.00–12.00 di Oost-Java Bioscoop (Bioskop Jawa Timur),[c] dan membahas mengenai peran penting pendidikan dalam membantu mewujudkan cita-cita kemerdekaan.[200] Rapat ketiga berlangsung pada hari yang sama pukul 17.30–23.30 di Indonesische Clubhuis/Clubgebouw ("Gedung Perkumpulan Indonesia", sekarang Museum Sumpah Pemuda), serta membahas tentang kepanduan (pramuka) dan rangkuman seluruh rapat dalam kongres tersebut. Di sela-sela rapat terakhir kongres ini, lagu "Indonesia Raja" (EYD: "Indonesia Raya"), yang kelak menjadi lagu kebangsaan Indonesia, diperdengarkan untuk pertama kalinya melalui gesekan biola oleh penggubah lagu tersebut, yaitu Wage Rudolf Soepratman, di hadapan seluruh hadirin rapat, yang terharu oleh lantunan nada biola Soepratman. Oleh karena permintaan hadirin yang menginginkan agar lagu "Indonesia Raja" dinyanyikan dengan lirik, Dolly Salim, putri sulung Agoes Salim, ditunjuk untuk menyanyikan lagu ini dengan perubahan kata merdeka menjadi moelia untuk menghindari pemboikotan kongres oleh aparat pemerintah kolonial yang menjaga kongres ini.[203] Akhirnya, sebagai penutup dan untuk menyimpulkan hasil kongres tersebut, Soegondo membacakan suatu naskah resolusi yang dibuat oleh Jamin di depan para peserta kongres dan resolusi tersebut disetujui dan menjadi ikrar bagi seluruh peserta kongres yang hadir. Ikrar tersebut saat ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda, yaitu kesatuan pengakuan para pemuda sebagai "bangsa Indonesia pada tanah air Indonesia yang berbahasa Indonesia". Sejak keputusan tersebut, gerakan-gerakan nasional di Hindia Belanda mulai menggunakan nama "Indonesia" sebagai identitas mereka.[204]

 
Soekarno yang berfoto beserta keluarga dan kawan-kawan ketika tengah dalam pengasingan di Ende (1936).

Sejak pimpinan PNI ditangkap, aktivitas partai menjadi lumpuh. Sementara Soekarno dan tokoh-tokoh petinggi PNI lainnya mendapat putusan hukuman penjara pada sidang vonis tanggal 22 Desember 1930,[205] pada bulan yang sama, beberapa anggota PNI memisahkan diri dan bersama Soetan Sjahrir dan Mohammad Hatta membentuk organisasi baru yang bernama Pendidikan National Indonesia (EYD: Pendidikan Nasional Indonesia), yang disebut "PNI Baru". Berbeda dengan cita-cita PNI "lama", organisasi ini bertujuan untuk membina kader-kader yang diharapkan akan menjadi pemimpin politik di masa depan. Sjahrir ditunjuk sebagai ketua sementara sembari menunggu Hatta menyelesaikan studinya di Belanda.[206] Pada 25 April 1931, Sartono, sebagai ketua PNI saat itu, memutuskan untuk membubarkan PNI demi menghindari stigma buruk yang ditimbulkan oleh vonis Soekarno, dan kemudian mendirikan Partij Indonesia (EYD: Partai Indonesia; disingkat Partindo). Pada tanggal 31 Desember 1931, Soekarno dibebaskan lebih awal setelah pemerintah kolonial mendapat tekanan dari pihak luar dan dalam. Ia mengalami dilema setelah melihat PNI yang tepecah dua tersebut. Awalnya Soekarno berusaha untuk menyatukan kedua organisasi tersebut, tetapi setelah melihat bahwa usahanya itu sia-sia, ia memilih masuk menjadi anggota Partindo dan kemudian menjadi ketua organisasi tersebut pada tanggal 28 Juli 1932.[207] Pada bulan yang sama, Hatta etelah menyelesaikan studinya dan kembali ke Hindia Belanda, lalu menjadi anggota PNI Baru dan diangkat sebagai ketuanya pada bulan Agustus 1932.[193] Selain mengelola partai, Soekarno juga membuka usaha biro arsitektur "Soekarno & Roosseno" bersama Roosseno Soerjohadikoesoemo, sembari mengunjungi beberapa tokoh nasionalis lainnya di Pulau Jawa dan menulis artikel mengenai kemerdekaan pada koran Fikiran Ra'jat (EYD: "Pikiran Rakyat"),[208] sementara Mohammad Hatta menulis artikel yang bertujuan membangkitkan semangat kader politik masa depan di koran Daulat Ra'yat (EYD: "Daulat Rakyat"). Akibat tulisan-tulisan yang Soekarno buat di koran tersebut pada pertengahan tahun 1933, yang pada saat ini dikumpulkan sebagai sebuah risalah bernama Mentjapai Indonesia Merdeka (EYD: "Mencapai Indonesia Merdeka"), ia sekali lagi ditangkap dan dijebloskan ke dalam tahanan oleh polisi pada tanggal 1 Agustus 1933.[209] Ia beserta keluarga lalu diasingkan ke Endeh (sekarang Ende) pada tahun 1934,[210] dan kemudian dipindahkan ke Bencoolen (sekarang Bengkulu) pada tahun 1938.[211] Sementara pada awal tahun 1934, giliran Hatta dan Sjahrir yang ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Keduanya diasingkan ke Boven Digoel pada tahun 1935,[212] lalu dipindahkan ke Banda Neira setahun setelahnya,[213] dan akhirnya dipindahkan lagi ke Sukabumi pada tahun 1941.[214]

 
Staf pengajar dari sekolah Taman Siswa di Yogyakarta (1920). Lukisan bersumber dari koleksi Nationaal Museum van Wereldculturen di Belanda.

Selain gerakan-gerakan politik pada tingkat nasional dan kedaerahan, beberapa tokoh pejuang juga mendirikan berbagai sekolah dan perguruan untuk mencerdaskan anak bangsa, dengan harapan bahwa kelak mereka menjadi penyokong untuk negara merdeka kelak. Surat-surat dari Kartini, seorang wanita keturunan priayi Jawa, semasa hidupnya (1879–1904) kepada sahabat-sahabat pena di Eropa, yang membahas tentang masalah sosial, ketimpangan gender, dan harapan akan emansipasi bagi wanita, membuat Conrad Theodor van Deventer, seorang anggota parlemen Belanda dan pemerhati Hindia Belanda, tergerak untuk lebih memperhatikan kondisi perempuan-perempuan pribumi di Belanda, sehingga ia beserta istrinya mendirikan Yayasan Kartini pada tahun 1912 sebagai wadah penggalangan dana, lalu membangun tempat-tempat pengajaran khusus perempuan yang diberi nama "Sekolah Kartini", dimulai pada tahun 1912 di Semarang.[215] Kemudian di Bandung, seorang wanita priayi Sunda bernama Dewi Sartika mendirikan suatu tempat pendidikan bagi perempuan bernama "Sakola Istri" pada tanggal 16 Januari 1904 di Pendopo Kabupaten Bandung, lalu diubah menjadi Sekolah Kaoetamaan Isteri (EYD: "Sekolah Keutamaan Istri") pada tahun 1910 dan menyebar ke seluruh wilayah Jawa bagian barat.[216] Selanjutnya, Soewardi Soerjaningrat, yang kemudian mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara pada tanggal 28 Februari 1928,[217] mendirikan lembaga pengajaran berbasis pendidikan humanis, kerakyatan, dan kebangsaan, yang bernama National Onderwijs Institut (Lembaga Pendidikan Nasional) "Taman Siswa" pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta, yang kemudian menyebar ke seluruh Jawa dan bahkan ke luar pulau.[218][219] Selain itu, organisasi-organisasi yang mengajarkan tentang kepanduan (pramuka) juga berdiri sebagai sarana menyalurkan semangat untuk meraih kebebasan dan kemerdekaan, yaitu Nederlandsch Indische Padvinders Vereeniging (Perhimpunan Pandu Hindia Belanda; NIPV), Nationale Padvinderij (Pandu Nasional), dan Persaoedaraan Antar Pandoe Indonesia (EYD: Persaudaraaan Antarpandu Indonesia), Kepandoean Bangsa Indonesia (EYD: Kepanduan Bangsa Indonesia), dan lain sebagainya.[220]

Menyadari ancaman dari organisasi-organisasi berbasis nasionalisme yang menuntut kebebasan dari cengkeraman kolonialisme Belanda, maka pada dekade 1930-an, pemerintah kolonial Hindia Belanda mulai melakukan pelarangan dan penutupan terhadap organisasi-organisasi tersebut, serta memenjarakan sejumlah pemimpin politik nasional. Meskipun Belanda tidak dapat sepenuhnya membungkam suara-suara lokal yang menuntut perubahan, mereka berhasil mencegah pergolakan secara luas. Walaupun sentimen nasionalisme tetap tinggi selama tahun-tahun tersebut, gerakan-gerakan nyata untuk memperjuangkan kemerdekaan tetap mampu dibatasi oleh pemerintah kolonial.[221] Namun, pecahnya Perang Dunia II sejak tanggal 1 September 1939 menimbulkan berbagai perubahan dramatis pada kekuatan politik dunia, termasuk Kerajaan Belanda yang melemah akibat terlibat dalam perang besar tersebut, terutama karena posisi Belanda kali ini adalah pihak utama yang terlibat dalam pertempuran, bukan seperti pada waktu Perang Dunia I, yaitu ketika Belanda hanya berposisi sebagai pihak pembantu. Melemahnya kekuatan Belanda tersebut diperparah dengan jatuhnya Belanda ke tangan militer Jerman Nazi pada tanggal 14 Mei 1940.[222] Kekacauan tersebut berpengaruh hingga ke Hindia Belanda, terutama ketika pasukan Jepang masuk ke Hindia Belanda untuk mengusir pasukan Belanda dan menduduki wilayah ini. Pertempuran ini membuka kesempatan bagi para nasionalis untuk kembali menajamkan taringnya dan menyuarakan kemerdekaan.[223]

Periode pendudukan

 
Foto Presiden Soekarno dan ketika memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, yang disaksikan oleh hadirin.

Pada masa Perang Dunia II, sewaktu Belanda sedang diduduki oleh Jerman Nazi, Kekaisaran Jepang berhasil menguasai Indonesia. Setelah mendapatkan Indonesia pada tahun 1942, Jepang melihat bahwa para pejuang Indonesia merupakan rekan perdagangan yang kooperatif dan bersedia mengerahkan prajurit bila diperlukan. Soekarno, Mohammad Hatta, KH. Mas Mansur, dan Ki Hajar Dewantara diberikan penghargaan oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943.[butuh rujukan]

Pada Maret 1945 Jepang membentuk sebuah komite untuk kemerdekaan Indonesia. Setelah Perang Pasifik berakhir pada tahun 1945, di bawah tekanan organisasi pemuda, Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Periode republik

 
Soekarno, presiden pertama Indonesia.

Setelah kemerdekaan, tiga pendiri bangsa yakni Soekarno, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir masing-masing menjabat sebagai presiden, wakil presiden, dan perdana menteri. Dalam usaha untuk menguasai kembali Indonesia, Belanda mengirimkan pasukan mereka.

Usaha-usaha berdarah untuk meredam pergerakan kemerdekaan ini kemudian dikenal oleh orang Belanda sebagai 'aksi kepolisian' (politionele actie), atau dikenal oleh orang Indonesia sebagai Agresi Militer.[224] Belanda akhirnya menerima hak Indonesia untuk merdeka pada 27 Desember 1949 sebagai negara federal yang disebut Republik Indonesia Serikat setelah mendapat tekanan yang kuat dari kalangan internasional, terutama Amerika Serikat. Mosi Integral Natsir pada tanggal 17 Agustus 1950, menyerukan kembalinya negara kesatuan Republik Indonesia dan membubarkan Republik Indonesia Serikat. Soekarno kembali menjadi presiden dengan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden dan Mohammad Natsir sebagai perdana menteri.

 
Piagam Penyerahan Kedaulatan Indonesia oleh Belanda

Pada tahun 1950-an dan 1960-an, pemerintahan Soekarno mulai mengikuti sekaligus merintis gerakan non-blok pada awalnya, kemudian menjadi lebih dekat dengan blok sosialis, misalnya Republik Rakyat Tiongkok dan Yugoslavia. Tahun 1960-an menjadi saksi terjadinya konfrontasi militer terhadap negara tetangga, Malaysia ("Konfrontasi"),[225] dan ketidakpuasan terhadap kesulitan ekonomi yang semakin besar. Selanjutnya pada tahun 1965 meletus peristiwa G30S yang menyebabkan kematian 6 orang jenderal dan sejumlah perwira menengah lainnya. Muncul kekuatan baru yang menyebut dirinya Orde Baru yang segera menuduh Partai Komunis Indonesia sebagai otak di belakang kejadian ini dan bermaksud menggulingkan pemerintahan yang sah serta mengganti ideologi nasional menjadi berdasarkan paham sosialis-komunis. Tuduhan ini sekaligus dijadikan alasan untuk menggantikan pemerintahan lama di bawah Presiden Soekarno.

 
Potret resmi Soeharto, Presiden Indonesia ke-2, pada tahun 1993.

Jenderal Soeharto menjadi Pejabat Presiden pada tahun 1967 dengan alasan untuk mengamankan negara dari ancaman komunisme. Sementara itu kondisi fisik Soekarno sendiri semakin melemah. Setelah Soeharto berkuasa, ratusan ribu warga Indonesia yang dicurigai terlibat pihak komunis dibunuh, sementara masih banyak lagi warga Indonesia yang sedang berada di luar negeri, tidak berani kembali ke tanah air, dan akhirnya dicabut kewarganegaraannya. Tiga puluh dua tahun masa kekuasaan Soeharto dinamakan Orde Baru, sementara masa pemerintahan Soekarno disebut Orde Lama.

Soeharto menerapkan ekonomi neoliberal dan berhasil mendatangkan investasi luar negeri yang besar untuk masuk ke Indonesia dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar, meski tidak merata. Pada awal rezim Orde Baru kebijakan ekonomi Indonesia disusun oleh sekelompok ekonom lulusan Departemen Ekonomi Universitas California, Berkeley, yang dipanggil "Mafia Berkeley".[226] Namun, Soeharto menambah kekayaannya dan keluarganya melalui praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang meluas dan dia akhirnya dipaksa turun dari jabatannya setelah aksi demonstrasi besar-besaran dan kondisi ekonomi negara yang memburuk pada tahun 1998.

Masa Peralihan Orde Reformasi atau Era Reformasi berlangsung dari tahun 1998 hingga 2001, ketika terdapat tiga masa presiden: Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie, Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Pada tahun 2004, diselenggarakan Pemilihan Umum satu hari terbesar di dunia[227] yang dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai presiden terpilih secara langsung oleh rakyat, yang menjabat selama dua periode. Pada tahun 2014, Joko Widodo, yang lebih akrab disapa Jokowi, terpilih sebagai presiden ke-7.

Indonesia kini sedang mengalami masalah-masalah ekonomi, politik dan pertikaian bernuansa agama di dalam negeri, dan beberapa daerah berusaha untuk melepaskan diri dari naungan NKRI, terutama Papua.[butuh rujukan] Timor Timur secara resmi memisahkan diri pada tahun 1999 setelah 24 tahun bersatu dengan Indonesia dan 3 tahun di bawah administrasi PBB menjadi negara Timor Leste.

Pada Desember 2004 dan Maret 2005, Aceh dan Nias dilanda dua gempa bumi besar yang totalnya menewaskan ratusan ribu jiwa. (Lihat Gempa bumi Samudra Hindia 2004 dan Gempa bumi Sumatra Maret 2005.) Kejadian ini disusul oleh gempa bumi di Yogyakarta dan tsunami yang menghantam Pantai Pangandaran dan sekitarnya, serta banjir lumpur di Sidoarjo pada 2006 yang tidak kunjung terpecahkan.

Geografi

 
Hutan hujan di Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat.

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang berada di Asia Tenggara,[228] dan terletak di antara benua Asia dan benua Australia/Oseania, serta di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Negara ini memiliki 17.504 pulau yang menyebar di sekitar khatulistiwa; sebanyak 16.056 pulau telah dibakukan namanya,[229] dan sekitar 6.000 pulau tidak berpenghuni.[230][231] Pulau-pulau besar di Indonesia yaitu Sumatra, Jawa, Kalimantan (berbagi dengan Malaysia dan Brunei Darussalam), Sulawesi, dan Papua (berbagi dengan Papua Nugini).

Indonesia berada pada koordinat antara antara 6° 04' 30" LU dan 11° 00' 36" LS serta antar 94° 58' 21" dan 141° 01' 10" BT,[232] yang membentang sepanjang 5.120 kilometer (3.181 mil) dari timur ke barat serta 1.760 kilometer (1.094 mil) dari utara ke selatan.[233] Luas daratan Indonesia adalah 1.916.906,77 km²,[234] sementara luas perairannya sekitar 3.110.000 km² dengan garis pantai sepanjang 108 ribu km.[235] Batas wilayah Indonesia diukur dari kepulauan dengan menggunakan teritorial laut 12 mil laut serta zona ekonomi eksklusif 200 mil laut,[236] searah penjuru mata angin, yaitu:

Utara Malaysia dengan perbatasan sepanjang 1.782 km,[230] Singapura, Filipina, dan Laut Tiongkok Selatan
Timur Papua Nugini dengan perbatasan sepanjang 820 km,[230] Timor Leste, dan Samudra Pasifik
Selatan Australia, Timor Leste, dan Samudra Hindia
Barat Samudra Hindia

Titik tertinggi di Indonesia yaitu Puncak Jaya (4.884 mdpl) di Provinsi Papua Tengah.[237] Danau Toba di Sumatera Utara adalah danau terluas di Indonesia sekaligus danau kaldera terbesar di dunia,[238] sedangkan sungai terpanjang di Indonesia yaitu Sungai Kapuas yang berada di Kalimantan Barat.[239]

Iklim

 
Peta klasifikasi Iklim Köppen Indonesia.

Secara umum, Indonesia beriklim tropis (kelompok A dalam klasifikasi iklim Köppen; meskipun ada wilayah dengan tipe iklim yang berbeda).[240][241] Perairan yang hangat di wilayah Indonesia sangat berperan dalam menjaga suhu di darat tetap konstan, dengan rerata suhu di wilayah pesisir sebesar 28 °C, di wilayah pedalaman dan dataran tinggi sebesar 26 °C , serta di wilayah pegunungan sebesar 23 °C. Kelembapan berkisar antara 70 hingga 90%.[242]

Faktor utama yang memengaruhi iklim Indonesia bukanlah suhu udara ataupun tekanan udara, melainkan curah hujan. Variasi musim di Indonesia, yaitu musim hujan dan musim kemarau, berkaitan dengan pergerakan angin muson. Angin muson barat yang bertiup dari Asia ke Australia melalui Indonesia pada bulan Oktober hingga Februari mengakibatkan curah hujan yang tinggi, terutama di Indonesia bagian barat. Sementara itu, angin muson timur yang bergerak ke arah sebaliknya pada bulan April hingga Agustus tidak banyak membawa uap air dan menurunkan hujan. Selain itu, ada pula musim peralihan ketika matahari melintasi khatulistiwa yang mengakibatkan angin bertiup lemah dan bergerak tak menentu.[243][244] Meskipun demikian, tidak semua wilayah Indonesia memiliki pola curah hujan yang sama. Selain daerah musonal, ada pula daerah ekuatorial yang dipengaruhi daerah pertemuan angin antartropis, serta daerah lokal yang polanya berkebalikan dengan pola musonal.[245][246]

Beberapa penelitian memproyeksikan Indonesia terdampak perubahan iklim.[247] Dampak buruk yang ditimbulkan di antaranya kenaikan suhu rata-rata sekitar 1 °C pada pertengahan abad ini akibat emisi yang tidak berkurang,[248][249] peningkatan frekuensi kekeringan dan kekurangan pangan (akibat perubahan curah hujan dan pola musim yang memengaruhi pertanian), serta berbagai penyakit dan kebakaran hutan.[249] Naiknya permukaan air laut juga mengancam sebagian besar penduduk Indonesia yang tinggal di daerah pesisir.[249][250][251] Penduduk prasejahtera mungkin merupakan kelompok yang paling terpengaruh oleh perubahan iklim.[252]

Geologi

 
Gunung-gunung berapi utama di Indonesia, yang berada di antara Cincin Api Pasifik dan Sabuk alpida
 
Gunung Merapi gunung berapi paling aktif di Indonesia
 
Kehancuran pada Gempa bumi Yogyakarta 2006

Secara tektonik, sebagian besar wilayah Indonesia sangat tidak stabil karena lokasinya menjadi pertemuan dari beberapa lempeng tektonik, seperti lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Eurasia. Negara ini terletak di antara Cincin Api Pasifik dan Sabuk alpida sehingga memiliki banyak gunung berapi dan sering mengalami gempa bumi.[253] Busur vulkanik berjajar mulai dari Sumatra, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, dan kemudian ke Kepulauan Banda di Maluku hingga ke timur laut Sulawesi.[254] Dari sekitar 400 gunung berapi, kurang lebih 130 di antaranya masih aktif.[253]

Sebuah letusan supervulkan pada sekitar 77.000 SM yang membentuk Danau Toba dipercaya mengakibatkan musim dingin vulkanik dan penurunan suhu dunia selama bertahun-tahun.[255] Letusan Tambora pada tahun 1815 dan letusan Krakatau pada 1883 juga termasuk letusan gunung terbesar yang tercatat sepanjang sejarah.[256][257]

Gempa bumi terjadi hampir setiap hari di Indonesia dimana sebagian besar tidak dirasakan manusia. Peristiwa gempa bumi besar di Indonesia baru-baru ini adalah Gempa bumi dan tsunami Sulawesi 2018 menewaskan setidaknya 4.300 jiwa. Guncangan mematikan juga terjadi gempa bumi Yogyakarta pada 27 Mei 2006, menewaskan setidaknya 5.700 jiwa, dan menghancurkan ratusan ribu rumah.

Peristiwa Gempa bumi berdorongan besar yang berdampak ke Indonesia dan terjadi belum lama ini adalah gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004, dan menyebabkan tsunami besar yang juga berdampak pada negara lain.[258] Indeks resiko dunia menempatkan Indonesia, sebagai negara paling rentan terhadap bencana alam ke-tiga di dunia dengan skor 43 persen.

Lingkungan hidup

Spesies-spesies flora dan fauna yang endemik di Indonesia. Searah jarum jam dari kiri atas: Padma raksasa, orang utan, cenderawasih kuning-besar, dan komodo.

Wilayah Indonesia memiliki keanekaragaman makhluk hidup yang tinggi sehingga dikelompokkan sebagai salah satu dari 17 negara megadiversitas oleh Conservation International.[259][260] Dari sudut pandang wilayah biogeografi, Indonesia termasuk dalam wilayah Malesia. Flora dan faunanya merupakan campuran dari spesies khas Asia dan Australasia. Alfred Russel Wallace, seorang ahli sejarah alam, menghipotesiskan sebuah garis pemisah (yang kemudian disebut garis Wallace) untuk membedakan organisme yang berasal dari Asia (Paparan Sunda) dan Australia (Paparan Sahul). Kawasan biogeografi yang menjadi zona transisi di antara kedua paparan ini disebut Wallacea.[261] Selain itu, garis Weber dan garis Lydekker juga digunakan untuk menetapkan batas biogeografi Indonesia.[262]

Indonesia memiliki sekitar 10% dari seluruh spesies tumbuhan berbunga di Bumi (sebanyak 25.000 spesies, 55% di antaranya endemik di Indonesia). Negara ini juga memiliki sekitar 12% spesies mamalia di Bumi (515 spesies) sehingga menempati peringkat kedua pada keanekaragaman mamalia setelah Brasil. Indonesia menempati peringkat keempat pada keanekaragaman spesies reptil (781 spesies) dan primata (35 spesies), peringkat kelima pada keanekaragaman spesies burung (1.592 spesies), serta peringkat keenam pada keanekaragaman spesies amfibi (270 spesies).[263]

 
Visibilitas yang rendah di langit Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, yang disebabkan oleh kabut asap.

Meskipun demikian, populasi penduduk Indonesia yang besar dan terus meningkat serta industrialisasi yang pesat memunculkan masalah lingkungan hidup yang serius, di antaranya perusakan lahan gambut, deforestasi ilegal berskala besar (yang mengakibatkan kabut asap di beberapa bagian Asia Tenggara), eksploitasi sumber daya laut yang berlebihan, polusi udara, pengelolaan sampah, hingga penyediaan air dan sanitasi yang memadai.[264] Isu-isu tersebut berkontribusi pada rendahnya peringkat Indonesia (nomor 116 dari 180 negara) dalam Indeks Kinerja Lingkungan 2020. Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa kinerja Indonesia secara umum di bawah rata-rata, baik dalam konteks regional maupun global.[265]

Pada tahun 2018, sekitar 49,7% dari luas daratan Indonesia ditutupi oleh hutan,[266] turun dari angka 87% yang dihitung pada tahun 1950.[267] Sejak dasawarsa 1970-an hingga saat ini, produksi kayu bulat serta berbagai tanaman perkebunan dan pertanian bertanggung jawab atas sebagian besar deforestasi di Indonesia.[267] Belakangan ini, deforestasi didorong oleh industri kelapa sawit. Meskipun dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, industri ini dapat merusak ekosistem dan menimbulkan masalah sosial.[268] Situasi ini menjadikan Indonesia sebagai penghasil emisi gas rumah kaca berbasis hutan terbesar di dunia,[269] serta mengancam kelangsungan hidup spesies asli dan endemik. Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) mengidentifikasi sejumlah spesies yang terancam kritis, termasuk jalak bali,[270] orang utan sumatra,[271] dan badak jawa.[272]

Politik dan pemerintahan

Sistem pemerintahan

 
Gedung MPR/DPR dalam Kompleks Parlemen Republik Indonesia.
 
Gedung Istana Negara, salah satu dari enam Istana Kepresidenan di Indonesia.

Indonesia merupakan negara kesatuan yang menjalankan pemerintahan republik presidensial multipartai yang demokratis. Konstitusi Indonesia adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang pada era reformasi mengalami empat kali amendemen sehingga membawa perubahan besar pada kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.[273] Salah satu perubahan utama adalah pendelegasian kekuasaan dan wewenang kepada berbagai entitas regional sambil tetap menjadi negara kesatuan.[274][275]

Kekuasaan eksekutif dipegang oleh presiden yang dibantu oleh wakil presiden dan kabinet. Presiden Indonesia merupakan kepala negara dan kepala pemerintahan, sekaligus panglima tertinggi Tentara Nasional Indonesia. Presiden dan wakil presiden dapat menjabat selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan.[276] Joko Widodo dan Ma'ruf Amin adalah pasangan presiden dan wakil presiden yang terpilih untuk masa jabatan 2019–2024. Mereka memimpin Kabinet Indonesia Maju yang terdiri atas 34 menteri dan sejumlah pejabat setingkat menteri.[277]

Lembaga perwakilan tertinggi yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang berwenang mengubah dan menetapkan konstitusi, serta melantik dan memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden.[278] Lembaga ini berbentuk bikameral yang terdiri dari 575 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berasal dari partai politik, ditambah dengan 136 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang merupakan wakil provinsi dari jalur independen.[279] Anggota DPR dan DPD dipilih melalui pemilihan umum dengan masa jabatan lima tahun. Fungsi yang dijalankan oleh DPR yaitu legislasi (membentuk undang-undang), anggaran (membahas dan menyetujui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), dan pengawasan (mengawasi kinerja pemerintah),[280][281] sedangkan DPD merupakan lembaga legislatif yang lebih dikhususkan pada pengelolaan daerah.[282][283] Saat ini, MPR diketuai oleh Bambang Soesatyo,[284] DPR diketuai oleh Puan Maharani,[285] sedangkan DPD diketuai oleh La Nyalla Mattalitti.[286]

Kekuasaan kehakiman dijalankan oleh Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).[287] Sementara itu, Komisi Yudisial mengawasi kinerja para hakim.[288]

Hubungan luar negeri

 
Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Indonesia ke-6, bersama dengan Barack Obama, Presiden Amerika Serikat ke-44, dalam acara penyambutan tamu negara di Istana Merdeka pada 2010.[289]

Indonesia memiliki 132 perwakilan diplomatik di luar negeri, termasuk 95 kedutaan.[290] Negara ini memiliki kebijakan politik luar negeri "bebas dan aktif", yang berarti bahwa Indonesia tidak berpihak pada blok-blok kekuatan dan persekutuan militer di dunia, sekaligus bersikap aktif dalam menjaga ketertiban dunia, sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945.[291]

Berlawanan dengan Sukarno yang anti-Imperialisme, antipati terhadap kekuatan barat, dan bersitegang dengan Malaysia, hubungan luar negeri sejak "Orde baru"-nya Suharto didasarkan pada ekonomi dan kerja sama politik dengan negara-negara barat.[292] Indonesia menjaga hubungan baik dengan tetangga-tetangganya di Asia, dan Indonesia adalah pendiri ASEAN dan East Asia Summit.

Indonesia menjalin hubungan kembali dengan Republik Rakyat Tiongkok pada tahun 1990, padahal sebelumnya melakukan pembekuan hubungan sehubungan dengan gejolak anti-komunis di awal kepemerintahan Suharto. Indonesia menjadi anggota Perserikatan Bangsa-bangsa sejak tahun 1950,[293] dan pendiri Gerakan Non Blok dan Organisasi Kelompok Islam yang sekarang telah menjadi Organisasi Kerjasama Islam. Indonesia telah menandatangani perjanjian ASEAN Free Trade Area, Cairns Group, dan World Trade Organization, dan pernah menjadi anggota OPEC, meskipun Indonesia menarik diri pada tahun 2008 sehubungan Indonesia bukan lagi pengekspor minyak mentah bersih. Indonesia telah menerima bantuan kemanusiaan dan pembangunan sejak tahun 1966, terutama dari Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat, Australia, dan Jepang.

Pemerintah Indonesia telah bekerja sama dengan dunia internasional sehubungan dengan pengeboman yang dilakukan oleh militan Islam dan Al-Qaeda.[294] Pemboman besar menimbulkan korban 202 orang tewas (termasuk 164 turis mancanegara) di Kuta, Bali pada tahun 2012.[295] Serangan tersebut dan peringatan perjalanan (travel warnings) yang dikeluarkan oleh negara-negara lain, menimbulkan dampak yang berat bagi industri jasa perjalanan/turis dan juga prospek investasi asing.[296] Tetapi beruntung ekonomi Indonesia secara keseluruhan tidak terlalu dipengaruhi oleh hal-hal tersebut di atas, karena Indonesia adalah negara yang ekonomi domestiknya cukup kuat dan dominan.[butuh rujukan]

Militer

 
Parade para prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat.

Tentara Nasional Indonesia terdiri dari TNI–AD, TNI-AL (termasuk Marinir) dan TNI-AU.[297] Berkekuatan 400.000 prajurit aktif, memiliki anggaran 4% dari GDP pada tahun 2006, tetapi terdapat kontroversi bahwa ada sumber-sumber dana dari kepentingan-kepentingan komersial dan yayasan-yayasan yang dilindungi oleh militer.[298] Satu hal baik dari reformasi sejalan dengan mundurnya Suharto adalah mundurnya TNI dari parlemen setelah bubarnya Dwi Fungsi ABRI, walaupun pengaruh militer dalam bernegara masih tetap kuat.[299] Gerakan separatis di sebagian daerah Aceh dan Papua telah menimbulkan konflik bersenjata, dan terjadi pelanggaran HAM serta kebrutalan yang dilakukan oleh kedua belah pihak.[300][301] Setelah 30 tahun perseteruan sporadis antara Gerakan Aceh Merdeka dan militer Indonesia, maka persetujuan gencatan senjata terjadi pada tahun 2005.[302] Di Papua, telah terjadi kemajuan yang mencolok, walaupun masih terjadi kekurangan-kekurangan, dengan diterapkannya otonomi, dengan akibat berkurangnya pelanggaran HAM.[303]

Pembagian administratif

Saat ini, Indonesia terdiri atas 38 provinsi,[304] 416 kabupaten dan 98 kota, 7.024 daerah setingkat kecamatan,[305] atau 81.626 daerah setingkat desa/kelurahan.[306]

Di antara provinsi-provinsi tersebut, sembilan di antaranya memiliki status kekhususan dan/atau keistimewaan. Daerah-daerah tersebut ialah Aceh, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Papua Barat, Papua Barat Daya, Papua, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan.

Tiap provinsi memiliki DPRD Provinsi dan gubernur, tiap kabupaten memiliki DPRD Kabupaten dan bupati, sementara tiap kota memiliki DPRD Kota dan wali kota; semuanya dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Hal tersebut tidak berlaku pada DKI Jakarta yang terbagi atas kabupaten administrasi atau kota administrasi yang bukanlah daerah otonom, sehingga DPR Kabupaten atau Kota tidak ada di dalam daerah-daerah tersebut, serta bupati dan wali kotanya adalah pegawai negeri yang ditunjuk oleh Gubernur DKI Jakarta.

Indonesia memperbolehkan penamaan lokal/khusus untuk digunakan pada daerah-daerah administratif di bawah tingkat kabupaten/kota, sesuai dengan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Beberapa contoh di antaranya ialah kalurahan, kapanewon, kemantren, gampong, kampung, nagari, pekon, dan distrik.

Berikut ini merupakan provinsi di Indonesia beserta ibu kotanya.

Ibu kota negara

Ibu kota negara Indonesia sepanjang sejarah

Hingga saat ini, ibu kota negara Republik Indonesia berkedudukan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta.[308] Namun sejak tahun 2019, Pemerintah Indonesia melaksanakan proses pemindahan ibu kota Indonesia ke Ibu Kota Nusantara, yang direncanakan akan diresmikan pada tahun 2024.[309]

Semenjak kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, ibu kota negara Indonesia secara de facto berkedudukan di Jakarta. Ibu kota negara sempat dipindahkan ke Yogyakarta pada tanggal 4 Januari 1946 ketika pasukan Pemerintahan Sipil Hindia Belanda (NICA) menduduki Jakarta,[310] kemudian ke Bukittinggi pada tanggal 19 Desember 1948 ketika pemerintah pusat lumpuh karena ditawannya Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta oleh pasukan militer Belanda dan tampuk pemerintahan dipegang sementara oleh Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI),[311] lalu kembali lagi ke Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949 setelah kembalinya Soekarno-Hatta dari penawanan. Pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS), ibu kota Negara Bagian Republik Indonesia berkedudukan di Yogyakarta sementara ibu kota federal RIS berada di Jakarta. Setelah kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, ibu kota negara kembali berkedudukan di Jakarta. Pada tanggal 28 Agustus 1961, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1961 yang mengukuhkan status Jakarta sebagai ibu kota negara.[312]

Pada tahun 2019, Presiden Joko Widodo melalui Pemerintah Pusat membuat kajian rancangan,[313] melakukan pencanangan,[314] dan menentukan letak wilayah dari ibu kota baru, yaitu sebagian dari wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara.[315] Pemerintah bahkan sempat membentuk tim-tim pelaksana pemindahan ibu kota pada bulan Januari 2020,[316][317] yang akan melaksanakan pembangunan pada pertengahan tahun 2020, tetapi harus ditunda akibat pandemi Covid-19.[318] Pada tanggal 18 Januari 2022, Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-Undang Ibu Kota Negara, yang berisi pembentukan dan garis besar rencana pembangunan ibu kota baru, yang diberi nama Ibu Kota Nusantara, yang kemudian diundangkan pada tanggal 15 Februari 2022.[319] Upacara simbolis penyatuan tanah ketiga puluh empat provinsi di Indonesia saat itu dilakukan oleh Presiden Jokowi bersama para gubernur dan wakil gubernur se-Indonesia pada tanggal 14 Maret 2022 di Titik Nol Ibu Kota Nusantara.[320]

Ekonomi

 
Peta yang menunjukkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita provinsi-provinsi Indonesia pada tahun 2008 atas harga berlaku. PDRB per kapita provinsi Kalimantan Timur mencapai Rp100 juta manakala PDRB per kapita Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur kurang dari Rp5 juta.
  Lebih dari Rp100 juta
  Rp50–100 juta
  Rp40–50 juta
  Rp30–40 juta
  Rp20–30 juta
  Rp10–20 juta
  Rp5–10 juta
  Kurang dari Rp5 juta

Sistem ekonomi Indonesia awalnya didukung dengan diluncurkannya Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) pada tanggal 30 Oktober 1946 yang menjadi mata uang pertama Republik Indonesia, yang selanjutnya berganti menjadi Rupiah.

Pada masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia tidak seutuhnya mengadaptasi sistem ekonomi kapitalis, namun juga memadukannya dengan nasionalisme ekonomi. Pemerintah yang belum berpengalaman, masih ikut campur tangan ke dalam beberapa kegiatan produksi yang berpengaruh bagi masyarakat banyak. Hal tersebut, ditambah pula kemelut politik, mengakibatkan terjadinya ketidakstabilan pada ekonomi negara.[321]

Pemerintahan Orde Baru segera menerapkan disiplin ekonomi yang bertujuan menekan angka inflasi, menstabilkan mata uang, penjadwalan ulang utang luar negeri, dan berusaha menarik bantuan dan investasi asing.[321] Pada era tahun 1970-an harga minyak bumi yang meningkat menyebabkan melonjaknya nilai ekspor, dan memicu tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata yang tinggi sebesar 7% antara tahun 1968 sampai 1981.[321] Reformasi ekonomi lebih lanjut menjelang akhir tahun 1980-an, antara lain berupa deregulasi sektor keuangan dan pelemahan nilai rupiah yang terkendali,[321] selanjutnya mengalirkan investasi asing ke Indonesia khususnya pada industri-industri berorientasi ekspor pada antara tahun 1989 sampai 1997[322] Ekonomi Indonesia mengalami kemunduran pada akhir tahun 1990-an akibat krisis ekonomi tahun 1997 yang melanda sebagian besar Asia pada saat itu,[323] yang disertai pula berakhirnya masa Orde Baru dengan pengunduran diri Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998.

   
Tampak depan dan belakang dari uang Rp75.000 yang dikeluarkan pada tahun 2020 sebagai peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-75.

Saat ini ekonomi Indonesia telah cukup stabil. Pertumbuhan PDB Indonesia tahun 2004 dan 2005 melebihi 5% dan diperkirakan akan terus berlanjut.[324] Namun, dampak pertumbuhan itu belum cukup besar dalam memengaruhi tingkat pengangguran, yaitu sebesar 9,75%.[325][326] Perkiraan tahun 2006, sebanyak 17,8% masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan, dan terdapat 49,0% masyarakat yang hidup dengan penghasilan kurang dari AS$ 2 per hari.[327]

 
Bumbu dan rempah-rempah yang umum dijumpai di Indonesia.

Indonesia mempunyai sumber daya alam yang besar di luar Jawa, termasuk minyak mentah, gas alam, timah, tembaga, dan emas. Indonesia pengekspor gas alam terbesar kelima[328] di dunia, meski akhir-akhir ini ia telah mulai menjadi pengimpor bersih minyak mentah. Hasil pertanian yang utama termasuk beras, teh, kopi, rempah-rempah, dan karet.[329] Zulkifli Hasan, Menteri Perdagangan, menyebutkan bahwa Peraturan Presiden №125/2022 berisi tentang cadangan pangan pemerintah yang menjadi prioritas dalam perekonomian negara.[330]

Sektor jasa adalah penyumbang terbesar PDB, yang mencapai 45,3% untuk PDB 2005. Sedangkan sektor industri menyumbang 40,7%, dan sektor pertanian menyumbang 14,0%.[331] Meskipun demikian, sektor pertanian mempekerjakan lebih banyak orang daripada sektor-sektor lainnya, yaitu 44,3% dari 95 juta orang tenaga kerja. Sektor jasa mempekerjakan 36,9%, dan sisanya sektor industri sebesar 18,8%.[332]

Rekan perdagangan terbesar Indonesia adalah Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara jirannya yaitu Malaysia, Singapura dan Australia.

Meski kaya akan sumber daya alam dan manusia, Indonesia masih menghadapi masalah besar dalam bidang kemiskinan yang sebagian besar disebabkan oleh korupsi yang merajalela dalam pemerintahan. Lembaga Transparency International menempatkan Indonesia sebagai peringkat ke-143 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi, yang dikeluarkannya pada tahun 2007.[333]

Peringkat internasional

Organisasi Nama Survei Peringkat
Heritage Foundation/The Wall Street Journal Indeks Kebebasan Ekonomi 69 dari 180[334]
The Economist Indeks Kualitas Hidup 71 dari 111[335]
Reporters Without Borders Indeks Kebebasan Pers 103 dari 168[336]
Transparency International Indeks Persepsi Korupsi 98 dari 180[337]
United Nations Development Programme Indeks Pembangunan Manusia 111 dari 189[338]
Forum Ekonomi Dunia Laporan Daya Saing Global 45 dari 140[339]
Central Connecticut State University Peringkat Literasi Membaca 60 dari 61[340]

Transportasi Di Indonesia

Transportasi di Indonesia

Transportasi di Indonesia mencakup berbagai moda yang menghubungkan pulau-pulau di seluruh kepulauan ini. Sistem transportasi di Indonesia berkembang pesat untuk memenuhi kebutuhan mobilitas penduduk yang terus meningkat. Artikel ini akan membahas secara komprehensif mengenai transportasi darat, laut, dan udara yang ada di Indonesia, mencakup berbagai moda seperti kereta api, bus, kapal feri, dan pesawat udara.

Transportasi Darat

  • Kereta Api Indonesia

Kereta api adalah salah satu moda transportasi darat utama di Indonesia, yang dioperasikan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero). Sistem perkeretaapian di Indonesia terutama terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatra, dengan jaringan yang menghubungkan kota-kota besar serta daerah-daerah di sekitarnya. Kereta api memainkan peran penting dalam pengangkutan penumpang dan barang di sepanjang jalur yang ada.

  • KRL Commuter Line

KRL Commuter Line adalah sistem kereta rel listrik yang beroperasi di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dan di Solo-Jogja. KRL Commuter Line Jabodetabek adalah tulang punggung transportasi massal di kawasan megapolitan ini, mengangkut jutaan penumpang setiap harinya. Sistem ini terus diperluas untuk mencakup lebih banyak rute dan stasiun. Selain itu, KRL Solo-Jogja juga melayani rute commuter di wilayah tersebut, mempermudah akses antara dua kota budaya penting ini.

  • MRT Jakarta

Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta adalah sistem angkutan cepat pertama di Indonesia, yang beroperasi di Jakarta sejak 2019. Tahap pertama rute MRT Jakarta menghubungkan Lebak Bulus di Jakarta Selatan dengan Bundaran HI di pusat kota. Proyek ini bertujuan untuk mengurangi kemacetan di ibu kota dengan menyediakan alternatif transportasi yang cepat, aman, dan nyaman. Rencana pengembangan lebih lanjut akan memperluas jaringan MRT hingga mencakup area yang lebih luas di Jakarta dan sekitarnya.

  • LRT Jakarta

Light Rail Transit (LRT) Jakarta adalah sistem angkutan ringan yang saat ini beroperasi di sebagian wilayah Jakarta. Rute LRT Jakarta melayani koridor Kelapa Gading-Velodrome, yang merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan layanan transportasi publik di ibu kota. LRT ini dirancang untuk mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi dan mengurangi kemacetan lalu lintas di jalan-jalan utama Jakarta.

  • LRT Jabodebek

LRT Jabodebek adalah proyek kereta ringan yang dirancang untuk melayani kawasan Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodebek). Proyek ini dimaksudkan untuk menyediakan alternatif transportasi massal yang efisien dan ramah lingkungan bagi masyarakat di wilayah metropolitan Jakarta yang lebih luas. LRT Jabodebek diharapkan dapat terintegrasi dengan moda transportasi lain, seperti KRL dan MRT, untuk membentuk jaringan transportasi yang terintegrasi.

  • LRT Palembang

LRT Palembang adalah sistem LRT pertama di luar Jakarta, yang diresmikan pada tahun 2018 untuk mendukung Asian Games yang diselenggarakan di kota tersebut. LRT Palembang menghubungkan Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II dengan kawasan olahraga Jakabaring, menyediakan akses transportasi yang cepat dan nyaman bagi penumpang.

  • Bus AKAP

Bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) adalah moda transportasi darat yang menghubungkan berbagai kota dan provinsi di Indonesia. Bus AKAP sangat penting dalam menyediakan mobilitas bagi masyarakat yang melakukan perjalanan jarak jauh di berbagai pulau, terutama di Jawa, Sumatra, Bali , Kalimantan, dan Sulawesi. Sistem bus AKAP terus berkembang dengan penambahan rute dan modernisasi armada untuk meningkatkan kenyamanan dan keselamatan penumpang. Sistem Bus AKAP Tersebut Dioperasikan Melalui Jaringan Jaringan Terminal Di Kota Kota Besar Seperti Terminal Pulo Gebang Di Jakarta , Terminal Tirtonadi Di Solo , Terminal Bungurasih Di Surabaya Dan Terakhir Terminal Amplas Di Medan

  • Jalan Tol

Jalan tol merupakan bagian integral dari infrastruktur transportasi di Indonesia. Jalan tol yang menghubungkan berbagai kota besar di Pulau Jawa, Sumatra, dan beberapa pulau lainnya telah mempercepat waktu perjalanan dan meningkatkan efisiensi logistik. Proyek jalan tol trans-Jawa dan trans-Sumatra adalah dua proyek besar yang telah dan sedang dilakukan untuk menghubungkan seluruh bagian pulau tersebut dari ujung ke ujung.

  • Jalan Nasional

Jalan nasional adalah jaringan jalan utama yang menghubungkan berbagai daerah di Indonesia. Jalan ini menjadi tulang punggung bagi transportasi darat, baik untuk pengangkutan barang maupun penumpang. Jalan nasional memainkan peran penting dalam mendukung perekonomian negara, terutama dalam hal distribusi barang dan jasa antar wilayah.

  • Kereta Cepat Whoosh Jakarta-Bandung

Kereta Cepat Whoosh adalah proyek kereta cepat pertama di Indonesia yang menghubungkan Jakarta dan Bandung . Dengan kecepatan hingga 350 km/jam, kereta ini mampu mempersingkat waktu perjalanan antara kedua kota menjadi sekitar 40 menit. Proyek ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan infrastruktur transportasi di Indonesia, dengan rencana perpanjangan jalur hingga Surabaya di masa mendatang.

Transportasi Laut

  • Kapal Feri dan Kapal Penumpang Lainnya

Indonesia, sebagai negara kepulauan, sangat bergantung pada transportasi laut untuk menghubungkan berbagai pulau. Kapal feri dan kapal penumpang lainnya memainkan peran penting dalam transportasi antar pulau di seluruh nusantara , baik untuk penumpang maupun barang. Selain itu, kapal-kapal ini juga melayani rute internasional yang menghubungkan Indonesia dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, hingga ke negara-negara lain di dunia.

Transportasi Udara

  • Pesawat

Pesawat terbang adalah moda transportasi yang sangat vital di Indonesia, terutama mengingat luasnya wilayah negara ini yang terdiri dari ribuan pulau. Transportasi udara memungkinkan perjalanan antar pulau yang cepat dan efisien. Sistem penerbangan domestik di Indonesia sangat luas, dengan banyak maskapai penerbangan yang melayani rute-rute di seluruh penjuru tanah air.

  • Maskapai Garuda Indonesia

Garuda Indonesia adalah maskapai nasional Indonesia dan salah satu yang tertua di Asia. Garuda Indonesia melayani rute domestik dan internasional, dan telah menerima berbagai penghargaan atas layanan dan keselamatannya. Maskapai ini merupakan ikon transportasi udara Indonesia dan memainkan peran penting dalam menghubungkan Indonesia dengan dunia internasional.

  • Bandara

Indonesia memiliki banyak bandara internasional dan domestik yang tersebar di seluruh kepulauan. Bandara-bandara ini merupakan gerbang utama bagi transportasi udara, melayani jutaan penumpang setiap tahunnya. Beberapa bandara terbesar dan tersibuk di Indonesia termasuk Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Jakarta , Bandara Internasional Ngurah Rai di Bali , dan Bandara Internasional Juanda di Surabaya . Infrastruktur bandara terus ditingkatkan untuk menangani peningkatan jumlah penumpang dan volume kargo yang terus berkembang.

Transportasi di Indonesia terus berkembang seiring dengan kebutuhan mobilitas penduduk yang meningkat dan upaya pemerintah untuk meningkatkan infrastruktur transportasi nasional. Berbagai proyek besar seperti pembangunan jalan tol, pengembangan moda transportasi massal seperti MRT, LRT, dan kereta cepat, serta modernisasi pelabuhan dan bandara adalah bagian dari upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan konektivitas antar daerah di Indonesia.

Demografi

Kependudukan

 
Provinsi-provinsi Indonesia menurut kepadatan penduduk di tahun 2015 (per kilometer persegi)
  10.001 ke atas
  1.001 ke 10.000
  101 ke 1.000
  11 ke 100
  1 ke 10

Menurut sensus 2020, jumlah penduduk Indonesia yaitu 270,20 juta jiwa, yang menjadikannya negara berpenduduk terbanyak keempat di dunia,[341] dengan kepadatan penduduk sebanyak 141 jiwa per km2 dan rerata laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,25%.[342] Sebanyak 56,1% penduduk (151,59 juta jiwa) tinggal di Pulau Jawa yang merupakan pulau berpenduduk terbanyak di dunia.[343] Pada tahun 1961, sensus pertama setelah Indonesia merdeka mencatat 97 juta penduduk.[344] Populasi diperkirakan mungkin tumbuh menjadi sekitar 295 juta pada tahun 2030 dan 321 juta pada tahun 2050.[345] Indonesia diperkirakan memiliki usia median 31,1 tahun,[346] dan mulai mengalami bonus demografi, yaitu masa ketika jumlah penduduk usia produktif jauh melebihi penduduk usia nonproduktif.[347]

Sebaran penduduk Indonesia tidak merata, dengan tingkat perkembangan yang bervariasi, mulai dari megakota Jakarta hingga suku-suku tak terjamah di Papua.[348] Pada 2017, sekitar 54,7% populasi tinggal di kawasan perkotaan.[349] Sekitar 8 juta orang Indonesia tinggal di luar negeri; sebagian besar dari mereka menetap di Malaysia, Belanda, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Hong Kong, Singapura, Amerika Serikat, dan Australia.[350]

Secara legal, status kewarganegaraan diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006. Warga Negara Indonesia (WNI) diberikan kartu identitas berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang mendaftarkan seseorang di suatu wilayah administratif tertentu. Status kewarganegaraan Indonesia dapat diperoleh malalui kelahiran, adopsi, perkawinan, atau pewarganegaraan.[351]

  Kota Provinsi Populasi     Kota Provinsi Populasi
1 Jakarta Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10.562.088  
Indonesia
7 Makassar Sulawesi Selatan 1.423.877
2 Surabaya Jawa Timur 2.874.314 8 Batam Kepulauan Riau 1.196.396
3 Medan Sumatera Utara 2.460.858 9 Bandar Lampung Lampung 1.166.066
4 Bandung Jawa Barat 2.444.160 10 Pekanbaru Riau 983.356
5 Palembang Sumatera Selatan 1.668.848 11 Padang Sumatera Barat 909.040
6 Semarang Jawa Tengah 1.653.524 12 Malang Jawa Timur 843.810
Sumber: Sensus Penduduk BPS, 2020. Catatan: Tidak termasuk kota satelit.

Suku bangsa

 
Peta suku bangsa di Indonesia

Indonesia merupakan negara yang kaya akan kelompok etnik, dengan sekitar 1.340 suku bangsa.[352] Sebagian besar penduduk Indonesia merupakan keturunan Bangsa Austronesia,[353] dan terdapat juga kelompok-kelompok suku Melanesia, serta kemungkinan Polinesia dan Mikronesia, terutama di Indonesia bagian timur.[354] Kelompok suku menurut bahasa dan asal daerah, misalnya Suku Melayu, Minangkabau, Jawa, Sunda, Batak, Madura, dan lainnya.[355] Menurut sensus 2010, sekitar 40-42% penduduk merupakan suku Jawa yang menghuni hampir seluruh wilayah Indonesia sebagai akibat program transmigrasi.[356] Meskipun demikian, rasa kebangsaan Indonesia dipegang oleh warga negara Indonesia bersama dengan identitas regional yang kuat.[357]

Istilah bumiputra dan pribumi pernah digunakan untuk menyebut kelompok orang yang berbagi warisan sosial budaya yang sama dan dianggap sebagai penduduk asli Indonesia.[358] Pada tahun 1998, Presiden B.J. Habibie menginstruksikan untuk menghentikan penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi dalam kehidupan bernegara.[359][360] Sejumlah etnis Asia daratan, seperti etnis Tionghoa, Arab, dan India, sudah lama datang ke Nusantara dan kemudian menetap dan berasimilasi menjadi bagian dari Nusantara. Sensus 2010 mencatat ada sekitar 5 juta WNI yang dikelompokkan sebagai etnis Tionghoa yang tersebar merata di hampir seluruh wilayah di Indonesia (terutama perkotaan) dan 3 juta jiwa dikelompokkan sebagai etnis Arab yang khususnya berada di Pulau Jawa, Sumatera, sebagian Kalimantan, dan sebagian Sulawesi. Sedangkan untuk orang keturunan India populasinya hanya sekitar ratusan ribu saja yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia seperti Medan, Jakarta, Pekanbaru, dan Banda Aceh. Beberapa tempat khususnya di Kota Medan, terdapat wilayah dengan orang etnis/keturunan India yang cukup signifikan yakni di Little India dan Kampung Madhras. [361]

Bahasa

 
Gedung Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, lembaga yang menjadi pusat perbendaharaan bahasa-bahasa di Indonesia. Lembaga penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus ekabahasa bahasa Indonesia resmi.

Indonesia memiliki lebih dari 700 bahasa daerah,[362][363] yang secara umum dipertuturkan oleh mayoritas penduduk Indonesia sebagai bahasa ibu dan bahasa sehari-hari.[364] Sebagian besar bahasa daerah tersebut termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia, dan di samping itu, ada lebih dari 270 bahasa Papua yang digunakan di Indonesia bagian timur.[365] Menurut jumlah penuturnya, bahasa daerah yang paling banyak digunakan sehari-hari secara berturut-turut adalah Melayu, Jawa, Sunda, Madura, Batak, Minangkabau, Bugis, Betawi, dan Banjar.[366]

Bahasa resmi negara ini adalah bahasa Indonesia, yang merupakan salah satu dari banyak varietas bahasa Melayu.[367] Bahasa Indonesia diajukan sebagai bahasa persatuan sejak masa pergerakan kemerdekaan Indonesia melalui Sumpah Pemuda dan ditetapkan oleh konstitusi pada 1945.[368] Campur tangan negara terhadap bahasa nasional diselenggarakan melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.[369]

Beberapa bahasa asing diajarkan dalam pendidikan formal. Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional telah diperkenalkan kepada para pelajar mulai jenjang pendidikan dasar.[370] Bahasa asing lainnya, seperti bahasa Jerman, Prancis, dan Jepang, diajarkan di sejumlah sekolah sebagai pelengkap pada jenjang sekolah menengah atas.[371] Bagi penganut agama Islam yang menjadi kaum mayoritas di Indonesia,[372] bahasa Arab adalah bahasa asing yang memiliki kedudukan khusus karena harus dipraktikkan dalam ibadah harian tertentu, misalnya salat,[373] dan diajarkan di madrasah ibtidaiah dan jenjang selanjutnya.[374] Meskipun demikian, bahasa Arab tidak menjadi bahasa pergaulan umum sejak periode awal keberadaannya di Indonesia.[375]

Agama

 
Masjid Istiqlal di Jakarta, yang merupakan masjid nasional terbesar di Indonesia.

Meskipun menjamin kebebasan beragama dalam konstitusi,[376] pemerintah hanya mengakui enam agama yaitu: Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu: sementara itu, penganut agama tradisional ataupun agama-agama lainnya hanya mendapatkan pengakuan terbatas sebagai "penghayat kepercayaan".[377][378] Dengan 231 juta penganut pada tahun 2018, Indonesia adalah negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia. Sebanyak sekitar hampir 30 juta penduduk Indonesia atau lebih tepatnya 28,6 juta jiwa menganut agama Kristen, di mana 20,2 juta penduduk merupakan penganut aliran Kristen Protestan sedangkan 8,3 juta penganut Kristen Katolik, 4,7 juta penganut Hindu, 2 juta penganut Buddha, 81 ribu penganut Konghucu, dan 108 ribu penganut aliran kepercayaan lainnya (terutama agama tradisional/lokal).[372] Agama Islam dipeluk oleh hampir seluruh warga Indonesia (sekitar 86,70%), Agama Kristen (Protestan & Katolik) kebanyakkan dipeluk oleh beberapa suku, yakni: Batak, Toraja, Dayak, Nias, Minahasa, Ambon, dan lainnya. Kebanyakan pemeluk Hindu adalah Suku Bali dan Orang keturunan India di Indonesia[379] serta kebanyakan pemeluk Buddha dan Konghucu adalah orang Tionghoa-Indonesia.[380]

 
Pura Besakih di Karangasem, Bali, yang merupakan pura terbesar di Indonesia.

Penduduk asli Indonesia pada awalnya mempraktikkan animisme, paganisme dan dinamisme lokal, yang merupakan kepercayaan umum bangsa Austronesia. Mereka menyembah roh leluhur dan percaya bahwa roh gaib (hyang) mungkin menghuni tempat-tempat tertentu, seperti pohon besar, batu, hutan, gunung, atau tempat keramat.[148] Contoh kepercayaan asli Indonesia di antaranya Sunda Wiwitan, Kaharingan, dan Kejawen. Mereka memberikan dampak yang signifikan pada penerapan agama-agama lain, seperti abangan Jawa, Hindu Bali, dan Kristen Dayak, yang dipraktikkan sebagai bentuk agama yang kurang ortodoks dan sinkretis.[381][382]

Pengaruh agama Hindu mencapai Nusantara pada awal abad pertama Masehi.[383] Kerajaan Salakanagara di Jawa Barat sekitar tahun 130 merupakan kerajaan terkait India Raya pertama yang tercatat dalam sejarah Nusantara.[384] Agama Buddha tiba sekitar abad ke-6,[385] dan sejarahnya di Indonesia berhubungan erat dengan agama Hindu karena kedua agama ini dianut oleh beberapa kerajaan pada periode yang sama. Nusantara mengalami kebangkitan dan kejatuhan kerajaan Hindu dan Buddha yang kuat dan berpengaruh, seperti Majapahit, Sailendra, Sriwijaya, dan Medang. Meski tidak lagi menjadi mayoritas, agama Hindu dan Buddha tetap memiliki pengaruh besar pada budaya Indonesia.[386][387]

Agama Islam diperkenalkan oleh para pedagang Suni dari mazhab Syafi'i serta para pedagang Sufi dari anak benua India dan Arab Selatan pada awal abad ke-8 M.[388][389] Pada sebagian besar perkembangannya, Islam mengalami pencampuran dan saling memengaruhi budaya yang ada sehingga menghasilkan bentuk Islam dengan ciri tersendiri, seperti adanya pesantren.[390][391] Perdagangan dan aktivitas dakwah seperti yang dilakukan oleh Wali Songo dan penjelajah Tiongkok Cheng Ho, serta kampanye militer oleh beberapa kesultanan membantu mempercepat penyebaran Islam.[389][392]

 
Gereja Katedral Jakarta, yang menjadi salah satu gereja tertua di Indonesia.

Agama Katolik dibawa oleh para pedagang dan misionaris Portugis seperti Yesuit Fransiskus Xaverius, yang mengunjungi dan membaptis beberapa ribu penduduk setempat.[393][394] Penyebarannya menghadapi kesulitan karena kebijakan Perusahaan Hindia Timur Belanda yang melarang agama dan permusuhan oleh Belanda sebagai akibat dari Perang Delapan Puluh Tahun melawan pemerintahan Katolik Spanyol. Protestantisme, sebagian besar, merupakan hasil dari upaya misionaris Calvinis dan Lutheran selama era kolonial Belanda.[395][396][397] Meskipun keduanya merupakan cabang Kekristenan yang paling umum, ada banyak denominasi lain di negara ini.[398]

Jumlah penganut agama Yahudi cukup besar di Nusantara setidaknya sampai tahun 1945, yang kebanyakan merupakan orang Belanda dan orang Yahudi Baghdadi. Sebagian besar di antara mereka meninggalkan Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan dan agama Yahudi tidak pernah mendapatkan status resmi. Saat ini hanya sejumlah kecil orang Yahudi di Indonesia, yang kebanyakan berada di Jakarta dan Surabaya.[399]

Pada tingkat nasional dan regional, kepemimpinan dalam politik dan kelompok masyarakat sipil di Indonesia telah memainkan peran penting dalam hubungan antaragama, baik secara positif maupun negatif. Sila pertama Pancasila yang merupakan landasan filosofis Indonesia, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, sering menjadi pengingat toleransi beragama,[400] meskipun kasus-kasus intoleransi juga telah terjadi.[401] Sebagian besar orang Indonesia menganggap agama sebagai hal yang esensial dan bagian integral dari kehidupan.[402][403]

Pendidikan dan kesehatan

 
Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Sesuai dengan konstitusi yang berlaku,[404] serta Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pemerintah Indonesia baik pusat maupun daerah wajib mengalokasikan anggaran untuk pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD di luar gaji pendidik dan biaya kedinasan. Semua penduduk wajib mengikuti program wajib belajar sembilan tahun, yang meliputi enam tahun di sekolah dasar dan tiga tahun di sekolah menengah pertama.[405] Pada 2018, tingkat partisipasi penduduk sebesar 93% untuk pendidikan dasar, 79% untuk pendidikan menengah, dan 36% untuk pendidikan tinggi, sementara tingkat melek huruf adalah 96%.[406] Pemerintah menghabiskan sekitar 3,6% dari PDB atau 20,5% dari anggaran negara (2015) untuk pendidikan.[406] Pada tahun 2018, terdapat lebih dari 4.500 perguruan tinggi di Indonesia,[407] dengan universitas terkemuka (seperti Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, dan lainnya) berlokasi di Pulau Jawa.[408]

Anggaran pemerintah untuk sektor kesehatan adalah sekitar 3,3% dari PDB pada tahun 2016.[409] Sebagai bagian dari upaya mencapai cakupan kesehatan semesta, pemerintah meluncurkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada tahun 2014.[410] Meskipun ada peningkatan yang luar biasa dalam beberapa dekade terakhir seperti meningkatnya angka harapan hidup (dari 62,3 tahun pada tahun 1990 menjadi 71,7 tahun pada tahun 2019)[411] dan penurunan kematian anak (dari 84 kematian per 1.000 kelahiran pada tahun 1990 menjadi 25,4 kematian pada tahun 2017),[412] Indonesia terus-menerus menghadapi berbagai tantangan, seperti kesehatan ibu dan anak, kualitas udara yang rendah, kurang gizi, tingginya tingkat merokok, dan penyakit menular.[413]

Indeks Pembangunan Manusia

Menurut UNDP, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia mencapai angka 0,707[338] pada Laporan Pembangunan Manusia 2019 untuk perkiraan IPM tahun 2018 dan menempati status tinggi, sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS), IPM Indonesia tahun 2022 telah mencapai angka 72,91 (0,729)[414][415] dan menempati status tinggi pada tahun 2016.

Perbedaan IPM yang dilaporkan UNDP melalui Human Development Report (HDR) dengan BPS terletak pada besarnya angka IPM dan perincian. Selama ini, memang perbedaan angka IPM sudah dianggap lazim. Namun, sejak sekitar tahun 2011, perbedaan angka IPM UNDP dan BPS meningkat secara signifikan. Dalam perihal perincian, karena UNDP melaporkan dalam tingkat internasional, laporan IPM Indonesia tidak dilaporkan hingga tingkat yang lebih rendah. Sebaliknya, karena BPS hanya melaporkan di tingkat nasional, BPS lebih memerinci, bahkan hingga IPM di tingkat kota/kabupaten dalam laporan beberapa tahun (laporan IPM hingga tingkat kota/kabupaten jarang). Namun, yang selalu dilaporkan di bawah tingkat nasional tentunya adalah laporan IPM di tingkat provinsi/daerah.

Berikut ini adalah daftar provinsi Indonesia menurut IPM tahun 2022 dibandingkan tahun 2021 menurut BPS.[414][415]

Peringkat Provinsi IPM Perubahan (%)
Pembangunan Manusia Sangat Tinggi
1     Daerah Khusus Ibukota Jakarta 81,65 (0,816)   0,54 (0,01%)
2     Daerah Istimewa Yogyakarta 80,65 (0,806)   0,42 (0,03%)
Pembangunan Manusia Tinggi
3     Kalimantan Timur 77,44 (0,774)   0,56 (0,48%)
4     Kepulauan Riau 76,46 (0,766)   0,67 (0,15%)
5     Bali 76,44 (0,764)   0,75 (0,16%)
6     Sulawesi Utara 73,81 (0,738)   0,51 (0,08%)
7     Riau 73,52 (0,727)   0,58 (0,40%)
8     Banten 73,32 (0,733)   0,60 (0,01%)
9     Sumatera Barat 73,26 (0,733)   0,61 (0,01%)
10     Jawa Barat 73,12 (0,721)   0,67 (0,08%)
  Indonesia 72,91 (0,729)   0,62 (0,03%)
11   (1)   Sulawesi Selatan 72,81 (0,728)   0,58 (0,38%)
12   (1)   Aceh 72,80 (0,728)   0,62 (0,13%)
13     Jawa Tengah 72,79 (0,728)   0,63 (0,20%)
14   (1)   Jawa Timur 72,75 (0,717)   0,61 (0,29%)
15   (1)   Sumatera Utara 72,71 (0,727)   0,71 (0,04%)
16     Kepulauan Bangka Belitung 72,24 (0,722)   0,55 (0,24%)
17     Sulawesi Tenggara 72,23 (0,722)   0,57 (0,35%)
18     Bengkulu 72,16 (0,722)   0,52 (0,27%)
19     Jambi 72,14 (0,721)   0,51 (0,04%)
20   (1)   Kalimantan Selatan 71,84 (0,709)   0,56 (0,27%)
21   (2)   Kalimantan Utara 71,83 (0,718)   0,64 (0,73%)
22   (2)   Kalimantan Tengah 71,63 (0,716)   0,38 (0,20%)
23     Sumatera Selatan 70,90 (0,709)   0,66 (0,01%)
24     Lampung 70,45 (0,704)   0,55 (0,17%)
25     Sulawesi Tengah 70,25 (0,702)   0,49 (0,07%)
26     Maluku 70,22 (0,702)   0,51 (0,06%)
Pembangunan Manusia Sedang
27     Gorontalo 69,81 (0,698)   0,81 (0,28%)
28     Maluku Utara 69,47 (0,685)   0,71 (0,31%)
29     Nusa Tenggara Barat 69,45 (0,694)   0,80 (0,16%)
30     Kalimantan Barat 68,63 (0,686)   0,73 (0,01%)
31     Sulawesi Barat 66,92 (0,669)   0,56 (0,58%)
32     Nusa Tenggara Timur 65,90 (0,650)   0,62 (0,06%)
33     Papua Barat 65,89 (0,659)   0,63 (0,60%)
34     Papua 61,39 (0,614)   0,77 (0,66%)

Budaya

Pertunjukan

 
Wayang kulit, salah satu warisan budaya Jawa.

Indonesia memiliki sekitar 300 kelompok etnis, tiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, dipengaruhi oleh kebudayaan India, Arab, Tiongkok, Eropa, dan termasuk kebudayaan sendiri yaitu Melayu. Contohnya tarian Jawa dan Bali tradisional memiliki aspek budaya dan mitologi Hindu, seperti Wayang Kulit yang menampilkan kisah-kisah tentang kejadian mitologis Hindu Ramayana dan Baratayuda. Banyak juga seni tari yang berisikan nilai-nilai Islam. Beberapa di antaranya dapat ditemukan di daerah Sumatra seperti tari Ratéb Meuseukat, Tari Saman, dan tari Seudati dari Aceh.

Seni pantun, gurindam, dan sebagainya dari pelbagai daerah seperti pantun Melayu, dan pantun-pantun lainnya acapkali dipergunakan dalam acara-acara tertentu yaitu perhelatan, pentas seni, dan lain-lain.

Busana

 
Seorang gadis Palembang yang tengah mengenakan songket, salah satu busana tradisional Indonesia.

Di bidang busana warisan budaya yang terkenal di seluruh dunia adalah kerajinan Batik. Beberapa daerah yang terkenal akan industri Batik meliputi Yogyakarta, Surakarta, Cirebon, Pandeglang, Garut, Tasikmalaya, Probolinggo, dan juga Pekalongan. Kerajinan Batik ini pun diklaim oleh negara lain dengan industri Batiknya.[416] Busana asli Indonesia dari Sabang sampai Merauke lainnya dapat dikenali dari ciri-cirinya yang dikenakan di setiap daerah antara lain baju Kurung dengan Songketnya dari Sumatera Barat (Minangkabau), kain Ulos dari Sumatera Utara (Batak), busana Kebaya, busana khas Dayak di Kalimantan, baju Bodo dari Sulawesi Selatan, busana Koteka dari Papua dan sebagainya.

Arsitektur

 
Kompleks Candi Prambanan yang menonjolkan arsitektur Indonesia zaman dahulu.

Arsitektur Indonesia mencerminkan keanekaragaman budaya, sejarah, dan geografi yang membentuk Indonesia seutuhnya. Kaum penyerang, penjajah, penyebar agama, pedagang, dan saudagar membawa perubahan budaya dengan memberi dampak pada gaya dan teknik bangunan. Tradisionalnya, pengaruh arsitektur asing yang paling kuat adalah dari India. Tetapi, Tiongkok, Arab, dan sejak abad ke-19 pengaruh Eropa menjadi cukup dominan.

Ciri khas arsitektur Indonesia kuno masih dapat dilihat melalui rumah-rumah adat dan/atau istana-istana kerajaan dari tiap-tiap provinsi. Taman Mini Indonesia Indah, salah satu objek wisata di Jakarta yang menjadi miniatur Indonesia, menampilkan keanekaragaman arsitektur Indonesia itu. Beberapa bangunan khas Indonesia misalnya Rumah Gadang, Monumen Nasional, dan Bangunan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan di Institut Teknologi Bandung.

Olahraga

   
Sepak bola dan bulu tangkis, dua olahraga paling populer di Indonesia.

Olahraga yang paling populer di Indonesia adalah sepak bola dan bulu tangkis.[butuh rujukan] BRI Liga 1 adalah liga klub sepak bola utama di Indonesia.[butuh rujukan] Olahraga tradisional Indonesia termasuk sepak takraw dan karapan sapi. Di wilayah dengan sejarah perang antar suku, kontes pertarungan diadakan, seperti caci di Flores, dan pasola di Sumba. Pencak silat adalah seni bela diri yang unik yang berasal dari wilayah Indonesia. Seni bela diri ini kadang-kadang ditampilkan pada acara-acara pertunjukkan yang biasanya diikuti dengan musik tradisional Indonesia berupa Gamelan dan seni musik tradisional lainnya sesuai dengan daerah asalnya. Olahraga di Indonesia biasanya berorientasi pada pria dan olahraga spektator sering berhubungan dengan judi yang ilegal di Indonesia.[417]

Di ajang kompetisi multi cabang, prestasi atlet-atlet Indonesia tidak terlalu mengesankan. Di Olimpiade, prestasi terbaik Indonesia diraih pada saat Olimpiade 1992, di mana Indonesia menduduki peringkat 24 dengan meraih 2 emas 2 perak dan 1 perunggu, kelima medali tersebut diraih melalui cabang bulu tangkis. Pada era 1960 hingga 2000, Indonesia merajai bulu tangkis. Atlet-atlet putra Indonesia seperti Rudi Hartono, Liem Swie King, Icuk Sugiarto, Alan Budikusuma, Ricky Subagja, dan Rexy Mainaky merajai kejuaraan-kejuaraan dunia. Rudi Hartono yang dianggap sebagai maestro bulu tangkis dunia, menjadi juara All England terbanyak sepanjang sejarah perbulu tangkisan Indonesia. Ia meraih 8 gelar juara, dengan 7 gelar diraihnya secara berturut-turut. Selain bulu tangkis, atlet-atlet tinju Indonesia juga mampu meraih gelar juara dunia, seperti Elyas Pical, Nico Thomas,[418] dan Chris John.[419] dalam ajang sepak bola internasional, Timnas Indonesia (Hindia Belanda) adalah tim Asia pertama yang berpartisipasi di Piala Dunia pada tahun 1938 di Prancis.[420]

Seni musik

Permainan musik angklung.

Seni musik di Indonesia, baik tradisional maupun modern sangat banyak terbentang dari Sabang hingga Merauke. Setiap provinsi di Indonesia memiliki musik tradisional dengan ciri khasnya tersendiri. Musik tradisional termasuk juga Keroncong yang berasal dari keturunan Portugis di daerah Tugu, Jakarta,[421] yang dikenal oleh semua rakyat Indonesia bahkan hingga ke mancanegara. Ada juga musik yang merakyat di Indonesia yang dikenal dengan nama dangdut yaitu musik beraliran Melayu modern yang dipengaruhi oleh musik India sehingga musik dangdut ini sangat berbeda dengan musik tradisional Melayu yang sebenarnya, seperti musik Melayu Deli, Melayu Riau, dan sebagainya.

Alat musik tradisional yang merupakan alat musik khas Indonesia memiliki banyak ragam dari pelbagai daerah di Indonesia, namun banyak pula alat musik tradisional Indonesia yang diklaim oleh negara lain[422] untuk kepentingan penambahan budaya dan seni musiknya sendiri dengan mematenkan hak cipta seni dan warisan budaya Indonesia ke lembaga Internasional UNESCO. Alat musik tradisional Indonesia antara lain meliputi:

Kuliner

 
Nasi goreng, salah satu makanan yang berasal dari Indonesia.

Masakan Indonesia bervariasi bergantung pada wilayahnya.[423] Nasi adalah makanan pokok dan dihidangkan dengan lauk daging dan sayur. Bumbu (terutama cabai), santan, ikan, dan ayam adalah bahan yang penting.[424]

Sepanjang sejarah, Indonesia telah menjadi tempat perdagangan antara dua benua. Ini menyebabkan terbawanya banyak bumbu, bahan makanan dan teknik memasak dari bangsa Melayu sendiri, India, Timur tengah, Tionghoa, dan Eropa. Semua ini bercampur dengan ciri khas makanan Indonesia tradisional, menghasilkan banyak keanekaragaman yang tidak ditemukan di daerah lain. Bahkan bangsa Spanyol dan Portugis, telah mendahului bangsa Belanda dengan membawa banyak produk dari dunia baru ke Indonesia.[butuh rujukan]

Sambal, sate, bakso, soto, dan nasi goreng adalah beberapa contoh makanan yang biasa dimakan masyarakat Indonesia setiap hari.[425] Selain disajikan di warung atau restoran, terdapat pula aneka makanan khas Indonesia yang dijual oleh para pedagang keliling menggunakan gerobak atau pikulan. Pedagang ini menyajikan bubur ayam, mie ayam, mi bakso, mi goreng, nasi goreng, aneka macam soto, siomay, sate, nasi uduk, dan lain-lain.

Rumah makan Padang yang menyajikan nasi Padang, yaitu nasi disajikan bersama aneka lauk-pauk Masakan Padang, mudah ditemui di berbagai kota di Indonesia.[butuh rujukan] Selain itu Warung Tegal yang menyajikan masakan Jawa khas Tegal dengan harga yang terjangkau juga tersebar luas.[butuh rujukan] Nasi rames atau nasi campur yang berisi nasi beserta lauk atau sayur pilihan dijual di warung nasi di tempat-tempat umum, seperti stasiun kereta api, pasar, dan terminal bus. Di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya dikenal nasi kucing sebagai nasi rames yang berukuran kecil dengan harga murah, nasi kucing sering dijual di atas angkringan, sejenis warung kaki lima. Penganan kecil semisal kue-kue banyak dijual di pasar tradisional. Kue-kue tersebut biasanya berbahan dasar beras, ketan, ubi kayu, ubi jalar, terigu, atau sagu.

Perfilman

 
Poster Film Loetoeng Kasaroeng.

Film pertama yang diproduksi pertama kalinya di nusantara adalah film bisu tahun 1926 yang berjudul Loetoeng Kasaroeng dan dibuat oleh sutradara Belanda G. Kruger dan L. Heuveldorp pada zaman Hindia Belanda.[butuh rujukan] Film ini dibuat dengan aktor lokal oleh Perusahaan Film Jawa NV di Bandung dan muncul pertama kalinya pada tanggal 31 Desember, 1926 di teater Elite and Majestic, Bandung. Setelah itu, lebih dari 2.200 film diproduksi. Pada masa awal kemerdekaan, sineas-sineas Indonesia belum banyak bermunculan. Di antara sineas yang ada, Usmar Ismail adalah salah satu sutradara paling produktif, dengan film pertamanya Harta Karun (1949).[butuh rujukan] Namun kemudian film pertama yang secara resmi diakui sebagai film pertama Indonesia sebagai negara berkedaulatan adalah film Darah dan Doa (1950) yang disutradarai Usmar Ismail. Dekade 1970 hingga 2000-an, Arizal muncul sebagai sutradara film paling produktif. Tak kurang dari 52 buah film dan 8 judul sinetron dengan 1.196 episode telah dihasilkannya.[butuh rujukan]

Popularitas industri film Indonesia memuncak pada tahun 1980-an dan mendominasi bioskop di Indonesia,[426] meskipun kepopulerannya berkurang pada awal tahun 1990-an. Antara tahun 2000 hingga 2005, jumlah film Indonesia yang dirilis setiap tahun meningkat.[426] Film Laskar Pelangi (2008) yang diangkat dari novel karya Andrea Hirata menjadi film terlaris Indonesia dengan jumlah penonton terbanyak sepanjang sejarah perfilman Indonesia hingga tahun 2016.[427]

Kesusastraan

 
Chairil Anwar

Bukti tulisan tertua di Indonesia adalah berbagai prasasti berbahasa Sanskerta pada abad ke-5 Masehi.[428] Figur penting dalam sastra modern Indonesia termasuk: pengarang Belanda Multatuli yang mengkritik perlakuan Belanda terhadap Indonesia selama zaman penjajahan Belanda; Muhammad Yamin dan Hamka yang merupakan penulis dan politikus pra-kemerdekaan;[429] dan Pramoedya Ananta Toer, pembuat novel Indonesia yang paling terkenal.[430] Selain novel, sastra tulis Indonesia juga berupa puisi, pantun, dan sajak. Chairil Anwar adalah penulis puisi Indonesia yang paling ternama. Banyak orang Indonesia memiliki tradisi lisan yang kuat, yang membantu mendefinisikan dan memelihara identitas budaya mereka.[431]

Kebebasan pers dan media publik

 
Logo TVRI pada tahun 19831999.

Kebebasan pers di Indonesia meningkat setelah berakhirnya kekuasaan Presiden Soeharto. Jaringan televisi publik TVRI bersaing dengan jaringan televisi swasta nasional dan stasiun daerah; begitu pula dengan jaringan radio publik RRI yang bersaing dengan jaringan radio swasta yang menyiarkan berita dan hiburan.

Internet

Pada tahun 2007, dilaporkan bahwa 20 juta penduduk Indonesia menjadi pengguna internet.[432] Kemudian pada tahun 2014, jumlah pengguna internet bertambah pesat menjadi 83,7 juta orang atau terbanyak keenam di dunia.[433] Pada tahun 2019, yaitu tahun sebelum pandemi Covid-19 berlangsung, diperkirakan jumlah pengguna internet di Indonesia adalah 175 juta jiwa. Sementara pada tahun 2022, pengguna internet di Indonesia telah menyentuh angka 210 juta jiwa, yaitu sekitar 77% dari jumlah penduduk Indonesia.[434]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Simons, Gary F.; Fennig, Charles D. "Ethnologue: Languages of the World, Twenty-first edition" (dalam bahasa Inggris). SIL International. Diakses tanggal 20 September 2018. 
  2. ^ Na'im, Akhsan; Syaputra, Hendry (Agustus 2010). "Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia" (PDF). Badan Pusat Statistik (BPS). Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 23 September 2015. Diakses tanggal 23 September 2015. 
  3. ^ "Mengulik Data Suku di Indonesia". Badan Pusat Statistik. 18 November 2015. Diakses tanggal 1 Januari 2021. 
  4. ^ "Statistik Umat Menurut Agama di Indonesia 2022". Kementerian Agama Republik Indonesia. 15 Mei 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 September 2020. Diakses tanggal 26 Juli 2024. 
  5. ^ "Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut Indonesia". BPS. 15 Mei 2010. Diakses tanggal 29 September 2020. 
  6. ^ "UN Statistics" (PDF) (dalam bahasa Inggris). Perserikatan Bangsa-Bangsa. 2005. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 31 Oktober 2007. Diakses tanggal 31 Oktober 2007. 
  7. ^ "Indonesian Population June 2023". Ministry of Home Affairs (Indonesia). Diakses tanggal 28 October 2023. 
  8. ^ "Jumlah Penduduk Hasil SP menurut Wilayah dan Jenis Kelamin, Indonesia 2020". Badan Pusat Statistik. Diakses tanggal 31 Mei 2022. 
  9. ^ a b c d "Report for Selected Countries and Subjects". International Monetary Fund. Diakses tanggal 21 Agustus 2024. 
  10. ^ "GINI index (World Bank estimate) - Indonesia" (dalam bahasa Inggris). Bank Dunia. 2021. Diakses tanggal 4 Mei 2022. 
  11. ^ Human Development Report 2023-2024: Breaking the gridlock: Reimagining cooperation in a polarized world (PDF) (dalam bahasa Inggris). Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa. 13 Maret 2024. hlm. 274-277. Diakses tanggal 13 Maret 2024. 
  12. ^ "Demographic Yearbook 72nd Issue" (PDF). United Nations - Department of Economic and Social Affairs. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2023-01-30. Diakses tanggal 30 Januari 2023. 
  13. ^ "Which Countries Have The Most Islands?". World Atlas (dalam bahasa Inggris). 5 Oktober 2020. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-01-24. Diakses tanggal 23 April 2022. 
  14. ^ a b c Justus M. van der Kroef (1951). "The Term Indonesia: Its Origin and Usage". Journal of the American Oriental Society. 71 (3): 166–171. doi:10.2307/595186. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 April 2020. Diakses tanggal 2 Agustus 2008. 
  15. ^ "Indonesian Population 2022". Ministry of Home Affairs (Indonesia). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-13. Diakses tanggal 12 April 2023. 
  16. ^ "Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut". Jakarta: Badan Pusat Statistik. 15 Mei 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 Desember 2017. Diakses tanggal 28 Februari 2019. 
  17. ^ Ricklefs 2001, hlm. 379.
  18. ^ "Portal Jurnal Elektronik Universitas Negeri Malang". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-01. Diakses tanggal 27 Februari 2022. 
  19. ^ Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Satu Naskah.
  20. ^ "RUU Ibu Kota Negara Sah Jadi Undang-Undang". Republika. 18 Januari 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-13. Diakses tanggal 18 Januari 2022. 
  21. ^ Leo Suryadinata, Evi Nurvidya Arifin, Aris Ananta; Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape; Institute of Southeast Asian Studies, 2003
  22. ^ Tomascik, T.; Mah, A.J. (1997). The Ecology of the Indonesian Seas–Part One. Hong Kong: Periplus Editions Ltd. ISBN 962-593-078-7. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-20. Diakses tanggal 2021-08-10. 
  23. ^ a b Anshory, Irfan (16 Agustus 2004). "Asal Usul Nama Indonesia". Pikiran Rakyat. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 Desember 2006. Diakses tanggal 5 Oktober 2006. 
  24. ^ Earl, George S.W. (1850). "On The Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations". Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA): 119. 
  25. ^ Logan, James Richardson (1850). "The Ethnology of the Indian Archipelago: Embracing Enquiries into the Continental Relations of the Indo-Pacific Islanders". Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA): 4, 252–347. 
  26. ^ Earl, George S.W. (1850). "On The Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations". Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA): 254, 277–278. 
  27. ^ MacKinnon, Kathy (1986). Alam Asli Indonesia. Jakarta: Penerbit PT Gramedia. hlm. 8. 
  28. ^ Ludt, William B.; Rocha, Luiz A. (2015-01). Ali, Jason, ed. "Shifting seas: the impacts of Pleistocene sea‐level fluctuations on the evolution of tropical marine taxa". Journal of Biogeography (dalam bahasa Inggris). 42 (1): 25–38. doi:10.1111/jbi.12416. ISSN 0305-0270. 
  29. ^ Heaney, Lawrence R. (1984). "Mammalian Species Richness on Islands on the Sunda Shelf, Southeast Asia". Oecologia. 61 (1): 11–17. Bibcode:1984Oecol..61...11H. CiteSeerX 10.1.1.476.4669 . doi:10.1007/BF00379083. JSTOR 4217198. PMID 28311380. 
  30. ^ Irwanto, Dhani (29 September 2015). "Sundaland". Atlantis in the Java Sea. 
  31. ^ Gillespie, Richard (January 2002). "Dating the First Australians". Radiocarbon. 44 (2): 455–472. doi:10.1017/S0033822200031830 . 
  32. ^ Kennett, B. L. N.; Chopping, R.; Blewett, R. (2018). The Australian continent: a geophysical synthesis. Canberra: Australian National University Press. ISBN 9781760462475. 
  33. ^ Myers, N.; Mittermeier, R. A.; Mittermeier, C. G.; Da Fonseca, G. A; Kent, J. (2000). "Biodiversity hotspots for conservation priorities" (PDF). Nature. 403 (6772): 853–857. Bibcode:2000Natur.403..853M. doi:10.1038/35002501. PMID 10706275. Diakses tanggal 15 September 2019. 
  34. ^ Michael R. Rampino, Stanley H. Ambrose, 2000. "Volcanic winter in the Garden of Eden: The Toba supereruption and the late Pleistocene human population crash", Volcanic Hazards and Disasters in Human Antiquity, Floyd W. McCoy, Grant Heiken
  35. ^ (Inggris) Chesner, C.A.; Westgate, J.A.; Rose, W.I.; Drake, R.; Deino, A. (March 1991). "Eruptive history of Earth's largest Quaternary caldera (Toba, Indonesia) clarified" (PDF). Geology. Michigan Technological University. 19 (3): 200–203. Bibcode:1991Geo....19..200C. doi:10.1130/0091-7613(1991)019<0200:EHOESL>2.3.CO;2. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2012-02-26. Diakses tanggal 2018-06-20. 
  36. ^ Smith, D.E.; Harrison, S.; Firth, C.R.; Jordan, J.T. (July 2011). "The early Holocene sea level rise". Quaternary Science Reviews. 30 (15–16): 1846–1860. Bibcode:2011QSRv...30.1846S. doi:10.1016/j.quascirev.2011.04.019. The rise, of ca 60m, took place over most of the Earth as the volume of the oceans increased during deglaciation and is dated at 11,650–7000 cal. BP. The EHSLR was largely driven by meltwater release from decaying ice masses and the break up of coastal ice streams. [...] The impact of the EHSLR on climate is reviewed and it is maintained that the event was a factor in the 8200 BP cooling event, as well as in changes in ocean current patterns and their resultant effects. The EHSLR may also have enhanced volcanic activity, but no clear evidence of a causal link with submarine sliding on continental slopes and shelves can yet be demonstrated. The rise probably influenced rates and patterns of human migrations and cultural changes. 
  37. ^ Hanebuth, Till; Stattegger, Karl; Grootes, Pieter M. (2000). "Rapid Flooding of the Sunda Shelf: A Late-Glacial Sea-Level Record". Science. 288 (5468): 1033–1035. Bibcode:2000Sci...288.1033H. doi:10.1126/science.288.5468.1033. JSTOR 3075104. 
  38. ^ Herries AI, Martin JM, Leece AB, Adams JW, Boschian G, Joannes-Boyau R, et al. (April 2020). "Contemporaneity of Australopithecus, Paranthropus, and early Homo erectus in South Africa". Science. 368 (6486): eaaw7293. doi:10.1126/science.aaw7293 . PMID 32241925. 
  39. ^ Sutikna, Thomas; Tocheri, Matthew W.; et al. (30 March 2016). "Revised stratigraphy and chronology for Homo floresiensis at Liang Bua in Indonesia". Nature. 532 (7599): 366–9. Bibcode:2016Natur.532..366S. doi:10.1038/nature17179. PMID 27027286. 
  40. ^ a b Thamrin, Mahandis Yoanata (2019-06-06). "Migrasi Manusia dan Perjalanan Sejarah Melanesia di Indonesia". National Geographic. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-08-21. Diakses tanggal 2022-08-21. 
  41. ^ Posth C, Renaud G, Mittnik M, Drucker DG, Rougier H, Cupillard C, et al. (2016). "Pleistocene Mitochondrial Genomes Suggest a Single Major Dispersal of Non-Africans and a Late Glacial Population Turnover in Europe". Current Biology. 26 (6): 827–833. doi:10.1016/j.cub.2016.01.037. hdl:2440/114930 . PMID 26853362. 
  42. ^ Taylor (2003), pp. 5–7
  43. ^ Avisena, M Ilham Ramadhan (2021-08-17). "Tiga Teori Asal Usul Nenek Moyang Indonesia". Media Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-08-21. Diakses tanggal 2022-08-21. 
  44. ^ Taylor (2003), pp. 8-9
  45. ^ a b Hariansah, Erik (19 March 2019). "Kandis dan Salakanagara adalah Kerajaan Tertua di Nusantara?". Attoriolong. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-13. Diakses tanggal 26 November 2020. 
  46. ^ Vogel, J. Ph. (1918). "The Yupa Inscription of King Mulawarman, from Koetei (East Borneo)". BKI. 74. 
  47. ^ Aris Munandar, Agus (2011). Indonesia Dalam Arus Sejarah 2: Kerajaan Hindu - Buddha. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve. hlm. 60. 
  48. ^ Cœdès, George (1930). "Les inscriptions malaises de Çrivijaya". Bulletin de l'Ecole français d'Extrême-Orient (BEFEO). 30 (1-2): 29–80. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-08. Diakses tanggal 2022-09-13. 
  49. ^ Taylor (2003), pp. 22–26; Ricklefs (1991), pp. 3
  50. ^ Munoz, Paul Michel (2006). Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula. Singapore: Editions Didier Millet. ISBN 981-4155-67-5. 
  51. ^ Slamet Muljana. 2006. Sriwijaya (terbitan ulang 1960). Yogyakarta: LKIS
  52. ^ Anonim. 1822. Malayan Miscellanies, Vol II: The Geneology of Rajah of Pulo Percha. Printed And Published at Sumatra Mission Press. Bencoolen
  53. ^ George Coedes. 1934. On the origins of the Sailendras of Indonesia. Journal of the Greater India Society I: 61–70.
  54. ^ a b Marwati Poesponegoro & Nugroho Notosusanto. 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
  55. ^ a b c Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara.
  56. ^ Boechari (2012). Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-979-91-0520-2. 
  57. ^ Aizid, Rizem (2022-03-25). Pasang Surut Runtuhnya Kerajaan Hindu-Buddha dan Bangkitnya Kerajaan Islam di Nusantara. Anak Hebat Indonesia. hlm. 69–75. ISBN 978-623-400-541-7. 
  58. ^ a b Sita W. Dewi (9 April 2013). "Tracing the glory of Majapahit". The Jakarta Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-11. Diakses tanggal 5 February 2015. 
  59. ^ Basri, Hasan (Ed). 2006. Pangeran Jagapati, Wong Agung Wilis dan Sayu Wiwit. 3 Pejuang Dari Blambangan. Banyuwangi: Penerbit Pemda Kabupaten Banyuwangi
  60. ^ Suadnyana, I Wayan Sui (2019-03-10). "TRIBUN WIKI - Inilah 9 Puri di Bali yang Masih Ada Hingga Kini". Tribunnews.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-20. Diakses tanggal 2022-09-16. 
  61. ^ "7 Kerajaan Islam Tertua di Indonesia". indonesiabaik.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-14. Diakses tanggal 2020-08-26. 
  62. ^ *Kong Yuanzhi, Muslim Tionghoa Cheng Ho, Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara. Penyunting: HM. Hembing Wijayakusuma. Pustaka Populer Obor, Oktober 2000, xliv + 299 halaman
  63. ^ "Aceh Daerah Pertama di Indonesia Menerima Islam". acehprov.go.id. Pemerintah Aceh. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-20. Diakses tanggal 2022-09-14. 
  64. ^ Kusniah, Siti Turmini (2018). Kiaiku, Guruku, Jaringan Ulama. Jakarta: Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. ISBN 978-602-1289-85-3. 
  65. ^ Lombard, Denys (2008). Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. 
  66. ^ "3 Kerajaan Islam Berpengaruh di Aceh". Republika Online. 2016-08-29. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-06-12. Diakses tanggal 2020-06-12. 
  67. ^ Peter Lewis (1982). "The next great empire". Futures. 14 (1): 47–61. doi:10.1016/0016-3287(82)90071-4. 
  68. ^ "Lumajang Ternyata Kerajaan Islam Tertua di Tanah Jawa". Suara Surabaya. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-20. Diakses tanggal 2022-09-16. 
  69. ^ "Kesultanan Cirebon Jadi Satu dari Empat Kerajaan Islam Pertama di Pulau Jawa". Ayo Cirebon. 2022-05-19. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-20. Diakses tanggal 2022-09-16. 
  70. ^ Ratriani, Virdita (2022-07-28). Ratriani, Virdita, ed. "Kerajaan Islam Pertama di Pulau Jawa adalah Kerajaan Demak: Pendiri dan Masa Jayanya". Kontan.co.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-20. Diakses tanggal 2022-09-16. 
  71. ^ "Mataram, Historical kingdom, Indonesia". Encyclopædia Britannica. Diakses tanggal 2024-02-02. 
  72. ^ Brown 2003, p. 63: "On February 13, 1755, the Treaty of Giyanti was signed, dividing what was left of the kingdom of Mataram into two parts. One part, with its capital in the city of Solo, was headed by Pakubuwana II's son, Pakubuwana III. The other part, with its capital 60 kilometres to the west of Yogyakarta, was ruled by Pakubuwana II's half-brother Mangkubumi, who took the title Sultan Hamengkubuwono I. The treaty was not immediately accepted by all parties to the dispute: fighting went on for another two years. In 1757, though, an uneasy peace settled on Java when Pakubuwana III's territory was divided, with a portion going to his cousin Mas Said, who took the title Mangkunegara I."
  73. ^ a b Ricklefs 2001.
  74. ^ Jamil Al-Sufri, Tarsilah Brunei: The Early History of Brunei up to 1432 AD (Bandar Seri Begawan: Brunei History Centre, 2000)
  75. ^ (Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (1992). Sejarah nasional Indonesia: Jaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. PT Balai Pustaka. hlm. 85. ISBN 9794074098. [pranala nonaktif permanen]ISBN 978-979-407-409-1
  76. ^ Setyaningrum, Puspasari, ed. (2022-07-21). "Sejarah Perang Banjar: Tokoh, Penyebab, Kronologi, dan Dampak". Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-20. Diakses tanggal 2022-09-17. 
  77. ^ Prabowo, Gama (2020-11-05). Gischa, Serafica, ed. "Kerajaan Islam di Sulawesi". Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-20. Diakses tanggal 2022-09-19. 
  78. ^ M. Adnan Amal, "Maluku Utara, Perjalanan Sejarah 1250 - 1800 Jilid I dan II", Universitas Khairun Ternate 2002.
  79. ^ Willard A. Hanna & Des Alwi, "Ternate dan Tidore, Masa Lalu Penuh Gejolak", Pustaka Sinar Harapan Jakarta 1996.
  80. ^ Jaime Koh; Stephanie Ho Ph.D. (22 Juni 2009). Culture and Customs of Singapore and Malaysia. ABC-CLIO. hlm. 9. ISBN 978-0-313-35116-7. 
  81. ^ Adolf Heuken, 'Archdiocese of Jakarta - a Growing Local Church (1950-2000)' in Een vakkracht in het Koninkrijk. Kerk- en zendingshistorie opstellen onder redactie van dr. Chr.G.F. de Jong (2005:104-114) ISBN 90-5829-611-3
  82. ^ Goh, Robbie B.H. (2005). Christianity in Southeast Asia. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 80. ISBN 981-230-297-2. 
  83. ^ Hari, Agustinus (2019-10-13). "Mengenal Siau, Kerajaan Kristen di Sulawesi Utara Abad 16". Barta1.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-03. Diakses tanggal 2023-05-03. 
  84. ^ Ahmad, I. (2014). "Agama Sebagai Perubahan Sosial: Kristenisasi di Tobelo 1866-1942". Lembaran Sejarah. 11 (1): 83–98. ISSN 2620-5882. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-07. Diakses tanggal 2023-05-03. 
  85. ^ Karel Steenbrink, Catholics in Indonesia, 1808-1942: a documented history. Leiden:KITLV Press ISBN 90-6718-141-2
  86. ^ Pradjoko, Didik (2008). Modul I Sejarah Indonesia. Depok: Universitas Indonesia Press. hlm. 5. 
  87. ^ Winstedt, Richard (1962). A History of Malaya. Marican. 
  88. ^ a b c Suntama, Permadi (2022-08-29). "Sejarah Kedatangan Bangsa Portugis ke Indonesia: Proses & Rute". Tirto. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-25. Diakses tanggal 2022-09-23. 
  89. ^ a b Kristina (2021-08-18). "Sejarah Mendaratnya Portugis di Indonesia, Pendatang Pertama dari Eropa". DetikEdu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-25. Diakses tanggal 2022-09-22. 
  90. ^ Efendi, Ahmad. "Tujuan Kedatangan Bangsa Spanyol ke Indonesia dan Latar Belakangnya". tirto.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-25. Diakses tanggal 2023-03-03. 
  91. ^ a b Ahsan, Ivan Aulia. "Keruwetan Perang Ternate-Portugis vs Tidore-Spanyol". tirto.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-14. Diakses tanggal 2023-03-03. 
  92. ^ Portugal (1861). Tratado de demarcação e troca de algumas possessões portuguezas e neerlandezas no Archipelago de Solor e Timor entre sua magestade el-rei de Portugal e sua magestade el-rei dos Paizes Baixos assignado em Lisboa pelos respectivos plenipotenciarios aos 20 de abril de 1859 (dalam bahasa Portugis). Imprensa nacional. 
  93. ^ a b Yahya, Rizal Amril. "Sejarah Kedatangan Bangsa Belanda ke Indonesia & Latar Belakang". tirto.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-05. Diakses tanggal 2023-03-05. 
  94. ^ a b Prinada, Yuda. "Apa itu Pengertian VOC, Sejarah Kapan Didirikan, dan Tujuannya?". tirto.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-25. Diakses tanggal 2023-03-11. 
  95. ^ Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia Since c.1300, 2nd Edition. London: MacMillan. hlm. 29. ISBN 0-333-57689-6. 
  96. ^ Miller, George, ed. (1996). To The Spice Islands and Beyond: Travels in Eastern Indonesia. New York: Oxford University Press. xvi. ISBN 967-65-3099-9. 
  97. ^ Dagh-register gehouden int Casteel Batavia vant passerende daer ter plaetse als over geheel Nederlandts-India anno 1624–1629 [The official register at Castle Batavia, of the census of the Dutch East Indies]. VOC. 1624. 
  98. ^ "170 tahun kepahlawanan minangkabau". Majalah Tempo Online (dalam bahasa indonesian). 31 July 1982. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 March 2012. Diakses tanggal 11 March 2012. 
  99. ^ Romain Bertrand, L‘Histoire à parts égales. Récits d'une rencontre Orient-Occident (XVIe-XVIIe siècles), Paris, Seuil, 2011, bab 15, hlm. 420-436.
  100. ^ Frederick & Worden 1993, The Dutch on Java, 1619–1755: "Perang berlangsung hingga tahun 1755, ketika Perjanjian Giyanti disahkan, mengakui Pakubuwana III (memerintah 1749–55) sebagai penguasa Surakarta dan Mangkubumi (yang mengambil gelar sultan dan nama Hamengkubuwana) sebagai penguasa Yogyakarta."
  101. ^ de Vries, Jan; van der Woude, Ad (1997). The First Modern Economy: Success, Failure, and Perseverance of the Dutch Economy, 1500-1815. Cambridge University Press. hlm. 449–455. ISBN 0-521-57061-1. 
  102. ^ Dharmowijono, W.W. (2009) (dalam bahasa Belanda). Van koelies, klontongs en kapiteins: het beeld van de Chinezen in Indisch-Nederlands literair proza 1880–1950 [Of Coolies, Klontong, and Captains: The Image of the Chinese in Indonesian-Dutch Literary Prose 1880–1950] (Tesis Doctorate in Humanities). Universiteit van Amsterdaam. Diarsipkan dari yang asli on 2012-04-26. http://dare.uva.nl/document/147345. Diakses pada 1 December 2011. 
  103. ^ J.K.J. de Jonge, De Opkomst Van Het Nederlansch Gesag Over Java-XI, ML van Deventer, 1883
  104. ^ TANAP, The end of the VOC
  105. ^ Asvi Warman Adam. "The French and the British in Java, 1806–15". Britannica. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-30. Diakses tanggal 2023-03-13. 
  106. ^ H. L. Wesseling (23 October 2015). The European Colonial Empires 1815-1919 (dalam bahasa English). Taylor & Francis. hlm. 104. ISBN 9781317895077. Diakses tanggal 2 September 2022. 
  107. ^ Pramoedya sheds light on dark side of Daendels' highway. The Jakarta Post 8 January 2006.
  108. ^ Ekspedisi Anjer-Panaroekan, Laporan Jurnalistik Kompas. Penerbit Buku Kompas, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta Indonesia. November 2008. hlm. 1–2. ISBN 978-979-709-391-4. 
  109. ^ anonim (16 Januari 2012). "Mengenal Sejarah Tanah Perdikan Madiun". Madiun Info. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-05-20. Diakses tanggal 19 September 2015. 
  110. ^ Van Uythoven, Geert (2013). "Lieutenant General Jan Willem Janssens". The Napoleon Series. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-04. Diakses tanggal 30 July 2016. 
  111. ^ Fregosi, Paul (1989). Dreams of Empire: Napoleon and the First World War 1792-1815. Hutchinson. ISBN 0-09-173926-8. 
  112. ^ Media, Kompas Cyber (2021-08-16). "Kapitulasi Tuntang: Latar Belakang, Isi Perjanjian, dan Dampaknya Halaman all". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-05. Diakses tanggal 2023-05-02. 
  113. ^ "Menyimak Kisah Sejarah Penjajahan Inggris di Indonesia". kumparan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-05. Diakses tanggal 2023-05-02. 
  114. ^ Sir Thomas Stamford Raffles (1830). The History of Java. J. Murray. hlm. xxiii. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-02. Diakses tanggal 12 August 2022. 
  115. ^ Media, Kompas Cyber (2022-02-09). "Masa Penjajahan Inggris di Indonesia Halaman all". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-02. Diakses tanggal 2023-05-02. 
  116. ^ Indonesia, C. N. N. "Inggris Pernah Menjajah Indonesia, Bagaimana Sejarahnya? - Halaman 2". internasional. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-06. Diakses tanggal 2023-05-02. 
  117. ^ Miksic, John (1990). Borobudur: Golden Tales of the Buddhas. 
  118. ^ Carey, Peter, The Power of Prophecy: Prince Dipanagara and the End of an Old Order in Java, 1785-1855, 2008
  119. ^ "Review of The History of Java by Thomas Stamford Raffles". The Quarterly Review. 17: 72–96. April 1817. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-02-22. Diakses tanggal 2017-03-17. 
  120. ^ Campbell, Donald Maclaine, 1869-1913; Wheeler, G. C. "Java: past & present, a description of the most beautiful country in the world, its ancient history, people, antiquities, and products". London : W. Heinemann. hlm. 404. Archived from the original on 2021-08-24. Diakses tanggal 24 August 2021. 
  121. ^ a b Stothers, R. B. (1984). "The Great Tambora Eruption in 1815 and Its Aftermath". Science. 224 (4654): 1191–1198. doi:10.1126/science.224.4654.1191. 
  122. ^ Briffa, K.R. "Influence of volcanic eruptions on Northern Hemisphere summer temperature over 600 years". Nature. 393: 450–455. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-10. Diakses tanggal 2023-05-17. 
  123. ^ Evans, Robert Blast from the Past, Smithsonian Magazine. July 2002, p. 2
  124. ^ Borschberg, Peter (2019). "Dutch objections to British Singapore, 1819–1824: law, politics, commerce and a diplomatic misstep". Journal of Southeast Asian Studies. 50 (4): 540–561. doi:10.1017/S0022463420000053. 
  125. ^ "Staatsblad 2016 No. 258" (PDF). Overheid.nl. 2 Juni 2016. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-04-24. Diakses tanggal 2020-12-05. 
  126. ^ a b c H.R.C. Wright, "The Anglo-Dutch Dispute in the East, 1814-1824." Economic History Review 3.2 (1950): 229-239 online.
  127. ^ "Pax Nederlandica: Kuasa Politik Apartheid Zaman Hindia Belanda - Semua Halaman - National Geographic". nationalgeographic.grid.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-06. Diakses tanggal 2023-05-05. 
  128. ^ Ningsih, Widya Lestari (2022-07-27). "Johannes van den Bosch, Penggagas Sistem Tanam Paksa". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-18. Diakses tanggal 2023-01-15. 
  129. ^ Schendel, Willem van (17 June 2016). Embedding Agricultural Commodities: Using Historical Evidence, 1840s–1940s, edited by Willem van Schendel, from google (cultivation system java famine) result 10. ISBN 9781317144977. 
  130. ^ a b Ricklefs, M C (1991). A History of Modern Indonesian since c.1300 (edisi ke-Second). Houndmills, Baingstoke, Hampshire and London: The Macmillan Press Limited. hlm. 271, 297. ISBN 0-333-57690-X. 
  131. ^ Foreign and Commonwealth Office - Convention between Great Britain and the Netherlands relative to the treatment of British Subjects in the Kingdom of Siak Sree Indrapoora, in the Island of Sumatra
  132. ^ Adhin, J. H. (1961). "De immigratie van Hindostanen en de afstand van de Goudkust". Nieuwe West-Indische Gids. 41 (1): 4–13. doi:10.1163/22134360-90002334 . Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-05. Diakses tanggal 2023-05-24. 
  133. ^ Foreign and Commonwealth Office - Convention between Great Britain and the Netherlands, for the Settlement of their Mutual Relations in the Island of Sumatra
  134. ^ Media, Kompas Cyber (2022-07-20). "Sejarah Perang Pattimura: Tokoh, Penyebab, Kronologi, dan Dampak Halaman all". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-30. Diakses tanggal 2023-05-06. 
  135. ^ Media, Kompas Cyber (2022-06-12). "Perang Menteng: Latar Belakang, Kronologi, dan Dampak Halaman all". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-06. Diakses tanggal 2023-05-06. 
  136. ^ a b c d Terwogt WA. 1900. Het land van Jan Pieterszoon Coen: Geschiedenis van de Nederlanders in Oost-Indië. Hoorn: P. Geerts.
  137. ^ 1900. W.A. Terwogt. Het land van Jan Pieterszoon Coen. Geschiedenis van de Nederlanders in oost-Indië. P. Geerts. Hoorn
  138. ^ Sjafnir Aboe Nain, 2004, Memorie Tuanku Imam Bonjol (MTIB), transl., Padang: PPIM.
  139. ^ Abdullah, Taufik (1966). Adat dan Islam: an Examination of Conflict in Minangkabau. Indonesia. No. 2, 1-24.
  140. ^ Sejarah Untuk SMP dan MTs. Grasindo. ISBN 978-979-025-198-4.
  141. ^ Yuandha, Ade (2021-11-09). "Sejarah Cagar Budaya Tapak Rumah Gadang Tuan Gadang Batipuh di Kabupaten Tanah Datar". Halonusa.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-08. Diakses tanggal 2023-05-07. 
  142. ^ Kepper G. 1900. Wapenfeiten van het Nederlands Indische Leger; 1816-1900. Den Haag: M.M. Cuvee.
  143. ^ M. C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia: c.1300 to the Present (Macmillan, 1981), p. 129.
  144. ^ Media, Kompas Cyber (2021-06-29). "Perang Bone: Latar Belakang dan Kronologi Halaman all". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-09. Diakses tanggal 2023-05-08. 
  145. ^ a b Peter Carey. 2014. Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855). Penerjemah: Bambang Murtianto. Editor: Mulyawan Karim. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN 978-979-709-799-8.
  146. ^ A short history of Bali: Indonesia's Hindu realm by Robert Pringle
  147. ^ Hanna, Willard A. (2004). Bali Chronicles: Fascinating People and Events in Balinese History. Singapore: Periplus. 
  148. ^ a b Ooi, Keat Gin, ed. (2004). Southeast Asia: a historical encyclopedia, from Angkor Wat to East Timor (3 vols). Santa Barbara: ABC-CLIO. hlm. 790 ff. ISBN 978-1576077702. OCLC 646857823. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-08-08. Diakses tanggal 2023-05-24. 
  149. ^ Terwogt WA. 1900. Het land van Jan Pieterszoon Coen: Geschiedenis van de Nederlanders in oost-Indië. Hoorn: P. Geerts.
  150. ^ Warriner, Francis (1835). Cruise of the United States frigate Potomac round the world: during the years 1831-34. New York: Leavitt, Lord & Co. 
  151. ^ Ibrahim, Alfian. "Aceh and the Perang Sabil." Indonesian Heritage: Early Modern History. Vol. 3, ed. Anthony Reid, Sian Jay and T. Durairajoo. Singapore: Editions Didier Millet, 2001. p. 132–133
  152. ^ "T. Umar.pdf" (PDF). Pemerintah Provinsi Aceh. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2013-10-08. Diakses tanggal 2011-11-30. 
  153. ^ Kielstra, Egbert Broer (1917). "Het sultanaat van Bandjermasin" [The Sultanate of Bandjermasin]. Onze Eeuw [Our Century] (dalam bahasa Belanda). 17. Haarlem: Erven F. Bohn. hlm. 12–30. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-09. Diakses tanggal 2023-05-24. 
  154. ^ Media, Kompas Cyber (2021-06-02). "Sisingamangaraja XII: Kehidupan, Perjuangan, dan Perlawanan Halaman all". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-13. Diakses tanggal 2023-05-12. 
  155. ^ Thornton, Ian W. B. (1997). Krakatau: The Destruction and Reassembly of an Island Ecosystem (dalam bahasa Inggris). Harvard University Press. hlm. 9–11. ISBN 978-0-674-50572-8. 
  156. ^ Pararas-Carayannis, George (2003). "Near and far-field effects of tsunamis generated by the paroxysmal eruptions, explosions, caldera collapses and massive slope failures of the Krakatau volcano in Indonesia on August 26–27, 1883" (PDF). Science of Tsunami Hazards. 21 (4). The Tsunami Society. hlm. 191–201. ISSN 8755-6839. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2023-07-13. Diakses tanggal 29 December 2007. 
  157. ^ University of Minnesota. "With a Bang: Not a Whimper" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 22 June 2010. 
  158. ^ Coenen, F. (1886). Iets over Djambi in 1885 (dalam bahasa Dutch). Eigen Haard. hlm. 306–311. 
  159. ^ Michielsen, A. W. A. De expeditie naar Zuid-Celebes in 1905–1906. Indisch militair tijdschrift, vols. 35, 36, 37. Batavia [Jakarta]: Kolff, 1915–16.
  160. ^ a b Willard A. Hanna (2004). Bali Chronicles. Periplus, Singapore. ISBN 0-7946-0272-X. 
  161. ^ Andy Barski, Albert Beaucort and Bruce Carpenter, Barski (2007). Bali and Lombok. Dorling Kindersley, London. ISBN 978-0-7566-2878-9. 
  162. ^ Insight Guide: Bali 2002 Brian Bell, Apa Publications GmbH&Co ISBN 1-58573-288-5.
  163. ^ Amran, R., (1988), Pemberontakan pajak 1908, Sumatera Barat. Bag. ke. 1: Perang Kamang, Gita Karya
  164. ^ Vickers, Adrian (2005). A History of Modern Indonesia. New York: Cambridge University Press. hlm. 10–13. ISBN 0-521-54262-6. 
  165. ^ a b Media, Kompas Cyber (2022-07-24). "Politik Etis: Tokoh, Pengertian, Latar Belakang, dan Dampak Halaman all". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-26. Diakses tanggal 2023-05-26. 
  166. ^ Media, Kompas Cyber (2021-06-04). "Trias van Deventer, Politik Balas Budi Belanda Halaman all". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-26. Diakses tanggal 2023-05-26. 
  167. ^ Media, Kompas Cyber (2022-09-13). "Latar Belakang Berdirinya Budi Utomo beserta Tujuannya Halaman all". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-04. Diakses tanggal 2023-05-26. 
  168. ^ Sudiyo, Peter; Santano, Dalimun; Nugroho, Agus; Suwardi, Edy (1997). Sejarah pergerakan nasional Indonesia dari Budi Utomo sampai dengan pengakuan kedaulatan (PDF). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2023-04-20. Diakses tanggal 2023-06-16. 
  169. ^ Parinduri, Alhidayath (23 Februari 2021). "Sejarah Boedi Oetomo: Didirikan Oleh Siapa Saja dan Latar Belakang". Tirto.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-22. Diakses tanggal 24 November 2021. 
  170. ^ Matanasi, Petrik (13 Oktober 2020). "Kiprah Haji Samanhudi, Pedagang Batik dan Perintis Sarekat Islam". tirto.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-29. Diakses tanggal 26 November 2021. 
  171. ^ a b Ahsan, Ivan Aulia (8 Desember 2018). "Peran Besar Tirto Adhi Soerjo dalam Sejarah Pergerakan Nasional". tirto.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-29. Diakses tanggal 26 November 2021. 
  172. ^ "Mengenal Tujuan Sarekat Islam, Lengkap beserta Sejarahnya". merdeka.com (dalam bahasa Inggris). 2021-10-13. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-29. Diakses tanggal 2023-05-29. 
  173. ^ Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Timur. Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1977-01-01. 
  174. ^ "PERJUANGAN ERNEST FRANCOIS EUGENE DOUWES DEKKER DARI POLITIK MENUJU PENDIDIKAN 1913-1941" (Pdf). AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah. Diakses tanggal 3 Maret 2022. [pranala nonaktif permanen]
  175. ^ Slamet Muljana (2007) Sejarah. Sumatera Barat: Yudhistira Ghalia Indonesia. Hal 37-38. ISBN 9790191391
  176. ^ Tsuchiya, Kenji (1992). Demokrasi dan kepemimpinan : kebangkitan gerakan Taman Siswa. H. B. Yassin (edisi ke-Cet. 1). Jakarta: Balai Pustaka. ISBN 979-407-419-5. OCLC 221655803. 
  177. ^ developer, mediaindonesia com. "Mengenal Tokoh Tiga Serangkai, Peranannya dalam Indische Partij". mediaindonesia.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-05. Diakses tanggal 2023-06-05. 
  178. ^ "Als Ik Eens Nederlander Was". GURU BERBAGI (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-05. Diakses tanggal 2023-06-05. 
  179. ^ "marxist.com". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-03-17. Diakses tanggal 2023-06-16. 
  180. ^ a b c Sinaga, Edward Djanner (1960). Communism and the Communist Party in Indonesia (Tesis MA Thesis). George Washington University School of Government. 
  181. ^ Media, Kompas Cyber (2021-04-06). "Sarekat Islam: Latar Belakang, Perkembangan, dan Perpecahan Halaman all". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-31. Diakses tanggal 2023-05-31. 
  182. ^ Jarvis, Helen (1991). Notes and appendices for Tan Malaka, From Jail to Jail. Athens, Ohio: Ohio University Center for International Studies.
  183. ^ Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, 1992.
  184. ^ Media, Kompas Cyber (2020-02-12). "Perhimpunan Indonesia: Organisasi Pertama yang Pakai Istilah Indonesia Halaman all". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-14. Diakses tanggal 2023-06-08. 
  185. ^ Revitalisasi Keindonesiaan, Kompas 28 Oktober 2005
  186. ^ JP, Slamet (2020-10-29). "Perkumpulan Pemuda Pencetus Sumpah Pemuda". Kompaspedia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-12. Diakses tanggal 2023-06-12. 
  187. ^ a b Media, Kompas Cyber (2021-12-29). "Kongres Pemuda I: Latar Belakang, Tujuan, Ketua, dan Hasil Halaman all". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-08. Diakses tanggal 2023-06-08. 
  188. ^ Kongres Sumpah Pemuda - Pemerintah Kota Surakarta.
  189. ^ "Mohamad Tabrani: Pelopor Bahasa Indonesia". Republika Online. 2019-11-23. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-18. Diakses tanggal 2023-06-09. 
  190. ^ a b "Sejarah Pemberontakan Berdarah Pertama PKI pada 1926-1927". SINDOnews.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-08. Diakses tanggal 2023-06-07. 
  191. ^ Prinada, Yuda. "Sejarah Pemberontakan PKI 1926-1927 di Sumatera Terhadap Belanda". tirto.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-07. Diakses tanggal 2023-06-07. 
  192. ^ Majalah Tempo, Edisi Khusus 80 Tahun Sumpah Pemuda, 27 Oktober 2008
  193. ^ a b Noer, Deliar (2012). Jaap Erkelens, ed. Mohammad Hatta:Hati Nurani Bangsa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-979-709-633-5. 
  194. ^ Media, Kompas Cyber (2022-12-03). ""Indonesia Merdeka," Pidato Pembelaan Hatta Saat Ditahan di Belanda Halaman all". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-14. Diakses tanggal 2023-06-14. 
  195. ^ a b Soejitno, Hardjosoediro (1984). Kronologi Pergerakan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta: Pradnya Parmita. 
  196. ^ Maulana, Doni (2018-04-18). "Indonesische Studieclub (lSC)". Data dan Informasi (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-13. Diakses tanggal 2023-06-13. 
  197. ^ "Riwayat Berdirinya PNI". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2016-07-15. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-14. Diakses tanggal 2021-07-27. 
  198. ^ Yance Arizona. "Indonesia Menggugat". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-13. Diakses tanggal 29 Mei 2014. 
  199. ^ Media, Kompas Cyber (2022-08-08). "Isi Pidato Indonesia Menggugat Halaman all". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-13. Diakses tanggal 2023-06-13. 
  200. ^ a b c Media, Kompas Cyber (2022-04-09). "Kongres Pemuda II, Lahirnya Sumpah Pemuda Halaman all". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-09. Diakses tanggal 2023-06-09. 
  201. ^ Hariyadi, Mathias (2019-10-29). "Mapping Video di Gereja Katedral Jakarta: Kilas Balik Sejarah Sumpah Pemuda 1928 (1) | SESAWI.NET" (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-09. Diakses tanggal 2023-06-09. 
  202. ^ "Menguak 3 Tempat Yang Jadi Saksi Lahirnya Sumpah Pemuda". Traveling Yuk (dalam bahasa Inggris). 2019-10-28UTC10:30:43. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-09. Diakses tanggal 2023-06-09. 
  203. ^ Haryanto, Alexander. "Sejarah Lirik Lagu Indonesia Raya dalam Hari Sumpah Pemuda". tirto.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-12. Diakses tanggal 2023-06-12. 
  204. ^ "Museum Sumpah Pemuda". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-06-25. Diakses tanggal 2009-09-27. 
  205. ^ Liputan6.com (2020-12-22). "22 Desember 1930: Indonesia Menggugat dan Vonis 4 Tahun Penjara Bung Karno". liputan6.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-13. Diakses tanggal 2023-06-13. 
  206. ^ Cribb, Robert; Kahin, Audrey (2004). Historical Dictionary of Indonesia. Scarecrow Press Inc. ISBN 978-0-8108-4935-8. 
  207. ^ Sukarno; Adams, Cindy (1965). Sukarno, An Autobiography. The Bobbs-Merrill Company Inc. hlm. 79–80. 
  208. ^ Liberti, Pasti. "Persahabatan Sukarno-Roosseno dan Masjid Istiqlal". detikx. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-16. Diakses tanggal 2023-06-14. 
  209. ^ "SUKARNO; Dibawah Bendera Revolusi Jilid I. Mentjapai Indonesia Merdeka: hlm. 257-324". perpusbungkarno.perpusnas.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-18. Diakses tanggal 2023-06-14. 
  210. ^ Media, Kompas Cyber (2021-08-19). "4 Tahun Bung Karno Diasingkan di Ende hingga Merenungkan Pancasila Halaman all". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-16. Diakses tanggal 2023-06-14. 
  211. ^ Media, Kompas Cyber (2022-08-04). "Rumah Pengasingan Bung Karno di Bengkulu, Saksi Bisu Perjuangan Halaman all". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-16. Diakses tanggal 2023-06-14. 
  212. ^ Media, Kompas Cyber (2022-12-04). "Mengapa Mohammad Hatta Dibuang ke Boven Digoel? Halaman all". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-16. Diakses tanggal 2023-06-14. 
  213. ^ Indonesia, C. N. N. "Spirit Juang dari Rumah Bung Hatta dan Sjahrir di Banda Neira". gaya hidup. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-16. Diakses tanggal 2023-06-14. 
  214. ^ Fatimah, Siti. "Cerita Bung Hatta dan Sjahrir Usai Keluar dari Rumah Tahanan di Sukabumi". detikjabar. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-16. Diakses tanggal 2023-06-14. 
  215. ^ Anjani, Anatasia. "Mengenal Sekolah yang Didirikan Kartini, Berawal dari Surat-suratnya". detikedu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-16. Diakses tanggal 2023-06-16. 
  216. ^ Media, Kompas Cyber (2021-05-20). "Raden Dewi Sartika: Kehidupan, Gagasan, dan Kiprahnya Halaman all". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-02. Diakses tanggal 2023-06-16. 
  217. ^ Wulandari, Trisna. "Hari Pendidikan Nasional: Nama Asli Ki Hajar Dewantara dan Alasan Perubahannya". detikedu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-16. Diakses tanggal 2023-06-16. 
  218. ^ Zulfikar, Fahri. "Sekolah Taman Siswa Ki Hajar: Konsep Pendidikan Tanpa 'Perintah dan Sanksi'". detikedu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-16. Diakses tanggal 2023-06-16. 
  219. ^ SMP, Admin (2022-05-06). "Yuk Mengenal Sekolah Taman Siswa Milik Ki Hajar Dewantara". Direktorat SMP. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-16. Diakses tanggal 2023-06-16. 
  220. ^ Kwartir Nasional Gerakan Pramuka (2022-01-07). "Kepanduan Indonesia". Gerakan Pramuka Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-06. Diakses tanggal 2023-06-16. 
  221. ^ Ricklefs, M.C. (1991). A Modern History of Indonesia, 2nd edition. MacMillan. chapters 14–15. ISBN 0-333-57690-X. 
  222. ^ Amersfoort, Herman; Kamphuis, Piet, ed. (2005), Mei 1940 — De Strijd op Nederlands grondgebied (dalam bahasa Belanda), Den Haag: Sdu Uitgevers, ISBN 90-12-08959-X 
  223. ^ Benda, Harry S. (1956). "The Beginnings of the Japanese Occupation of Java". The Far Eastern Quarterly. 14 (4): 541–560. doi:10.2307/2941923. JSTOR 2941923. 
  224. ^ ZWEERS, L. (1995). Agressi II: Operatie Kraai. De vergeten beelden van de tweede politionele actie. Den Haag: SDU uitgevers. 
  225. ^ van der Bijl, Nick. Confrontation, The War with Indonesia 1962–1966, (London, 2007) ISBN 978-1-84415-595-8
  226. ^ Wibowo, Sigit, Sjarifuddin. Ekonomi Indonesia Gagal karena Mafia Berkeley, Harian Umum Sore Sinar Harapan. Copyright © Sinar Harapan 2003. Diakses: Selasa, 6 Agustus 2008.
  227. ^ "The Carter Center 2004 Indonesia Election Report" (PDF) (Siaran pers). Laporan dari Carter Center. 2004. hlm. 30. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2007-06-14. Diakses tanggal 29 Juli 2008.  "Salinan arsip" (PDF). Archived from the original on 2007-06-14. Diakses tanggal 2008-07-29. 
  228. ^ Morgan, Sally (2007). Indonesia. London: Wayland. ISBN 978-0-7502-4747-4. OCLC 123798216. 
  229. ^ "PBB Verifikasi 16.056 Nama Pulau Indonesia". Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. 19 Agustus 2017. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 Agustus 2021. Diakses tanggal 10 Agustus 2021. 
  230. ^ a b c "World Economic Outlook Database" (Siaran pers). International Monetary Fund. April 2006. Diarsipkan dari Estimate versi asli Periksa nilai |url= (bantuan) tanggal 1 Mei 2018. Diakses tanggal 5 Oktober 2006.  "Salinan arsip". Archived from the original on 2018-05-01. Diakses tanggal 2008-07-29. 
  231. ^ "Indonesia Regions". Indonesia Business Directory. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 Desember 2005. Diakses tanggal 24 April 2007. 
  232. ^ BPS 2021, hlm. 5.
  233. ^ Frederick, William H.; Worden, Robert L. (1993). Indonesia: A Country Study. Area Handbook Series (dalam bahasa Inggris). 550. Washington, D.C.: Federal Research Division, Library of Congress. hlm. 98. ISBN 9780844407906. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-20. Diakses tanggal 2021-08-10. 
  234. ^ BPS 2020, hlm. 3.
  235. ^ "Menko Maritim Luncurkan Data Rujukan Wilayah Kelautan Indonesia". Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. 10 Agustus 2018. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-13. Diakses tanggal 10 Agustus 2021. 
  236. ^ Article 55, 1982 UN Convention on the Law of The Sea.
  237. ^ Hope, G.S.; Peterson, J.A., ed. (1976). The Equatorial Glaciers of New Guinea. Rotterdam: A.A. Balkema. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-03. Diakses tanggal 2021-08-11. 
  238. ^ Foster, Nigel (2021). Heart of Toba: Batak Life Beside the World's Largest Caldera Lake. Amazon Digital Services. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-20. Diakses tanggal 2021-08-11. 
  239. ^ "Geografis". Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-11. Diakses tanggal 11 Agustus 2021. 
  240. ^ Beck, Hylke E.; Zimmermann, Niklaus E.; McVicar, Tim R.; Vergopolan, Noemi; Berg, Alexis; Wood, Eric F. (2018). "Present and future Köppen-Geiger climate classification maps at 1-km resolution". Scientific Data. 5 (1): 180214. doi:10.1038/sdata.2018.214. ISSN 2052-4463. PMC 6207062 . PMID 30375988. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-10. Diakses tanggal 2021-08-10. 
  241. ^ Beck, Hylke E.; Zimmermann, Niklaus E.; McVicar, Tim R.; Vergopolan, Noemi; Berg, Alexis; Wood, Eric F. (2020). "Publisher Correction: Present and future Köppen-Geiger climate classification maps at 1-km resolution". Scientific Data. 7 (1): 274. doi:10.1038/s41597-020-00616-w. ISSN 2052-4463. PMC 7431407 . PMID 32807783. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-10. Diakses tanggal 2021-08-10. 
  242. ^ "Climate of the World: Indonesia". Weather Online. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-12. Diakses tanggal 10 Agustus 2021. 
  243. ^ Yananto, Ardila; Sibarani, Rini Mariana (2016). "Analisis Kejadian El Nino dan Pengaruhnya terhadap Intensitas Curah Hujan di Wilayah Jabodetabek (Studi Kasus: Periode Puncak Musim Hujan Tahun 2015/2016)". Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca. 17 (2): 65. doi:10.29122/jstmc.v17i2.541. ISSN 2549-1121. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-10. Diakses tanggal 2021-08-10. 
  244. ^ Wyrtki, Klaus (1961). Physical oceanography of the Southeast Asian waters (PDF). La Jolla, Calif.: Scripps Institution of Oceanography. OCLC 5116526. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2021-08-10. Diakses tanggal 2021-08-10. 
  245. ^ Aldrian, E.; Karmini, M.; Budiman (2011). Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia (PDF). Jakarta: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. hlm. 19–21. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2021-08-11. Diakses tanggal 2021-08-11. 
  246. ^ Aldrian, Edvin; Dwi Susanto, R. (2003). "Identification of three dominant rainfall regions within Indonesia and their relationship to sea surface temperature". International Journal of Climatology. 23 (12): 1435–1452. doi:10.1002/joc.950. ISSN 0899-8418. 
  247. ^ Overland, Indra (2017). Impact of Climate Change on ASEAN International Affairs: Risk and Opportunity Multiplier. Norwegian Institute of International Affairs (NUPI) dan Myanmar Institute of International and Strategic Studies (MISIS). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-07-28. Diakses tanggal 2021-08-10. 
  248. ^ "Climate Impact Map". Climate Impact Lab. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-10. Diakses tanggal 18 November 2018. 
  249. ^ a b c Case, M.; Ardiansyah, F.; Spector, E. (14 November 2007). "Climate Change in Indonesia: Implications for Humans and Nature" (PDF). World Wide Fund for Nature. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 19 Februari 2018. Diakses tanggal 18 November 2018. 
  250. ^ "Report: Flooded Future: Global vulnerability to sea level rise worse than previously understood". Climate Central. 29 Oktober 2019. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 November 2019. Diakses tanggal 5 November 2019. 
  251. ^ Lin, Mayuri Mei; Hidayat, Rafki (13 Agustus 2018). "Jakarta, the fastest-sinking city in the world". BBC. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 Oktober 2018. Diakses tanggal 19 November 2018. 
  252. ^ "Indonesia: Climate Risk and Adaptation Country Profile" (PDF). World Bank. April 2011. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 6 Desember 2017. Diakses tanggal 18 November 2018. 
  253. ^ a b "Indonesia: Volcano nation". BBC. 5 November 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 November 2017. Diakses tanggal 28 November 2017. 
  254. ^ Witton 2003, hlm. 38.
  255. ^ Bressan, David (11 Agustus 2017). "Early Humans May Have Lived Through A Supervolcano Eruption". Forbes. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 Agustus 2017. Diakses tanggal 11 Oktober 2017. 
  256. ^ "Tambora". Volcano Discovery. 29 Mei 2016. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 Desember 2016. Diakses tanggal 20 December 2016. 
  257. ^ Bressan, David (31 Agustus 2016). "The Eruption of Krakatoa Was the First Global Catastrophe". Forbes. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 September 2016. Diakses tanggal 2 September 2017. 
  258. ^ "Analysis of the Sumatra-Andaman Earthquake Reveals Longest Fault Rupture Ever". National Science Foundation. 19 Mei 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-12. Diakses tanggal 15 Desember 2016. 
  259. ^ "The World's 17 Megadiverse Countries". Biodiversity A-Z. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-09-03. Diakses tanggal 11 Agustus 2021. 
  260. ^ Mittermeier, Russell A.; Mittermeier, Cristina Goettsch; Gil, Patricio Robles; Wilson, Edward O. (1997). Megadiversity: earth's biologically wealthiest nations. México, D.F.: CEMEX. ISBN 978-968-6397-50-5. OCLC 38584598. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-15. Diakses tanggal 2021-08-15. 
  261. ^ New, T.R. (2002). "Neuroptera of Wallacea: a transitional fauna between major geographical regions" (PDF). Acta Zoologica Academiae Scientiarum Hungaricae. 48 (2): 217–227. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2012-02-07. Diakses tanggal 2021-08-11. 
  262. ^ Simpson, George Gaylord (1977). "Too Many Lines; The Limits of the Oriental and Australian Zoogeographic Regions". Proceedings of the American Philosophical Society. 21 (2): 107–120. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-13. Diakses tanggal 2021-08-11. 
  263. ^ "Indonesia: Main Details". Convention on Biological Diversity. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-12. Diakses tanggal 19 Agustus 2021. 
  264. ^ Miller, Jason R. (14 Agustus 2007). "Deforestation in Indonesia and the Orangutan Population". TED Case Studies. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 Agustus 2007. Diakses tanggal 11 Agustus 2007. 
  265. ^ "2020 Environmental Performance Index" (PDF). Yale University. 2020. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 9 Juni 2020. Diakses tanggal 9 Juni 2020. 
  266. ^ "Forest area (% of land area)–Indoneisa". World Bank. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-13. Diakses tanggal 14 Juni 2021. 
  267. ^ a b Tsujino, Riyou; Yumoto, Takakazu; Kitamura, Shumpei; Djamaluddin, Ibrahim; Darnaedi, Dedy (2016). "History of forest loss and degradation in Indonesia". Land Use Policy. 57: 335–347. doi:10.1016/j.landusepol.2016.05.034. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-01-12. Diakses tanggal 2021-08-19. 
  268. ^ Colchester, Marcus; Jiwan, Normal; Andiko, Martua Sirait; Firdaus, Asup Y.; Surambo, A.; Pane, Herbert (26 Maret 2012). "Palm Oil and Land Acquisition in Indonesia: Implications for Local Communities and Indigenous People" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 31 Mei 2012. Diakses tanggal 31 Mei 2012. 
  269. ^ Chrysolite, Hanny; Juliane, Reidinar; Chitra, Josefhine; Ge, Mengpin (4 Oktober 2017). "Evaluating Indonesia's Progress on its Climate Commitments". World Resources Institute. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 Oktober 2017. Diakses tanggal 26 Agustus 2018. 
  270. ^ BirdLife International (2018). "Leucopsar rothschildi". The IUCN Red List of Threatened Species 2018. e.T22710912A129874226. doi:10.2305/iucn.uk.2018-2.rlts.t22710912a129874226.en. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-09-21. Diakses tanggal 2021-08-19. 
  271. ^ Singleton, I; Wich, S.A.; Nowak, M.; Usher, G.; Utami-Atmoko, S.S. (2017). "Pongo abelii". The IUCN Red List of Threatened Species 2017. e.T121097935A123797627. doi:10.2305/iucn.uk.2017-3.rlts.t121097935a115575085.en. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-09-19. Diakses tanggal 2021-08-19. 
  272. ^ Elis, S.; Talukdar, B. (2020). "Rhinoceros sondaicus". The IUCN Red List of Threatened Species 2020. e.T19495A18493900. doi:10.2305/iucn.uk.2020-2.rlts.t19495a18493900.en. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-07-22. Diakses tanggal 2021-08-19. 
  273. ^ Harijanti, Susi Dwi; Lindsey, Tim (1 Januari 2006). "Indonesia: General elections test the amended Constitution and the new Constitutional Court". International Journal of Constitutional Law. 4 (1): 138–150. doi:10.1093/icon/moi055. ISSN 1474-2659. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-27. Diakses tanggal 2021-08-23. 
  274. ^ Ardiansyah, F.; Marthen, A.A.; Amalia, N. (2015). Forest and land-use governance in a decentralized Indonesia: A legal and policy review. Center for International Forestry Research (CIFOR). doi:10.17528/cifor/005695. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-06-03. Diakses tanggal 2021-08-23. 
  275. ^ Setyorini, Ika (2019). "Kewenangan Pemerintah Daerah di Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945". Literasi Hukum. 3 (1): 26–38. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-23. Diakses tanggal 2021-08-23. 
  276. ^ UUD 1945, Pasal 7.
  277. ^ "Kabinet Pemerintahan Indonesia". Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-02-19. Diakses tanggal 24 Agustus 2021. 
  278. ^ UUD 1945, Pasal 3.
  279. ^ Evans, Kevin (2019). "Guide to the 2019 Indonesian Elections" (PDF). Australia-Indonesia Centre. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 17 April 2019. Diakses tanggal 30 Juli 2019. 
  280. ^ UUD 1945, Pasal 20A.
  281. ^ "Tugas dan Wewenang". Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-09-18. Diakses tanggal 25 Agustus 2021. 
  282. ^ UUD 1945, Pasal 22D.
  283. ^ "Fungsi, Tugas, dan Wewenang". Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-09-20. Diakses tanggal 25 Agustus 2021. 
  284. ^ "Pimpinan MPR RI". Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-25. Diakses tanggal 25 Agustus 2021. 
  285. ^ "Pimpinan DPR RI". Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-02. Diakses tanggal 25 Agustus 2021. 
  286. ^ "Pimpinan DPD". Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-09-20. Diakses tanggal 25 Agustus 2021. 
  287. ^ UUD 1945, Pasal 24.
  288. ^ "Wewenang dan Tugas". Komisi Yudisial Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-10-19. Diakses tanggal 25 Agustus 2021. 
  289. ^ Wong, Kristina (23 July 2009). "abc NEWS Poll: Obama's Popularity Lifts U.S. Global Image". USA: ABC. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-01-13. Diakses tanggal 23 October 2011. 
  290. ^ "Kedutaan/Konsulat". Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-29. Diakses tanggal 29 Agustus 2021. 
  291. ^ Haryanto, Agus (Desember 2014). "Prinsip Bebas Aktif dalam Kebijakan Luar Negeri Indonesia: Perspektif Teori Peran". Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi. IV (II): 17–27. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-29. Diakses tanggal 2021-08-29. 
  292. ^ "Indonesia – Foreign Policy". U.S. Library of Congress. U.S. Library of Congress. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-09-27. Diakses tanggal 5 May 2007. 
  293. ^ Indonesia temporarily withdrew from the UN on 20 January 1965 in response to the fact that Malaysia was elected as a non-permanent member of the Security Council. It announced its intention to "resume full cooperation with the United Nations and to resume participation in its activities" on 19 September 1966, and was invited to re-join the UN on 28 September 1966.
  294. ^ Chris Wilson (11 October 2001). "Indonesia and Transnational Terrorism". Foreign Affairs, Defense and Trade Group. Parliament of Australia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-11-06. Diakses tanggal 15 October 2006. ; Reyko Huang (23 May 2002). "Priority Dilemmas: U.S. – Indonesia Military Relations in the Anti Terror War". Terrorism Project. Center for Defense Information. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-10-12. Diakses tanggal 2015-02-14. 
  295. ^ "Commemoration of 3rd anniversary of bombings". Melbourne: The Age Newspaper. AAP. 10 December 2006. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-04-01. Diakses tanggal 2015-02-14. 
  296. ^ "Travel Warning: Indonesia" (Siaran pers). US Embassy, Jakarta. 10 May 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 November 2006. Diakses tanggal 26 December 2006.  "Salinan arsip". Archived from the original on 2006-11-11. Diakses tanggal 2015-02-14. 
  297. ^ Chew, Amy (7 July 2002). "Indonesia military regains ground". CNN Asia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-14. Diakses tanggal 24 April 2007. 
  298. ^ Witular, Rendi A. (19 May 2005). "Susilo Approves Additional Military Funding". The Jakarta Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-14. Diakses tanggal 24 April 2007. 
  299. ^ Friend (2003), pp. 473–475, 484
  300. ^ Friend (2003), pp. 270–273, 477–480
  301. ^ "Indonesia flashpoints: Aceh". BBC News. BBC. 29 December 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-02. Diakses tanggal 20 May 2007. 
  302. ^ "Indonesia agrees Aceh peace deal". BBC News. BBC. 17 July 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-14. Diakses tanggal 20 May 2007. ; Harvey, Rachel (18 September 2005). "Indonesia starts Aceh withdrawal". BBC News. BBC. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-02. Diakses tanggal 20 May 2007. 
  303. ^ Lateline TV Current Affairs (20 April 2006). "Sidney Jones on South East Asian conflicts" (PDF). TV Program transcript, Interview with South East Asia director of the International Crisis Group. Australian Broadcasting Commission (ABC). Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 September 2006. ; International Crisis Group (5 September 2006). "Papua: Answer to Frequently Asked Questions" (PDF). Update Briefing. International Crisis Group (53): 1. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 18 September 2006. Diakses tanggal 17 September 2006. 
  304. ^ Media, Kompas Cyber (2022-11-17). "Sah! Indonesia Kini Punya 38 Provinsi, Ini Daftarnya". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-11-17. Diakses tanggal 2022-11-18. 
  305. ^ "2014BPS". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-11-13. Diakses tanggal 2015-10-04. 
  306. ^ "BPS". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-11-13. Diakses tanggal 2015-10-04. 
  307. ^ "USD". www.usd.ac.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-01-29. Diakses tanggal 26-06-2017. 
  308. ^ "Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia". Undang-Undang No. 29 Tahun 2007.  "Salinan arsip". Archived from the original on 2022-09-10. Diakses tanggal 2022-08-21. 
  309. ^ "Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara" (PDF). Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 2022-01-18. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-01-18. Diakses tanggal 2022-01-18. 
  310. ^ Wiharyanto, A.K. 2009. Sejarah Indonesia Baru II. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma
  311. ^ Presiden Pemerintah Darurat Republik Indonesia Tokohindonesia.com. Diakses 8 September 2013.
  312. ^ "Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya". Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1961.  "Salinan arsip". Archived from the original on 2022-07-06. Diakses tanggal 2022-08-21. 
  313. ^ Post, The Jakarta. "Indonesia studies new sites for capital city". The Jakarta Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-05-31. Diakses tanggal 2022-08-21. 
  314. ^ Nurita, Dewi (16 Agustus 2019). Persada, Syailendra, ed. "Pidato Kenegaraan, Jokowi Sebut Pindahkan Ibu Kota ke Kalimantan". Tempo.co. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-12. Diakses tanggal 19 Januari 2022. 
  315. ^ Ihsanuddin (26 Agustus 2019). Galih, Bayu, ed. "Jokowi: Ibu Kota Baru di Sebagian Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kaltim". Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-10. Diakses tanggal 19 Januari 2022. 
  316. ^ Andhika Prasetyo (13 Januari 2020). "Putra Mahkota Abu Dhabi Jadi Dewan Pengarah Ibu Kota Baru". Media Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 Januari 2023. Diakses tanggal 19 Januari 2022. 
  317. ^ Hamdani, Trio (7 Februari 2020). "Pemerintah Bentuk Tim Khusus Kebut Pemindahan Ibu Kota". detikcom. Detik Finance. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 Januari 2023. Diakses tanggal 20 Januari 2022. 
  318. ^ "Covid-19, Pemerintah Tunda Pembangunan Ibu Kota Baru". CNN Indonesia. 9 September 2020. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-12. Diakses tanggal 19 Januari 2022. 
  319. ^ "Ibu Kota Negara". Undang-Undang No. 3 Tahun 2022.  "Salinan arsip". Archived from the original on 2022-08-28. Diakses tanggal 2022-08-21. 
  320. ^ "Tiba di Titik Nol Kilometer IKN, Presiden Satukan Tanah dan Air Nusantara". Presiden Republik Indonesia. 14 Maret 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-12. Diakses tanggal 15 Maret 2022. 
  321. ^ a b c d Schwarz, A. (1994). A Nation in Waiting: Indonesia in the 1990s. Westview Press. ISBN 1-86373-635-2, pp. 52–57.
  322. ^ "Indonesia: Country Brief". Indonesia:Key Development Data & Statistics. Bank Dunia. 2006. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-11-01. 
  323. ^ "Poverty in Indonesia: Always with them". The Economist. 2006-09-14. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-11-28. Diakses tanggal 2006-12-26. 
  324. ^ "Indonesia: Forecast". Country Briefings. The Economist. 2006-10-03. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-08-04. 
  325. ^ "Beberapa Indikator Penting Mengenai Indonesia" (PDF) (Siaran pers) (dalam bahasa Bahasa Indonesia). Badan Pusat Statistik Indonesia. 2008-12-02. Diakses tanggal 2008-03-18.  "Salinan arsip" (PDF). Archived from the original on 2008-04-01. Diakses tanggal 2008-08-07. 
  326. ^ Ridwan Max Sijabat (23 Maret 2007). "Unemployment still blighting the Indonesian landscape". The Jakarta Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-05-01. Diakses tanggal 2008-08-07. 
  327. ^ "Making the New Indonesia Work for the Poor–Overview" (PDF) (Siaran pers). Bank Dunia. 2006. Diakses tanggal 26 Desember 2006.  "Salinan arsip" (PDF). Archived from the original on 2008-08-17. Diakses tanggal 2008-08-07. 
  328. ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 22 April 2016. Diakses tanggal 1 Maret 2016. 
  329. ^ "Indonesia (IDN) Exports, Imports, and Trade Partners | OEC". OEC - The Observatory of Economic Complexity (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-01-19. Diakses tanggal 19 Januari 2022. 
  330. ^ Astuti, Kismi Dwi (31 Oktober 2022). "Kedelai Dunia Turun: Pemda Harus Bantu Subsidi". Pikiran Rakyat. hlm. 5. 
  331. ^ "Official Statistics and its Development in Indonesia" (PDF). Sub Committee on Statistics: First Session 18–20 February, 2004. Economic and Social Commission for Asia & the Pacific. hlm. 19. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2009-09-29. Diakses tanggal 2008-08-07. 
  332. ^ "Indonesia at a Glance" (PDF). Indonesia Development Indicators and Data. Bank Dunia. 2006-08-13. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2009-12-23. Diakses tanggal 2008-08-07. 
  333. ^ "Indeks Persepsi Korupsi". Transparency International. 2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-04-28. Diakses tanggal 2007-09-28. 
  334. ^ "Index of Economic Freedom". The Heritage Foundation & The Wall Street Journal. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-12-08. Diakses tanggal 2018-12-08. 
  335. ^ "The Economist Intelligence Unit's Quality-of-Life Index" (PDF). The Economist. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2012-07-23. Diakses tanggal 2007-09-12. 
  336. ^ "Worldwide Press Freedom Index 2006" (PDF). Reporters Without Borders. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2008-06-24. Diakses tanggal 2008-06-31. 
  337. ^ "cpi 2017 table". Transparency International. 2018-02-21. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-12-23. Diakses tanggal 2008-06-31. 
  338. ^ a b "Human Development Reports: Indonesia". United Nations Development Programme. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-07-01. Diakses tanggal 2019-12-09. 
  339. ^ "Global Competitiveness Index rankings 2018" (PDF). World Economic Forum. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-12-08. Diakses tanggal 2018-12-08. 
  340. ^ "Most Literred Nation in the World 2016" (PDF). Central Connecticut State University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-11. Diakses tanggal 2016-01-29. 
  341. ^ "Countries in the world by population (2021)". World-O-Meter. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-26. Diakses tanggal 7 Agustus 2021. 
  342. ^ Badan Pusat Statistik (21 Januari 2021), Hasil Sensus Penduduk 2020 (PDF), Jakarta: Badan Pusat Statistik, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 22 Januari 2021 
  343. ^ Migiro, Geoffrey (6 Mei 2019). "Most Populated Islands in the World". World Atlas (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-13. Diakses tanggal 20 April 2021. 
  344. ^ Badan Pusat Statistik (1962). Sensus Penduduk 1961 Republik Indonesia. Jakarta: Biro Pusat Statistik. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-19. Diakses tanggal 2021-08-08. 
  345. ^ "World Population Prospect: 2017 Revision" (PDF). United Nations Department of Economics and Social Affairs–Population Division. 21 Juni 2017. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 20 Desember 2017. Diakses tanggal 20 Desember 2017. 
  346. ^ "Indonesia - The World Factbook". CIA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-04-13. Diakses tanggal 8 Agustus 2021. 
  347. ^ Maryati, Sri (2015). "Dinamika Pengangguran Terdidik: Tantangan Menuju Bonus Demografi di Indonesia". economica. 3 (2): 124–136. doi:10.22202/economica.2015.v3.i2.249. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-08. Diakses tanggal 2021-08-08. 
  348. ^ "BBC: First contact with isolated tribes?". Survival International. 25 Januari 2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 Juli 2017. Diakses tanggal 30 Juli 2017. 
  349. ^ "Share of people living in urban areas, 2017". Our World in Data. 2017. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-12. Diakses tanggal 5 September 2020. 
  350. ^ Krisetya, Beltsazar (14 September 2016). "Tapping the Indonesian Diaspora Potential". Forum for International Studies. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 Desember 2017. Diakses tanggal 20 Desember 2017. 
  351. ^ Harijanti, Susi Dwi (Februari 2017). "Report On Citizenship Law: Indonesia" (PDF). Badia Fiesolana: European University Institute. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 15 November 2020. Diakses tanggal 11 Mei 2021. 
  352. ^ Na'im & Syaputra 2010, hlm. 6.
  353. ^ Tanudirjo, Daud Aris (2017). "Mempertanyakan Austronesia, Meneguhkan Identitas Indonesia". Dalam Harry, Widianto. Jejak Austronesia di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm. 11–12. ISBN 978-602-386-158-3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-20. Diakses tanggal 2021-08-07. 
  354. ^ Ridgell, Reilly (1995). Pacific Nations and Territories: The Islands of Micronesia, Melanesia, and Polynesia. Pacific Region Educational Laboratory (edisi ke-3, edisi revisi). Honolulu, Hawaii: Bess Press. hlm. 22–25. ISBN 1-57306-001-1. OCLC 33941689. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-20. Diakses tanggal 2021-08-07. 
  355. ^ Ananta, Aris; Arifin, Evi Nurvidya; Hasbullah, M. Sairi; Handayani, Nur Budi; Pramono, Agus (2015). Demography of Indonesia's Ethnicity. SG: Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 978-981-4519-88-5. OCLC 1011165696. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-20. Diakses tanggal 2021-08-07. 
  356. ^ Na'im & Syaputra 2010, hlm. 5.
  357. ^ Ricklefs 1991, hlm. 256.
  358. ^ La Ode, M.D. (2018). Trilogi pribumisme: resolusi konflik pribumi dengan non pribumi di berbagai belahan dunia. Jakarta: Komunitas Ilmu Pertahanan Indonesia. ISBN 978-602-52288-0-3. OCLC 1091891011. 
  359. ^ Pemerintah indonesia (1998). "Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi" (PDF). Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kemenkumham. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-01-06. 
  360. ^ "Dasar Hukum yang Melarang Penggunaan Istilah "Pribumi"". Hukum Online. 17 Oktober 2017. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-08. Diakses tanggal 8 Agustus 2021. 
  361. ^ Na'im & Syaputra 2010, hlm. 28.
  362. ^ "Bahasa Daerah Di Indonesia". Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-04. Diakses tanggal 8 Agustus 2021. 
  363. ^ "Asian Linguistic Maps: Indonesia & Brunei". Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 Desember 2015. Diakses tanggal 23 Desember 2012. 
  364. ^ Na'im & Syaputra 2010, hlm. 11.
  365. ^ Simons, Gary F.; Fennig, Charles D. "Ethnologue: Languages of the World, Twenty-first edition". SIL International. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 Juni 2019. Diakses tanggal 20 September 2018. 
  366. ^ Na'im & Syaputra 2010, hlm. 47.
  367. ^ Kridalaksana, H. (1991). "Pengantar tentang Pendekatan Historis dalam Kajian Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia". Dalam Kridalaksana, H. Masa Lampau bahasa Indonesia: Sebuah Bunga Rampai (PDF). Yogyakarta: Kanisius. ISBN 979-413-476-7. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2021-08-08. Diakses tanggal 2021-08-08. 
  368. ^ UUD 1945, Pasal 36.
  369. ^ "Tugas dan Fungsi". Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 Juli 2020. Diakses tanggal 9 Agustus 2021. 
  370. ^ Jazuly, Ahmad (2016). "Peran Bahasa Inggris pada Anak Usia Dini". Jurnal Pendidikan Dompet Dhuafa. 6 (1): 33–40. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-08. Diakses tanggal 2021-08-08. 
  371. ^ Santoso, Iman (1 April 2014). "Pembelajaran Bahasa Asing di Indonesia: Antara Globalisasi dan Hegemoni". Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra. 14 (1): 1. doi:10.17509/bs_jpbsp.v14i1.696. ISSN 2527-8312. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-08. Diakses tanggal 2021-08-08. 
  372. ^ a b "Data Umat Berdasar Jumlah Pemeluk Agama Menurut Agama". Kementerian Agama. 2018. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 September 2020. Diakses tanggal 9 Agustus 2021. 
  373. ^ Eid, Haya Muhammad (2019). Learning My Salah: The Second Pillar. Ahlan Foundation. hlm. 66. 
  374. ^ Muradi, Ahmad (2013). "Tujuan Pembelajaran Bahasa Asing (Arab) di Indonesia". Al-Maqayis. 1 (1): 128–137. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-08. Diakses tanggal 2021-08-08. 
  375. ^ Chaqoqo, S.G.N. (1 Juni 2012). "Pembelajaran Bahasa Arab Sepanjang Sejarah". STAIN Salatiga. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 Maret 2013. Diakses tanggal 2 Januari 2013. 
  376. ^ UUD 1945, Pasal 29 ayat (2).
  377. ^ Marshall, Paul (2018). "The Ambiguities of Religious Freedom in Indonesia". The Review of Faith & International Affairs. 16 (1): 85–96. doi:10.1080/15570274.2018.1433588. ISSN 1557-0274. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-08. Diakses tanggal 2021-08-08. 
  378. ^ Siregar, Rospita Adelina (2018). "Kebijakan Publik bila Mencantumkan Aliran Kepercayaan dalam Admininistrasi Kependudukan sebagai Bentuk Revitalisasi Pancasila" (PDF). Dalam Dr. Lamhot Naibaho; Demsy Jura. Seminar Nasional "Revitalisasi Indonesia melalui Identitas Kemajemukan Berdasarkan Pancasila", diselenggarakan oleh Pusat Sudi Lintas Agama dan Budaya—Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Kristen Indonesia. Jakarta, 22 November 2018. Jakarta: UKI Press. hlm. 173–177. ISBN 978-979-8148-96-5. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2021-08-08. Diakses tanggal 2021-08-08. 
  379. ^ Oey, Eric (1995). Bali. Periplus. ISBN 962-593-028-0. OCLC 60286689. 
  380. ^ Suryadinata, Leo, ed. (2008). Ethnic Chinese in Contemporary Indonesia. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 9789812308351. OCLC 469069147. 
  381. ^ Magnis-Suseno, Franz (1997). Javanese Ethics and World-View: The Javanese Idea of the Good Life. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ISBN 979-605-406-X. OCLC 38466385. 
  382. ^ "2003 International Religious Freedom Report: Indonesia". U.S. Department of State. 2003. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-09. Diakses tanggal 13 Januari 2012.. 
  383. ^ Gonda, Jan (1975). "The Indian Religions in Pre-Islamic Indonesia and their survival in Bali". Handbook of Oriental Studies. Section 3 Southeast Asia, Religions. Brill. 
  384. ^ Darsa, Undang A. 2004. "Kropak 406; Carita Parahyangan dan Fragmen Carita Parahyangan", Makalah disampaikan dalam Kegiatan Bedah Naskah Kuna yang diselenggarakan oleh Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga. Bandung-Jatinangor: Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran: hlm. 1–23.
  385. ^ "Buddhism in Indonesia". Buddha Dharma Education Association. 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 Mei 2019. Diakses tanggal 3 Oktober 2006. 
  386. ^ Rahman, Taufiq (2013). "'Indianization' of Indonesia in an Historical Sketch". International Journal of Nusantara Islam. 1 (2): 56–64. doi:10.15575/ijni.v1i2.26. ISSN 2355-651X. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-09. Diakses tanggal 2021-08-09. 
  387. ^ Sedyawati, Edi (19 Desember 2014). "Influence of Hinduism and Buddhism on Indonesian culture". Sanskriti Magazine. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 April 2017. Diakses tanggal 6 Desember 2020. 
  388. ^ Martin, Richard C. (2004). Encyclopedia of Islam and the Muslim World. Vol. 2: M–Z. New York: Macmillan Reference USA. ISBN 0-02-865603-2. OCLC 52178942. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-01-12. Diakses tanggal 2021-08-09. 
  389. ^ a b Böwering, Gerhard; Crone, Patricia; Mirza, Mahan (2013). The Princeton Encyclopedia of Islamic Political Thought. Princeton, N.J.: Princeton University Press. ISBN 1-4008-3855-X. OCLC 820631887. 
  390. ^ Ricklefs 1991, hlm. 12–14.
  391. ^ "Indonesia–Bhineka Tunggal Ika". Centre Universitaire d'Informatique. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 September 2006. Diakses tanggal 20 Oktober 2006. 
  392. ^ Tanasaldy, Taufiq (2012). Regime Change and Ethnic Politics in Indonesia: Dayak Politics of West Kalimantan. Leiden: KITLV Press. ISBN 978-90-04-25348-3. OCLC 804847859. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-20. Diakses tanggal 2021-08-09. 
  393. ^ Ricklefs 1991, hlm. 25, 26, 28.
  394. ^ "About St Francis Xavier". Catholic Archdiocese of Sydney. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 November 2012. Diakses tanggal 5 Juli 2018. 
  395. ^ Ricklefs 1991, hlm. 28, 62.
  396. ^ Vickers 2005, hlm. 22.
  397. ^ Goh, Robbie B.H. (2005). Christianity in Southeast Asia. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 80. ISBN 978-981-230-297-7. 
  398. ^ "Indonesia". Reformed Online. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 Desember 2006. Diakses tanggal 5 Desember 2006. 
  399. ^ Klemperer-Markman, Ayala. "The Jewish Community in Indonesia". Beit Hatfutsot. Diterjemahkan oleh Julie Ann Levy. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Agustus 2019. Diakses tanggal 12 Maret 2020. 
  400. ^ Madjid, Nurcholish (1994). "Islamic Roots of Modern Pluralism: Indonesian Experience". Studia Islamika. 1 (1). doi:10.15408/sdi.v1i1.866. ISSN 2355-6145. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-09. Diakses tanggal 2021-08-09. 
  401. ^ Harsono, Andreas (Mei 2019). Race, Islam and Power: Ethnic and Religious Violence in Post-Suharto Indonesia. Monash University Publishing. ISBN 978-1-925835-09-0. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-20. Diakses tanggal 2021-08-09. 
  402. ^ "How religious commitment varies by country among people of all ages". Pew Research Center. 13 Juni 2018. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 Agustus 2018. Diakses tanggal 23 November 2018. 
  403. ^ Pearce, Jonathan M.S. (28 Oktober 2018). "Religion in Indonesia: An Insight". Patheos. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 Oktober 2018. Diakses tanggal 23 November 2018. 
  404. ^ UUD 1945, Pasal 31 ayat (4).
  405. ^ Al-Samarrai, Samer; Cerdan-Infantes, Pedro (9 Maret 2013). "Awakening Indonesia's Golden Generation: Extending Compulsory Education from 9 to 12 Years". The World Bank Blog. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 Oktober 2017. Diakses tanggal 10 Oktober 2017. 
  406. ^ a b "Indonesia". UNESCO Institute for Statistics. 27 November 2016. Diakses tanggal 5 September 2020. 
  407. ^ "Is Indonesia Ready for International Branch Campuses?". Inside Higher Ed. 29 Mei 2018. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 Mei 2018. Diakses tanggal 18 November 2018. 
  408. ^ "Indonesia's Unequal Higher Education". Asia Sentinel. 4 Mei 2018. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 September 2020. Diakses tanggal 3 Desember 2020. 
  409. ^ "2018 Health SDG Profile: Indonesia" (PDF). Organisasi Kesehatan Dunia. Juli 2018. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 6 Desember 2018. Diakses tanggal 10 Desember 2018. 
  410. ^ Thabrany, Hasbullah (2 Januari 2014). "Birth of Indonesia's 'Medicare': Fasten your seatbelts". The Jakarta Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 Januari 2014. Diakses tanggal 26 Agustus 2018. 
  411. ^ "Life expectancy". Our World in Data. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-13. Diakses tanggal 6 September 2020. 
  412. ^ "Child mortality rate". Our World in Data. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-01-27. Diakses tanggal 5 September 2020. 
  413. ^ Mboi, Nafsiah; Surbakti, Indra Murty; Trihandini, Indang; Elyazar, Iqbal; Smith, Karen Houston; Bahjuri Ali, Pungkas; Kosen, Soewarta; Flemons, Kristin; Ray, Sarah E. (2018). "On the road to universal health care in Indonesia, 1990–2016: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2016". The Lancet (dalam bahasa Inggris). 392 (10147): 581–591. doi:10.1016/S0140-6736(18)30595-6. PMC 6099123 . PMID 29961639. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-10. Diakses tanggal 2021-08-09. 
  414. ^ a b "Indeks Pembangunan Manusia menurut Provinsi 2020-2022". www.bps.go.id. Diakses tanggal 10 November 2023. 
  415. ^ a b Badan Pusat Statistik (15 Desember 2020). "Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2020". Berita Resmi Statistik (No.97/12/Th.XXIII). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-01-29. Diakses tanggal 2021-01-22. 
  416. ^ "PENGERAJIN BATIK TAK PERLU RESAH". Majalah Hukum & HAM Online. 30 September 2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-09-26. Diakses tanggal 14 Agustus 2008. 
  417. ^ Witton, Patrick (2003). Indonesia. Melbourne: Lonely Planet. hlm. 103. ISBN 1-74059-154-2. 
  418. ^ Elyas Pical Dapat Penghargaan[pranala nonaktif permanen]. Surya, 27 Maret 2009. Diakses pada 10 September 2010.
  419. ^ Afriatni, Ami. Petinju Chris John Sukses Pertahankan Gelar Juara Dunia Diarsipkan 2008-12-10 di Wayback Machine.. Tempo, 19 Agustus 2007. Diakses pada 10 September 2010.
  420. ^ "Jejak Bersejarah Hindia Belanda di Piala Dunia 1938". CNN Indonesia. 23 April 2018. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-02-16. Diakses tanggal 21 Februari 2020. 
  421. ^ "Kampung Tugu, Menyimpan Kenangan Sejarah". Kompas.com. Rabu, 28 April 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-11. Diakses tanggal 14 Agustus 2008. 
  422. ^ Radhar Panca Dahana (Kamis, 6 Desember 2007). "Perspektif: Mencuri Klaim, Itu Biasa". Gatra.Com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-08. Diakses tanggal 14 Agustus 2008. 
  423. ^ Witton, Patrick (2002). World Food: Indonesia. Melbourne: Lonely Planet. ISBN 1-74059-009-0. 
  424. ^ Brissendon, Rosemary (2003). South East Asian Food. Melbourne: Hardie Grant Books. ISBN 1-74066-013-7. 
  425. ^ http://www.cnngo.com/explorations/eat/40-foods-indonesians-cant-live-without-327106 Diarsipkan 2011-10-25 di Wayback Machine. 40 of Indonesia's best dishes. Diakses pada 5 Desember 2011.
  426. ^ a b Kristianto, JB (2 Juli 2005). "Sepuluh Tahun Terakhir Perfilman Indonesia". Kompas.com. Kompas. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-01-13. Diakses tanggal 5 Oktober 2006. 
  427. ^ Pramantie, Caroline (30 Maret 2017). "Menengok 10 Film Indonesia Terlaris Dalam 10 Tahun Terakhir". Kumparan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-01-16. Diakses tanggal 2022-01-15. 
  428. ^ Literacy and Writing Systems in Asia (dalam bahasa Inggris). Department of Linguistics, University of Illinois at Urbana-Champaign. 2000. hlm. 137. 
  429. ^ Taylor (2003), pp. 299–301
  430. ^ Vickers (2005) pp. 3-7; Friend (2003), pp. 74, 180
  431. ^ Czermak, Karen. ""Preserving Intangible Cultural Heritage in Indonesia"" (PDF). SIL International. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2007-07-09. Diakses tanggal 2007-07-04. 
  432. ^ "Internet World Stats". Asia Internet Usage, Population Statistics and Information. Miniwatts Marketing Group. 2006. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-30. Diakses tanggal 2007-08-13. 
  433. ^ Suprapto (November 24, 2014). "Inilah Data Peringkat Negara Pengguna Internet". Tribunnews.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-07-19. Diakses tanggal 2015-08-21. 
  434. ^ Dewi, Intan Rakhmayanti (2022-06-09). "Data Terbaru! Berapa Pengguna Internet Indonesia 2022?". CNBC Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-13. Diakses tanggal 2022-09-13. 
  1. ^ Republik Indonesia adalah nama resmi yang paling sering digunakan, meskipun nama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga tampil dalam beberapa dokumen resmi.
  2. ^ Pada lokasi bekas Katholieke Jongenlingen Bond tersebut didirikan Gedung Aula Gereja Katedral Jakarta.[201]
  3. ^ Lokasi bekas Gedung Oost-Java Bioscoop ini diperkirakan di dekat atau di sekitar kompleks Gedung Mahkamah Agung Republik Indonesia.[202]

Kepustakaan

Pranala luar